Halloween party ideas 2015

Gerbang Utama Tempat Ziarah di Lourdes

patung Santo Rafael
Sebagai tempat ziarah internasional, Lourdes mempunyai pintu gerbang utama. Pintu itu dikenal sebagai pintu gerbang Santo Mikael atau la Porta di San Michele dalam bahasa Italia. Dalam bahasa Prancisnya, bahasa resmi orang-orang di Lourdes menjadi la porte Saint-Michel. Tidak beda jauh. 

Tentu ada alasannya mengapa disebut demikian. Nama pintu saja pakai nama orang kudus. Bahkan, tidak jauh dari pintu gerbang itu, ada juga satu salib bertinggi 12 meter. Untuk salib ini kita akan bahasa di tulisan berikutnya. Kali ini kita melihat pintu gerbang Santo Mikael saja.

patung Santo Gabriel
Pintu gerbang ini dibangun tahun 1906. Lebih dari satu abad sekarang. Usianya tahun ini menjadi 108 tahun. Gerbang ini sebenanya sederhana saja. Seperti kita lihat dalam foto. Pintunya seperti gerbang biasa. Ada jejeran besi kecil. Gerbang seperti ini sudah sering saya lihat di Indonesia dan di Italia. Namun, saya melihat jejeran besi seperti itu bukan sebagai pintu gerbang tetapi sebagai penambah tembok keliling sebuah rumah.

Biasanya pagar atau tembok keliling sebuah rumah, sekolah, atau perusahaan, atau bangunan apa saja, dibangun dari tembok setinggi 1 meter. Selanjutnya, pada bagian atas ditambah besi-besi seperti itu. Tentu ada pagar-tembok rumah yang semuanya dari tembok meski setinggi 2-3 meter.

patung Santo Mikael
Pintu gerbang utama ini dibagi tiga bagian. Sebelah kiri, tengah, dan kanan. Ketiga bagian ini diapit oleh dua patung. Di ujung kiri, menghadap ke basilika Lourdes, terdapat patung Santo Rafael, dan di bagian lain,terdapat patung Santo Gabriel, dan di ujung kanan terdapat patung Santo Mikael. Jadi, pintu gerbang ini dihiasai 3 malaikat pelindung (tre arcangeli). Dalam sumber yang saya baca ditulis bahwa, patung Santo Mikael terdapat di tengah. Boleh jadi, itulah sebabnya diberi nama Pintu gerbang Santo Mikael. Namun, kenyataannya sekarang lain. Entah mungkin ada perubahan dalam struktur gerbang ini.

Sekarang ini gerbang itu dibagi tiga bagian. Pintunya di bagi tiga. Ada tiga jalur untuk masuk. Dan ketiga jalur ini diapit oleh patung Santo Rafael (sebelah kiri) dan Santo Gabriel (sebelah kanan), seperti saya jelaskan sebelumnya. Sedangkan patung Santo Mikael terletak di bagian lain. Antara patung Santo Gabriel dan Mikael terdapat satu jalan masuk lagi. Namun, jalan itu menuju bagian belakang dari jejeran gedung yang ada di jalan masuk halaman gereja Lourdes. Di situ ada restoran atau ruang makan yang setiap harinya penuh. Di jalan masuk itu terdapat pintu yang bisa dibuka oleh satpam alias petugas jaga yang ada di dalam kompleks halaman gereja atau basilika. Rumah kecil untuk satpam letaknya di belakang patung Santo Gabriel yakni di sisi kanan pintu gerbang.
gerbang Santo Mikael tampak sebagiannya

Entah bagaimana terjadinya atau modelnya dulu sehingga sumber yang saya baca menerangkan patung Santo Mikael ada di tengah. Boleh jadi ada perubahan struktur gerbang atau struktur jalan masuk menuju halaman basilika ini. Tetapi, dari pada kita tinggal di sini lebih kita simak ulasan tentang 3 nama santo atau 3 malaikat pelindung ini.

bagian tengah gerbang
Kalau kita simak sejarah gereja atau sejarah masa silam, Santo Mikael punya peran penting. Dialah pelindung Sinagoga (l’antico patrono della Sinagoga), tempat orang Yahudi berdoa. Sinagoga adalah tempat suci bahkan sebelum terbentuknya kelompok pengikut Yesus, mereka yang mau ikut Yesus pun berdoa di sini. Setelah kelompok ini mulai terbentuk, barulah mereka memisahkan diri dan tidak berdoa di Sinagoga lagi.

pengunjung berselirewan di gerbang Santo Mikael
Sebagai pelindung tempat berdoa, Santo Mikael juga diangkat sebagai pelindung Gereja Universal, gereja seluruh dunia. Boleh jadi ini juga masuk salah satu alasan pintu gerbang ini disebut demikian.

