Halloween party ideas 2015

Misa Bersama pada Sore Hari (15)
 
Di sinilah kami mengikuti misa setiap sore
Kami mengikuti misa harian. Misa khusus komunitas kami yang dirayakan pada pukul 18.30. Kalau hari-hari tertentu misalnya pada saat kami keluar misa diadakan pada 19.00.

Pemimpin misa juga secara bergilir dari 3 pastor. Tetapi misa dibuat konselebrasi 4 pastor. Tiga pastor pendamping dan satu pastor peserta. Pastor peserta don Francesco biasanya memimpin misa pada hari libur. Hari di mana kami keluar untuk berhenti sejenak. Tentang hari khusus ini juga akan saya uraikan pada bagian lain.

Kadang-kadang dalam misa, selain kami peserta retret, ada juga beberapa peserta lain dari luar. Entah mereka mengikuti rekoleksi pribadi selama setengah hari, sehari penuh, atau beberapa hari saja dalam seminggu. Jumlahnya tidak banyak. Tidak setiap hari juga. Kehadiran mereka langsung diketahui karena antara kami peserta retret 30 hari sudah saling kenal. Jadi, kalau ada orang baru, kami langsung mengetahuinya.

Dalam misa tentu ada nyanyian. Petugas pengiring lagu bergilir antara 3 orang pengiring. Mereka beda dengan 3 pengiring lainnya yang mengiringi lagu mazmur dan kidung pada doa pagi. Bagian ini juga akan saya uraikan.

Selain lagu, dalam misa juga kami diberi kesempatan untuk menyampaikan doa permohonan secara spontan. Biasanya banyak sekali orang yang mau menyampaikan permohonan. Baik berupa syukur untuk kesempatan retret ini maupun untuk mereka yang ada di luar, di rumah, keluarga, komunitas, dan situasi dunia pada umumnya. Bervariasi.

Misa berlangsung biasanya tidak sampai 1 jam. Paling lama 50 menit. Paling cepat 45 menit. Tergantung panjang khotbah dan banyaknya doa permohonan.

Saat misa pada umumnya ada yang duduk di bangku dan kursi dan ada juga yang duduk di lantai. Biasanya bagian belakang selalu terisi dengan mereka yang hobi duduk di lantai. Bukan duduk bersilah tetapi duduk di bagian lantai yang agak tinggi. Atau di tangga. Kebetulan lantai kapel agak rendah dari lantai jalan masuk. Jadi, ada beberapa tangga turun ke lantai utama. Lantai jalan masuk hampir setingkat dengan lantai altar dan tempat duduk pastor. Itulah sebabnya umat bisa melihat pastor dan sebaliknya.

Misa jadi meriah karena iringan lagu-lagunya. Maka, silakan simak tulisan selanjutnya tentang pengiring lagu misa. Sebelumnya ada tulisan tentang petugas baca baik untuk bacaan pertama dan mazmur dalam misa. Ikuti terus ulasannya.

Bologna, 28/7/2015
Gordi

Doa Pagi Bersama (14)

Di sinilah kami berdoa bersama setiap pagi


Doa pagi selalu dibuat bersama. Hanya doa pagi saja. Doa siang bersama tidak ada sebab kami sudah membuat doa pribadi sebanyak 4 kali sepanjang hari. Itu sudah cukup. Pada awalnya kami juga bertanya apakah tidak lebih baik kita buat doa bersama pada pagi, siang, sore bahkan malam? Untuk pagi dan malam ya sedangkan siang dan sore tidak perlu. Kami sudah banyak waktu berdoa, apalagi sore hari ada misa.

Doa pagi juga sederhana saja. Ya doa pagi yang biasa dibuat di komunitas religius. Doa pagi-nya Gereja Katolik. Doa dari buku doa brevir. Doa ini memang disebut doa gereja karena dalam doa itu, Gerejalah yang berdoa. Ujudnya adalah ujud Gereja, bukan ujud pribadi. Jadi, kalau Anda berdoa dengan doa itu maka Anda berdoa untuk dan bersama Gereja. Ini keyakinan Gereja Katolik.