Lain Mikael, lain Rafael dab Gabriel. Santo Gabriel atau malaikat Gabriel adalah pembawa kabar pada Maria (l’angelo dell’Incarnazione). Dialah yag mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki.

Sedangkan, Santo Rafael adalah pelindung para peziarah (patrono dei viaggiatori). Ada juga menyebut Rafael sebagai petunjuk jalan bagi peziarah (la guida dei viadanti). Keduanya sama saja, hanya rumusan saja yang berbeda.

Untuk lebih jelasnya, kita simak di foto-foto. Kadang-kadang foto atau gambar lebih jelas ketimbang berbicara atau menulis. Jadi, foto juga adalah penjelasan, foto juga bisa bicara, foto juga bisa menunjukkan sesuatu alias sebagai petunjuk. (bersambung)

Parma, 16/8/2014
Gordi

The Joy of Conversion

foto buku panduan ziarah
Pada bagian ini saya mengulas sisi dalam yang menjiwai perjalanan peziarahan kami ke Lourdes. Tema untuk ini adalah la gioa della conversione  atau kebahagiaan untuk mengubah atau juga the joy of conversion. Keduanya adalah terjemahan bebas saya. Intinya adalah kebahagiaan untuk mengubah.


Tema la goia atau kebahagiaan atau the joy juga diserukan Paus Fransiskus dalam ensikliknya Evangeli Gaudium. Di situ berkali-kali ditegaskan tentang tema kebahagiaan ini. Boleh jadi tema peziarahan ke Lourdes ini diinspirasi dari seruan Paus Fransiskus ini.

Untuk berubah memang mesti ada kebahagiaan. Namun, benarkah demikian ? bagaimana dengan mereka yang menderita sebelum berubah total ? Bukankah ada atau harus melewati penderitaan sebelum berubah ?

Ya, kebahagiaan adalah buah dari sebuah perubahan hidup. Demikianlah kiranya harapan kami para peziarah tahun ini. Beberapa dari orang sakit bercerita pada saya bahwa dia datang ke sini untuk mohon kebahagiaan bagi anaknya. Dia yakin bahwa anaknya akan bahagia jika dia (anaknya) juga datang ke sini. Namun, baginya, datang sendiri ke Lourdes juga adalah sebuah kebahagiaan dan harapan bahwa anaknya juga akan bahagia.

Satu lagi berkisah bahwa dia selalu merasa bahagia setiap kali datang dan pulang dari Lourdes. Itulah sebabnya dia selalu datang minimal sekali setahun. Kadang-kadang datang lebih dari sekali.

Misa pembukaan ziarah
Bahagia memang mestinya dirasakan dalam hati. Bukan dari luar. Yang diluar boleh dikategorikan sebagai kesenagan saja. Sedangkan yang di dalam adalah kebahagiaan. jadi, kebahagiaan sifatnya lebih dalam dari kesenangan. Namun, yang di dalam juga mestinya muncul di luar. Kebahagiaan yang ada di dalam mesti diungkanpkan, dimunculkan ke luar. Itulah sebabnya kebahagiaan itu bukan saja dirasakan dalam hati melainkan sekaligus tampak dalam perubahan hidup.

Perubahan hidup tampak dalam sikap dan sifat dan sikap sehari-hari. Kalau tidak ada perubahan dalam sikap dan sifat, kebahagiaan itu kiranya belum ditampakkan. Kebahagiaan yang di dalam mesti mengubah sikap dan sifat yang tampak dari luar.