Kami membuatnya demikian. Satu orang pemandu yang biasanya dari pastor. Jadi, tiga pastor secara bergilir memandu doa. Tugasnya sederhana saja. Memberi arahan, ibadat dari bagian mana, sesuai hari dalam kalender liturgi Gereja Katolik Roma. Kalau ada pesta santo/a atau peringatan biasanya doanya diganti. Bukan dari rumusan biasa tetapi dari rumusan liturgi perayaan bersangkutan. Setelah itu, dia juga yang membacakan doa penutup dan berkat pada akhir perayaan. Sederhana kan?

Selain pemimpin, ada juga pengiring mazmur, pemimpin mazmur, dan petugas bacaan. Untuk bagian ini akan diuraikan pada tulisan selanjutnya. Biasanya kami menyanyikan kidung dan mendaraskan mazmur. Tergantung dari pengiring mazmur. Kita yang lain patuh pada perintahnya. Kalau dia bilang kita nyanyi ya nyanyi, kita daraskan ya daras. Jadi, sebenarnya pengiring juga dalam hal ini punya kuasa melebihi pemimpin doa. Tapi ya karena ini doa, tidak ada namanya kuasa dan menguasai. Dalam doa yang terpenting adalah persatuan. Kita bersatu dalam doa. Bukan berdoa secara pribadi.

Tulisan selanjutnya akan membahas tugas dari petugas lainnya. Ikuti terus lanjutannya.

Bologna, 28//2015
Gordi

Bangun Kesiangan Boleh Asal… (13)
 
panasnya bukit Bologna ini sampai dia kehausan


Tidur sampai puas di waktu libur memang asyik. Tak heran jika ada yang berkomentar saatnya menikmati liburan dengan tidur sepuasnya.

Di sini juga, kami boleh tidur puas. Memang jam istirahat kami cukup banyak. Apalagi suhu di bukit ini kalau pagi agak sejuk sedikit sebelum matahari memanasnya. Hanya sayang saat kita sampai pada puncak jam tidur tiba-tiba matahari langsung menembus kaca jendela kamar. Saya biasanya selalu buka jendela kamar siang dan malam. Baik jendela luar yang menutup cahaya maupun jendela dalam. Biar udara lancar keluar masuk.

Alasan lainnya, kalau malam sebelum tidur, suhu masih panas. Jendelanya dibuka saja biar sedikit sejuk. Lalu, dari tengah malam sampai pagi, udara sejuk. Maklum, udara di perbukitan. Tapi, kalau matahari terbit, siap-siap panas lagi.

Meski demikian, kesempatan untuk tidur puas sampai bangun kesiangan tetap ada. Hanya saja, saya tidak bisa menikmatinya terus-terusan. Saya hanya menikmatinya 4 hari pada awal kegiatan ini. Saat itu, saya selalu bangun jam 7.30. Mandi lalu sarpan kemudian doa jam 8.15.

Tetapi, hari-hari selanjutnya, saya selalu bangun sebelum jam 7. Saya pada awalnya hanya mau membiasakan diri bangun pagi saja. Eh lama-lama, saya bangun jam 5 atau jam 4, lalu tidak bisa tidur lagi. Daripada membuang waktu, saya gunakan untuk doa sebentar, lalu baca buku atau menulis. Kebiasaan ini berlangsung sampai akhir kegiatan. Tidak berubah. Kalau sudah bangun entah jam 4 atau 5, setelahnya tidak bisa tidur lagi.

Teman-teman saya yang Italia biasanya memang bangun kesiangan. Tentu tidak semua. Ada juga yang bangun pagi untuk lari pagi. Ada yang bangun langsung sarapan lalu mandi. Beda dengan saya yang selalu mandi dulu (paling lambat jam 7) baru sarapan.