Saya kira setiap peziarah yang berziarah ke mana saja mengharapkan perubahan ini. Entah di Lourdes atau di tempat lainnya. Harapan kita bersama adalah mencapai la gioa dela conversione, mencapai the joy of conversion, mencapai kebahagiaan hidup. (bersambung)

Parma, 16/8/2014
Gordi

Kereta dengan 14 Gerbong

Mulai sibuk memasukkan barang ke dalam kereta
Bayangkan panjang kereta 14 gerbong. Emang bisa? Tentu saja. Mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Jangan khawatir. Saya juga tidak pernah  membayangkan panjang kereta seperti ini. Di Indonesia, dari Jakarta ke Yogyakarta, saya pernah menghitung jumlah gerbong kereta. Hanya 8 atau 10 gerbong. Kereta yang ini melebihi jumlah itu. 

Ya, mungkin baik kalau jangan buat bandingan. Biarkan saja kita berbeda. Memang kita beda. Kereta di Indonesia dan kereta di Italia atau Prancis tentu saja beda. Nah, ingatlah bawa kami menggunakan kereta 14 gerbong. Jangan heran juga karena jumlah kami sekitar 800 orang. Jadi, pantas kami gunakan 14 gerbong.

Tapi, jangan coba-coba tanya, berapa orang sih dalam satu gerbong? Karena kalau dihitung demikian mungkin tidak sesuai jumlah penumpang dan jumlah gerbong. Asal tahu saja bahwa tidak semua gerbong digunakan untuk penumpang. Saya akan coba merinci gerbong-gerbong tersebut.

kereta TrenItalia tampak dari samping
Satu gerbong untuk dapur. Termasuk di dalamnya di simpan semua bahan makanan. Tempat masak juga di sini. Tempat ambil marana ringan untuk setiap gerbong. Jadi, saat jam makan, dua orang dari tiap gerbong akan datang ke sini untuk ambil makanan. Pagi, siang, malam.

Satu gerbong untuk radio, pusat informasi, ruang doa, dan ruang rapat. Di sini disimpan sound system. Di sini dibuat perayaan ekaristi. Di sini akan ada doa. Dari sini disiarkan pengumuman untuk semua penumpang. Dari sini dibentangkan kabel pembawa arus suara ke setiap speaker atau pengeras suara yang dipasang di setiap gerbong.

Satu gerbong lagi untuk orang sakit yang berkursi roda atau bertempat tidur. Di dalamnya ada berbagai kursi roda. Ada saudari-saudara kita yang hanya bisa duduk saja di kursi roda. Di samping mereka ada kru perawat dan dokter yang siap-siaga menjaga mereka. Ada orang sakit yang tidur saja di tempat tidurnya. Macam-macam yang berkaitan dengan orang sakit ada di sini.

Gerbong lain berisi penumpang. Jadi, kira-kira 12 gerbong untuk penumpang. Jumlah rata-rata penumpang setiap gerbong 60 orang. Dalam setiap gerbong ada 10 bagian kamar. Satu kamar terdiri atas 6 orang. Tiga di bilik kiri, dan 3 di bilik kanan. Ada tempat tidur bertingkat. Setiap bilik ada 3 tingkat.

Ada juga 1 kamar khusus di setiap gerbong yang digunakan sebagai gudang. Gudang simpan bantal dan selimut, simpan air minum, simpan bahan makanan ringan cadangan. Di sini juga ada colokan untuk cas hp. Ruang ini akan dijaga oleh 1 orang. Biasanya kepala gerbong.

Tentang selimut dan bantal juga sarung bantal. Semua perabot ini hanya bias digunakan sekali. Setelah itu dibuang. Memang bahannya dirancang demikian. Seperti kertas tetapi agak lembut.

inilah model tempat tidur sekaligus
kursi dalam kereta
Di setiap gerbong ada 2 toilet dan 4 ruang untuk cuci muka. Letaknya di ujung kiri dan kanan. Semua kamar berada di sebelah kanan gerbong. Bagian kiri yang hanya sekitar 50 cm digunakan untuk jalan. Juga untuk tempat duduk tukang ronda malam dalam kereta. Kebetulan di tengah-tengah gerbong ada kursi atau tangga untuk duduk. Tingginya kira-kira 30 cm dari dasar lantai.

Kereta ini adalah kereta TrenItalia, keretanya negara Italia. Bukan level yang paling bagus seperti freccia rossa dan dua freccia lainnya. Kereta ini boleh dibilang level 2 atau 3 alias kereta intercity. Lokomotifnya alias gerbong yang menarik gerbong lainnya harus diganti saat masuk wilayah negara Prancis. Di Prancis hingga sampai Lourdes kami ditarik oleh lokomotif kereta dari Prancis. Lokomotif kereta TrenItalia ditinggal di Stasiun Ventimiglia. Stasiun terakhir di wilayah Italia. Demikian juga saat pulang, lokomotif kereta dari Prancis membawa kami sampai di stasiun ini. Selanjutnya ditarik lagi oleh lokomotif kereta TrenItalia.

Nah, sudah jelaskan, rincian gerbong kereta yang berjumlah 14 ini. Tinggal menunggu cerita menarik lainnya. Saya harap kalian tidak bosan menunggu kisah selanjutnya. Terima kasih sudah mampir di sini.

Salam petualangan (bersambung)

Parma, 14/8/2014

Gordi

Membuat yang Sakit jadi Sehat

orang sakit mengikuti misa di dekat Gua Maria di Lourdes, foto Gordi


Kami adalah peziarah namun kami punya peran yang berbeda. Kami terdiri atas orang sakit, orang tua, orang muda, dan beberapa anak kecil. Mayoritas adalah orang tua, orang sakit, dan anak muda. Orang muda bertugas untuk membantu orang tua yang sakit. Orang tua bertugas untuk mengatur kegiatan selama peziarahan 5 hari ini. 

Saya dan orang muda lainnya pun punya peran yang berbeda. Saya masuk dalam kelompok orang muda yang mengantar rang sakit dari hotel ke berbagai tempat ziarah. Maksudnya ke basilika San Pius X, ke gua Maria, ke basilika St Bernadete, ke Basilika Rosario, ke taman doa untuk ikut jalan salib, dan sebagainya.

Jarak dari hotel Salus Informorum—tempat kami dan semua orang sakit tinggal—kira-kira 500-1000 meter. Jarak terdekat adalah dari hotel ke basilika St Pius X. Kira-kira 500 meter. Yang lainnya lebih dari situ.

Tentang tempat tinggal kami, para relawan, ada yang tinggal sehotel dengan orang sakit. Ada pula yang menyebar di beberapa hotel sekitar seperti hotel Saurce, Marris Stella.

Tentang kegiatan di sana, kami para relawan punya tugas yang berbeda. Ada kelompok pendorong orang sakit. Ada kelompok ronda malam. Ada kelompok penghibur orang sakit. Mereka ini membuat kegiatan yang membuat orang sakit terhibur, tidak kesepian, mengajak bicara, bercerita, dan sebagainya. Ada kelompok yang membantu di dapur, membantu menyiapkan meja makan, membantu menyuap nasi untuk orang sakit. Ada kelompok para dokter dan perawat. Ada kelompok yang menyediakan sarana untuk orang sakit seperti kursi roda dan sebagainya. Ada kelompok yang mengatur di jalan saat kelompok orang sakit berjalanan dengan kursi roda. Ada kelompok yang mengatur jalannya doa dan perayaan ekaristi. Ada kelompok kor dalam ekaristi dan doa lainnya.

Masing-masing punya tugas. Bisa saling melengkapi dan tidak saling menunggu. Jika kurang kelompok pendorong kursi roda, siapa pun bisa membantu. Pekerjaan ini mungkin sepele namun nilai di baliknya besar. Membuat yang tidak bisa menjadi bisa. Membuat yang sakit menjadi sembuh. Maksudnya, membuat yang tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan menjadi ikut berpartisipasi. Asyikkk bukannnn??? (bersambung)

Parma, 14/8/2014
Gordi

Misa dalam Kereta Api

Salib di atas gereja Basilika Santo Rosario, Lourdes, Foto, Gor

Kalau merayakan misa di pantai sudah saya lihat. Yang ini lain lagi. Misa dalam kereta api. Emang bisa? Bisa saja. Misa bisa dibuat di mana-mana asalkan itu tidak melanggar aturan setempat dan tidak mengganggu yang lain. 

Kami juga mengikuti misa dalam kereta. Misa ini dipersembahkan dalam perjalanan pulang dari Lourdes, Prancis, ke Milan, Cremona, Mantova, Parma, Italy. Nama-nama tempat ini disebut karena kami berangkat dari kota yang berbeda. Bahkan, bukan hanya misa saja. Kami juga berdoa rosario. Pagi, siang, juga sore hari. Baik perjalanan pergi maupun pulang.