Tapi ya, mau bangun jam berapa saja juga boleh. Asal tidak telat mengikuti doa pagi bersama jam 8.15. Jadi, bangun 08.10 pun bisa. Hanya saja tidak sarapan. Toh, sudah biasa. Ada yang tidak sarapan. Atau tidak biasa sarapan.

Saya tidak mau terlena dengan jam bangun. Nanti jadi ketagihan. Kalau liburan selesai, butuh penyesuaian lagi untuk mengubah jam bangun pagi. Kalau ngantuk, saya akan tidur lebih cepat, atau tidur sore hari. Ini baru bangun pagi, belum doa pagi bersama. Baca terus tulisan selanjutnya saat doa pagi.

Bologna, 28/7/2015
Gordi

Pakaian Dicuci dan Digosok Sendiri (12)


pakaian bisa langsung dijemur di ruang cuci
Tidak ada tukang cuci pakaian dan tukang seterika. Semua sudah merdeka. Sudah mandiri. Maka, tidak perlu lagi pakai jasa tukang cuci dan seterika.

Apalagi sudah ada mesin cuci. Tinggal masukkan pakaian lalu keluar sudah dicuci. Tinggal dijemur lalu digosok biar kelihatan rapi. Rapi juga ketika ditata di lemari pakaian.

Kalau pun segan pakai mesin cuci cuci manual saja. Toh sebagai pengganti olahraga tangan. Hidup tidak jadi sulit tanpa mesin cuci. Sebelum mesin cuci ditemukan, kita semua pakai mesin cuci.

Kami di sini juga seperti ini. Tinggal sebulan di sini tanpa pakai jasa tukang cuci dan seterika. Cuci dan seterika sendiri. Di sini ada 2 mesin cuci yang bisa kami gunakan. Ada satu seterika yang bisa langsung digunakan di ruang cuci juga. Untuk jemur pakaian juga tidak sulit. Bisa jemur di ruang cuci. Kalau ada pakaian tebal seperti celana levis memang mesti dijemur di luar biar cepat kering. Tapi jemur di dalam ruangan juga tidak apa-apa. Paling-paling 12 jam sudah kering.

mesin cuci yang biasa kami gunakan
Saya selalu mencuci secara manual selama di sini. Bukan karena segan pakai mesin cuci. Pakaian saya terlalu sedikit untuk dimasukkan ke mesin cuci. Sayang mesinnya bekerja keras hanya untuk 4 potong pakaian saja. Itu sebabnya saya cuci manual saja.

Setiap 4 hari sekali saya cuci. Lalu, setiap 6 hari gosok. Di musim panas ini memang tidak sulit mengeringkan pakaian. Tanpa matahari pun, pakaian sudah bisa kering. Memang suhunya panas. Dalam ruangan saja 27°. Di luar lebih panas lagi 31-32°. Jangan heran jika pakaian cepat kering.

Memang cuci sendiri itu asyik juga. Apalagi menyeterikanya. Cuci pakai mesin juga lebih santai. Untuk pakaian dalam jumlah besar, saya pilih mencuci pakaian mesin. Tapi, kalau hanya 4-6 potong saja, lebih asyik pakai tangan. Kalau di Parma, saya selalu membawa pakaian ke ruang cuci bersama. Di sana ada petugas yang akan mengatur pencuciannya. Jadi, setelah seminggu pakaian boleh diambil dalam keadaan rapi. Di sini tentu tidak seperti itu. Tapi, di sini juga asyik meski tanpa tukang cuci.

Hidup mandiri memang lebih asyik ketimbang bergantung pada orang lain. Nikmati pengalaman berikutnya tentang nyenyaknya tidur di bukit kota Bologna ini.