Dalam kereta, ada satu gerbong yang disediakan bukan untuk para penumpang. Kami menyulap gerbong ini menjadi sebuah kapela mini. Sayang sekali saya tidak sempat mengambil fotonya. Di gerbong yang sama juga kami buat stasiun radio dan tempat penyimpanan sound system lainnya.

Kapela mini ini berbentuk persegi panjang. Lebarnya sesuai lebar gerbong kereta, kurang lebih 2 meter dan panjangnya 3-4 meter. Tidak luas. Kapel ini memang tidak didesain untuk menampung semua penumpang kereta. Di sini kami merayakan misa. Ada empat pastor yang berkonselebrasi. Dari sini juga disiarkan doa rosario agar bisa didengarkan oleh seluruh peserta ziarah di setiap gerbong. Itulah sebabnya ruang ini dekat dengan stasiun radio dan sound system. Di masing-masing gerbong ada perangkat pengeras suara.

Peziarahan ini memang bukan perjalanan biasa. Sudah biasa jika di dalam kereta pun kita berdoa. Kata ketua peziarahan ini, peziarahan dimulai di dalam kereta ini dan bukan saat tiba di Lourdes di dekat gua Maria. (bersambung)

Parma, 14/8/2014
Gordi


Jadi Tukang Ronda dalam Kereta

orang sakit dengan kursi roda ikut ibadat jalan salib, Foto, Gordi


Masih tentang perjalanan. Khususnya lagi tentang suasana dalam kereta. Selain suasana persaudaraan, ada juga suasana lain. Salah satunya adalah suasana saat malam hari, kala kereta tetap melaju, dan sebagain penumpang yang adalah para peziarah terlelap.

Memang malam hari, cocok untuk tidur terlelap. Apalagi kalau terasa capek. Namun, ini ceritanya lain. Sebab, tidur dalam kamar pribadi, dan di atas kasur empuk, beda dengan tidur di tempat tidur dalam kereta. Oleng kereta atau getaran gesekan rel bisa mengganggu para penumpang. Tak heran jika sebagian tak bisa tidur aman dan nyeyak.

Saat itulah saya dan teman saya, Primo, menjadi tukang ronda malam (jam 3-5 dini hari). Kami menggantikan tugas dua teman sebelumnya yang berjaga dari jam 1 sampai jam 3. Menjadi penjaga malam. Bukan seperti tukang ronda di Indonesia, di Jakarta, dan Yogyakarta, yang berjalan keliling kompleks dan menjaga situasi.

Tugas tukang ronda dalam kereta sederhana saja. Paling-paling hanya berjalan dari ujung gerbong yang panjangnya kira-kira 15-20 meter. Mengecek semua bagian. Kadang-kadang ada penumpang yang minta air minum, minta selimut, atau minta-minta yang lainnya yang membuatnya merasa nyaman dalam perjalanan ini. Tukang ronda mencari di mana di simpan barang yang diminta tersebut. Sederhana tetapi pengorbanannya tinggi.

Rela tidak tidur demi menyamankan suasana tidur penumpang lainnya. Saya ngantuk tetapi tidak boleh tidur. Teman saya mau tidur tetapi tidak berhasil tidur nyenyak. Baginya, suasana malam ini tidak nyaman untuk tidur. Makanya, dia bilang ke saya, dia tidak rugi dengan tugas ronda ini. Lantas apakah saya rugi ? Tidak juga. Saya beruntung bisa membantu seorang cewek yang meminta tangga agar bisa naik ke tingkat tiga di bagian tempat tidur mereka. Mereka sebelumnya punya tangga tapi sudah dipinjamkan ke kamar sebelah dan rupanya belum dikembalikan. Saya cek di kamar sebelah, ada. Mohon izin sama pemilik kamar yang hampir semuanya tidur pulas, kecuali satu yang masih terjaga. Selain itu, seorang nenek minta air minum dan saya berikan segelas aqua.

Selama 2 jam tugas ini, saya tidur menunduk di bangku. Kepala menunduk seperti padi. Mata, terpejam, namun tetap terjaga. Beberapa kali harus berdiri karena ada petugas kereta yang lewat, ada juga petugas ronda lainnya di gerbong sebelah yang lewat, ada nenek dan ibu yang bangun dan pergi ke toilet untuk buang air. Kereta tetap berjalan. Kami, petugas ronda, seperti kapten kereta dan petugas lainnya tetap terjaga agar perjalanan ini tetap nyamann.

Jam 5 pagi, saya naik ke tingkat tiga di kamar kami, ambil selimut lalu tidur. Dua teman berikutnya menggantikan kami. Beruntunglah saya bisa tidur pulas hingga terjaga pada jam 7.20 menit. Teman saya, Primo, juga bisa tidur pulas meski hanya 1,5 jam saja. Dia senang karena bisa tidur nyenyak. Padahal sebelumnya, tidak berhasil tidur nyenyak.

Asyiknya jadi tukang ronda dalam kereta. Tentang suasana lainnya juga dalam kereta akan saya ulas dalam bagian berikutnya. Ikuti terus ya tulisan saya. (bersambung)

Parma, 14/8/2014

Gordi

Dari Parma ke Lourdes
Stasiun Lourdes, foto Gordi


Kamis, 7 Agustus 2014. Hari ini kami berangkat ke Lourdes, Prancis. Perjalanan panjang dan mungkin melelahkan. Perjalanan dengan kereta TrenItalia. Tentunya sebelum masuk kereta, kami harus ke stasiun. Perjalanan menuju stasiun inilah yang akan saya ulas lebih dulu.

Kami berangkat dengan kelompok UNITALSI Cremona. Maksudnya, kami akan naik kereta di stasiun Cremona. Dari Parma, jam 4.30 sore, kami naik mobil bersama Mama dari Pastor Andrea Fachetti, SX. Pastor Andre adalah pastor Xaverian yang ditahbiskan 2 tahun lalu dan sedang bekerja di Mozambik, Afrika. Orang tuanya begitu baik, mau menjemput kami di Parma. Indahnya hidup bersaudara. Kami, yang juga calon generasi penerus Xaverian, menjadi anak-anaknya juga. Anaknya memang hanya Pastor Andrea dan saudarinya namun kami juga dianggap sebagai anak-anaknya juga.

Perjalanan selama 45 menit dari kota Parma ke Viadana ini menarik. Di mobil, kami bercerita untuk menghangatkan suasanana. Saya, kedua teman saya, Basil dan Severin, mengenal Mama dari Pastor Andrea hari ini. Sebelumnya, kami berkomunikasi lewat telepon. Dan, hari ini kami bertemu.

Di Viadana, kami bertemu Francesco dan Carlo. Kami berkumpul di gereja St Petrus lalu dengan bis menuju stasiun Cremona. Perjalanan ini ditempuh selama 1 jam. Di dalam bus, kami bertiga mulai berkenalaln dengan beberapa peziarah lainnya termasuk beberapa pastor.

Kami berangkat jam 6.30 sore dari Viadana, dan tiba 1 jam kemudian di Cremona. Di jadwal, kami akan berangkat dari Cremona pada jam 9 malam. Namun, kenyatannya kereta tiba jam 11. Begitu kereta tiba, kami masuk dan mengurus semua perlengkapan. Tas dan koper ditempatkan pada posnya. Mudah sekali karena di tas dan koper ada tanda khusus yang berisi nomor gerbong kereta dan nomor kamar-kursi dalam gerbong. Jadi, cepat saja. Kebetulan juga atau mungkin sudah diatur demikian, kami yang dari Viadana dan Cremona ditempatkan di 2 gerbong yang berdekatan. Jadi, tambah mudah.

Kereta berangkat dari Mantova dan menuju Milan. Kelompok pertama memang naik dari Mantova. Telat tiba di Cremona, mungkin telat berangkat dari Mantova, telat juga tiba di Milan. Telat tiba maka telat juga berangkat. Kami berangkat dari Milan pada jam 2 dini hari.

foto, Gordi

Saya tidur jam 11 lebih sedikit. Begitu kereta mulai berangkat dari Cremona, saya sudah naik di tempat tidur. Kereta ini mempunyai kursi yang bisa dijadikan tempat tidur. Satu ruangan dalam gerbong berisi 6 orang. Duduk berhadapan, bertiga-tiga. Namun di atasnya ada 2 tingkat kursi sejenis yang bisa diatur seperti tempat tidur. Jadi, tiga orang di sisi kanan akan menempati tiga tingkat tempat tidur. Demikian yang di sebelahnya.