Bologna, 28/7/2015
Gordi


Cuci Piring dan Bersih Kamar Makan (11)

cuci piring bersama, foto di Parma

Cuci piring bukanlah pekerjaan yang sulit. Mungkin jadi sulit jika kita mengerjakannya tidak sepenuh hati. Kalau sepenuh hati pasti terasa ringan.

Demikianlah kami juga mesti ikut cuci piring selama masa retret. Tidak banyak. Hanya dua kali setiap hari. Itu pun tidak terus-terusan untuk setiap orang. Tiga orang setelah makan siang dan tiga lain lagi setelah makan malam. Demikian juga petugas kamar makan, masing-masing tiga untuk siang, tiga untuk malam. Tidak berat kan?

Itu sebabnya kami segera mengisi lembaran pembagian tugas ini di awal masa retret. Setiap orang hanya boleh memilih maksimal 4 kali. Dua di tempat cuci piring dan dua di kamar makan. Bayangkan jumlah kami 35 orang. Satu hari dibutuhkan 12 orang. Katakanlah sekali seminggu untuk setiap orang. Saya hitung dari awal sampai akhir, saya dapat jatah 3 kali giliran kamar makan, dua kali giliran cuci piring.

Cuci piring jadi mudah karena cucinya pakai mesin. Kita hanya menggosok dengan sabun di awal lalu setelahnya masukkan saja di mesin. Mesin yang akan membersihkannya dengan air panas. Setelahnya tinggal di tata kembali di kamar makan. Ini untuk piring. Kalau gelas langsung dimasukkan lalu keluar sudah kering. Untuk sendok prosesnya seperti piring lalu setelah keluar masih harus dikeringkan dengan kain. Karena sendok membutuhkan waktu untuk kering. Beda dengan piring dan gelas yang cepat kering.

Untuk kamar makan tugasnya juga ringan. Mengumpulkan teko untuk air, lalu air sisanya dibuang di pot bunga yang ada di luar kamar makan. Lalu, dicuci bagian yang kotor dan disimpan kembali di tempat penyimpanan, bukan di meja makan. Sedangkan untuk teko anggur, cukup diletakkan di gerobak lalu, petugas dari dapur akan menata selanjutnya.

Setelah itu, membersihkan meja, mencuci sedikit dengan air, dan mengeringkannya. Kemudian, menyimpan kertas alas piring yang bentuknya persegi panjang. Bahannya seperti kertas tisu yang agak tebal, di atasnya ditaruh sendok, gelas, dan pisau. Setelah itu beres.

Mudahkan??? Demikian juga dengan cuci pakaian, kemudian menggosoknya. Semuanya mudah. Tapi, supaya lebih seru, baik kalau kita baca juga gimana prosesnya. Prosesnya tentu pembaca semua tahu. Saya hanya menceritakan pengalaman saya atau pengalaman kami selama sebulan ini. Sampai jumpa di tulisan berikut.

Bologna, 26/7/2015
Gordi


Makan Siang dan Malam Bersama (10)

Asyikkan, makan bersama seperti ini, foto di Parma

Kalau sarapan dibuat pribadi dan bersama-sama atau bersama-sama dan pribadi, makan siang dan malam dibuat bersama-sama. Jamnya sudah ditentukan yakni 12.45 dan 19.30. Lonceng juga akan berbunyi menandakan jam makan.

Langkahnya seperti sarapan juga. Antri di tempat ambil makanan. Pilih menu. Lebih dari satu jenis boleh. Sekaligus dalam satu piring juga boleh. Dua kali dalam dua piring yang berbeda juga boleh. Maklum, orang Italia biasanya minimal 2 piring. Piring pertama untuk makanan seperti pasta, piring kedua daging, lalu yang ketiga untuk buah. Kalau pasta habis, piringnya juga diganti. Tapi, kalau dagingnya habis piring tidak diganti. Bisa diteruskan untuk ambil beberapa sayur daun hijau atau langsung ke menu ketiga yakni buah.