Saya tidak ingat lagi, bagaimana perjalanan dari Cremona ke kota Milan. Saya kenyang makan roti sebelum jam 9 malam, lalu langsung tidur saat kereta mulai bergerak. Saya dan satu teman saya, Primo, dapat jadwal ronda malam, dari jam 3 hingga 5 pagi. Saya tidur sebelumnya dan bangun jam 3. Jam 5 lewat sampai jam 7, tidur lagi.

Kami berhenti di beberapa stasiun. Sampai di stasiun terakhir di bagian negara Italia, stasiun Ventimiglia, lokomotif kereta diganti. Kami pakai lokomotif kereta Prancis. Sedangkan gerbongnya tidak diganti. Di stasiun ke sekiannya juga ada pergantian lokomotif. Lokomotif kedua ini yang membawa kami hingga tiba di Lourdes pada jam 6 sore. Dari stasiun kami naik bis hingga tiba di hotel jam 7.30 malam. Jadi, total perjalanan ini adalah hampir 27 jam. Perjalanan dengan kereta selama 19,5 jam. Capek bukan??? Tentang suasana dalam kereta, dan apa kerjanya tukang ronda, akan saya ceritakan pada bagian lain. (bersambung)

Parma, 14/8/2014
Gordi

Mengisi Formulir Identitas
Pelataran di dekat egrbang masuk Lourdes, foto, Gordi

Perjalanan atau ziarah ke Lourdes bukanlah perjalanan biasa. Bukan saja karena perjalanan ini merupakan perjalanan rohani atau ziarah. Dalam bahasa Italia dikenal dengan istilah pellegrinagio.

Selain perjalanan ziarah, perjalanan ini juga menjadi luar biasa karena perjalanan ke luar negeri. Dari Parma, Italia, ke Lourdes, Prancis. Dua negara di benua Eropa. Meski keduanya menjadi anggota Uni Eropa, identitas kami sebagai pengunjung antara dua negara mesti jelas. Tidak ada pengunjung yang tidak jelas identitasnya. Beda dengan perjalanan saya ke negara lainnya di sekitar Italia seperti ke negara Vatikan atau Vatican atau ke negara San Marino. Saya tidak perlu rumit mengisi formulir identitas untuk pergi ke dua negara ini.

Langsung saja saya menguraikan pengisian formulir identitas ini. Yang mengisi sebenarnya bukan saya sendiri. Saya hanya menyerahkan atau memfotokopi pasport dan visa serta surat bukti pembayaran dokumen identitas warga. Perlu surat bukti karena kartu identitas tidak kunjung keluar.

Lalu, surat-surat ini diserahkan ke sahabat kami Francesco dan Carlo. Kami sama-sama mengisi formulir yang tersedia. Francesco mengisi dan saya sendiri membantu membaca beberapa keterangan. Formulir yang kami isi berisikan beberapa pertanyaan. Seperti, nama, tempat tanggal lahir, pendidikan, tempat tinggal, dan sebagainya. Ini identitas dasar. Setelah itu, Francesco dan Carlo menjelaskan gambaran singkat tentang perjalanan ini.

Mereka juga memberikan baju identitas dari organisasi yang menaungi perjalanan kami. Namanya UNITALSI (Unione Nazionale Italiana Trasporto Ammalati a Lourdes e Santuari Internasioanli). Sebuah organisasi yang membantu mengantar para orang sakit dan orang tua yang ingin mengunjungi Lourdes dan beberapa tempat ziarah internasional lainnya.

Saya sampai di sini saja dulu. Untuk UNITALSI, saya akan membahasnya nanti di bagian berikutnya. Jangan lewatkan tulisan berikutnya, tentang perjalanan dan aktivitas yang kami buat di sana. (bersambung)

Parma, 14/8/2014
Gordi

Mimpi Jadi Nyata

Halaman depan basilika St Maria Rosario, Lourdes, foto, Gordi
Ziarah ke Lourdes. Inilah yang mau saya tuliskan kali ini. Saya menulis ini setelah pulang ziarah dari Lourdes. Saya rela menunda tulisan perjalanan lainnya demi membuat tulisan ini. Saya memilih menulis pengalaman ini lebih dulu dari yang lainnya. Masih banyak utang tulisan perjalanan lainnya. Yang lain sudah ada di blog perjalanan, yang lain masih ada dalam kertas, yang lain lagi masih menunggu untuk dilengkapi. Tapi kali ini saya ingin segera menulis pengalaman ke Lourdes ini. 

Lourdes bukanlah nama baru bagi saya. Saya sudah mendengarnya sejak lama. Sejak kecil. Sejak SD. Saya juga sudah melihat foto-fotonya berulang kali. Pertama kali di kalender yang ada di rumah kami dari paroki. Di kalender itu ditampilkan beberapa foto, 12 foto plus beberapa tambahan, tentang Lourdes. Dari gua marianya, St Bernadette, gereja atau basilikanya, serta tempat indah lainnya. Saya juga melihat beberapa gua Maria di Indonesia yang patungnya meniru patung Bunda Maria dari Lourdes. Mungkin pembaca ingat atau pernah mengunjungi gua Maria di Sendangsono, dekat Borobudur, Jawa Tengah. Itulah salah satunya. Selain itu, saya juga melihat banyak foto dan mendengar informasi tentang Lourdes. Di majalah HIDUP sering ditampilkan iklan peziarahan atau travelling ke beberapa tempat ziarah internasional. Di situ, diinformasikan dan ditampilkan gambar-gambar seputar Lourdes.

Saya pun ingin mengunjungi tempat ini jika mungkin. Namun, hanya mimpi saja. Sebab, biayanya bukan main. Dari Indonesia ke Lourdes, Prancis, butuh puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Saya tidak sanggup membayar sekian itu. Mimpi memang kadang tinggal mimpi alias tidak nyata namun kadang-kadang jadi nayata. Dan, itulah yang saya alami dengan mimpi mengunjungi Lourdes ini.

Saya diberi kesempatan untuk berkunjung ke tempat ini pada Agustus 2014. Ada kelompok sahabat kami di sekitar kota Parma, Italy yang rela membantu saya dan beberapa teman saya. Mulailah proses ini pada Februari dan Maret 2014. Kami mengisi formulir berupa data pribadi. Meski saya belum mendapat kartu identitas warga negara asing yang tinggal di kota Parma, sahabat kami ini tetap mau melengkapi formulir pendaftaran itu. Dia menjamin tidak akan ada masalah. Dan, memang demikian meski kartu identitas itu keluar pada hari keberangkatan kami ke Lourdes. Pagi hari, kami ke kantor kepolisian dan imigrasi untuk mengambil kartu yang lama sekali keluarnya ini.

patung Bunda Maria menghadap gereja
basilika, foto, Gordi
Perjalanan peziarahan ini pun berlangsung hampir satu minggu. Dari tanggal 7 hingga 13 Agustus 2014. Biayanya tentu saja tidak murah. Saya mencoba iseng-iseng bertanya pada sahabat kami ini karena sebetulnya saya juga enggan untuk bertanya biayanya. Dia pun memberi tahu. Kira-kira € 630. Kalau dirupiahkan kira-kira jadi Rp 9.836.164,80. Satu euro senilai Rp 15.612,96. Biaya ini untuk orang dewasa. Sedangkan untuk anak muda atau pelajar dan mahasiswa, setengah dari itu. Kami masuk dalam kelompok mahasiswa. Jadi, biaya saya hanya € 330 saja. Kelihatan murah. Ya, tentu saja kalau dibanding dengan biaya dari Jakarta-Indonesia ke Lourdes. –Prancis. Tidak sebanding dengan ini karena dari Italia ke Prancis dekat saja kalau dibanding Indonesia-Prancis. Tapi, biaya ini tetap besar dan mahal mengingat Italia sedang dalam keadaan krisis.

Ini adalah anugerah Tuhan untuk saya di tahun ini. Hanya salah satu anugerah karena masih banyak anugerah lainnya. Mimpi saya pun jadi nyata. Mimpi ini diwujudkan dalam beberapa kegiatan yang kami buat selama peziarahan ini. Saya akan ceritakan dalam tulisan berikutnya. (bersambung)

Parma, 14/8/2014
Gordi

Diberdayakan oleh Blogger.