Tempat duduk juga pilih sendiri., seperti pada saat sarapan. Hanya saja, biasanya semua kursi di setiap meja hampir terisi semuanya karena semua hadir. Beda dengan sarapan yang kehadirannya tidak sama.

Lalu, perbedaan lainnya adalah suasana di kamar makan. Kalau sarapan, suasananya hening. Hanya bunyi burung di luar rumah yang bisa didengar. Saat makan siang dan malam, ada musik instrumental yang selalu setia mengiring. Musiknya pun diganti-ganti sehingga tidak bosan. Mendengar instrumental dalam suasana hening membuat kita mampu menghayati keheningan yang ada. Bandingkan misalnya mendengar instrumental saat kita ribut, pasti tidak ada yang tertarik.

Beginilah kami makan siang dan malam selama 31 hari di bulan Juli ini. Lalu, kalau sudah selesai, piring dan perlengkapan makan lainnya dibawa sendiri ke tempat yang sudah disediakan. Ada tempayan untuk sendok dan gelas, lalu sampah organik dan non organik, dan juga untuk piring. Jadi, kita sendiri yang memilahnya. Ini untuk memudahkan petugas cuci piring dan sampah. Nah, untuk cuci piring dan bersihkan kamar makan gimana??? Baca terus di cerita selanjutnya.

Bologna, 25/7/2015


Gordi

Sarapan Hari Pertama (9)
 
Sisi Kanan kamar makan


Sarapan dibuat bersama tetapi pribadi. Membingungkan? Maksudnya? Singkat saja jawabannya.

Mesti diingat bahwa semuanya dilakukan dalam suasana hening. Maka, bayangkan saja sarapan dalam suasana hening. Pasti tidak dibuat bersama. Tetapi, haruskah sarapan satu-satu? Tidak juga. Sarapannya bisa dibuat bersama tetapi secara pribadi.

Tiap orang mengambil menu sarapan di tempat yang disediakan. Mau minum kopi-susu, teh, susu saja, atau air panas saja. Sudah tersedia mesin yang khusus menyediakan kopi susu, susu, dan air panas. Tinggal tekan tombol lalu keluar bahannya. Untuk air panas selain di mesin ini, ada juga di cerek/kendi/teko yang disediakan di samping mesin ini. Tinggal mengisi airnya jika kurang, lalu tekan tombol, tunggu 5 menit, air panasnya sudah tersedia.

Menu lainnya, biskuit manis, biskuit-cokelat, roti, buah-buahan, yogurt, dan sebagainya. Pilih yang cocok. Saya biasanya pilih air hangat plus teh, dan biskuit manis. Biskuit cokelat, dan yogurt. Cukup.

Setelah itu, tinggal pilih tempat duduk. Semuanya tetap dilakukan dalam suasana hening. Mulailah mengaduk-aduk air yang ada lalu makan roti atau biskuitnya. Dan, jangan lupa nikmati yogurt-nya.

Jam sarapan dipatok dari 7.15 sampai sebelum waktu doa pagi, jam 8.15. Jadi, lebih kurang 1 jam. Saya selalu pilih jam 7.30. Ketika saya tiba di kamar makan, di sana ada beberapa teman. Beberapa teman lagi sudah selesai. Ketika saya selesai, beberapa teman baru masuk. Jadi, kami sarapan bersama pada jam yang ditentukan tetapi di meja tetap secara pribadi. Kami tidak diperkenankan berbicara saat sarapan. Semua sibuk dengan menunya masing-masing.

Nah, ini baru sarapan. Kalau makan siang dan malam gimana??? Akan dibahas dalam cerita selanjutnya. Ikuti terus ceritanya.

Bologna, 26/7/2015
Gordi


Kertas Putih dan Bersih di Awal Retret (8)
 
FOTO, shutterstock


Perayaan ekaristi hari pertama sungguh berkesan. Bukan karena pertama kalinya tetapi karena momenya. Momen yang tak terlupakan.

Saat misa, setelah homili, saat doa umat, setiap orang maju dan membawakan simbolnya. Simbol ini mewakili perasaan, niat, harapan, atau suasana hatinya saat ini, saat memulai retret agung ini.

Macam-macam simbol pun dipresentasikan. Saya membawakan kertas kecil yang kosong. Tak bertuliskan apa-apa. Kertas ini melambangkan diri saya. Saya maju dekat altar dan menunjukkan ke teman-teman sambil menjelaskan maksudnya. Saya bicara dalam bahasa Italia tentunya dalam menjelaskan simbol itu.

Kertas itu seperti tabularasa. Tidak atau belum diapa-apakan. Maka, di awal retret ini, saya punya satu niat yakni mendengarkan suara Tuhan. Untuk bisa mendengarkan, saya harus mengosongkan suara-suara yang ribut dalam hati dan pikiran saya. Saya melambangkan pengosongan ini seperti kertas putih dan bersih. Siap ditulis dan dicoret-coret seperti saya siap mendengarkan suara-Nya.

Selain mendengarkan suaranya, saya juga punya niat lain yakni mencari kehendak-Nya. Untuk menemukan kehendak-Nya, saya juga harus menonaktifkan kehendak-kehendak saya yang berkeliaran dalam hati dan pikiran saya. Maka, pengosongan atau penonaktifan ini saya lambangkan dalam kertas putih dan bersih ini. Dalam keadaan hati seperti kertas putih itulah, saya akan menemukan kehendak-Nya dan suara-Nya. Maka, bukan suara saya lagi yang saya dengar tetapi suara-Nya dan bukan kehendak saya lagi yang terjadi tetapi kehendak-Nya.

Demikian pembaca sekalian, mengikuti sesuatu mesti ada niat dan tujuan yang jelas. Jika tidak, kita akan diombang-ambingkan oleh keambiguan kita. Ini baru tentang niat. Kita kembali ke cerita tentang sarapan pagi. Yang tentunya unik. Untuk itu, siapkan pikiran dan mata yang jernih untuk menyimaknya pada tulisan berikut.

Bologna, 26/7/2015
Gordi

Pertemuan Pertama, Belajar dari Dia (7)
 
Mereka berkumpul di keliling-Nya dan mendengarkan Dia
Pertemuan pertama setelah makan malam. Kami bertemu di ruang pertemuan yang besar. Bisa menampung 60-an orang. Kami duduk melingkar. Di bagian depan, dekat dengan meja panggung duduk tim pemandu retret ini.

Padre Caludio SJ membuka pertemuan ini dengan doa. Lalu, dengan mudah dia menunjukkan gambar yang ada di belakang mereka. Gambar lukisan di dinding ruang itu. Yesus bersama kedua belas muridnya. Yesus menginstruksikan sesuatu pada mereka. Entah apa yang sedang dia instruksikan. Yang jelas dia duduk dan para murid berdiri. Di belakang mereka ada gerbang rumah.

Kami tidak akan masuk pada pendalaman gambar ini. Padre Claudio hanya mengajak kami untuk belajar dari hal menarik di gambar itu yakni berada di keliling Yesus. Yesus sebagai pemandu pertemuan. Perhatian para murid tentu tertuju pada-Nya. Maka, kami juga diajak untuk memusatkan perhatian pada Yesus yang menjadi pemandu utama retret ini.

Lalu, Padre Claudio memberikan beberapa instruksi ringan seperti menjaga suasana hening, membawa Kitab Suci setiap kali ada pertemuan, memberikan jadwal sementara khusus untuk hari esok, menjelaskan peraturan yang mesti ditaati misalnya tidak boleh merokok dalam kamar, tidak boleh menyalakan hp dan komputer selama retret, tidak boleh ribut di ruang atas—lantai 1 dan lantai 2—karena akan terdengar di lantai bawah khususnya di kapel utama, kalau ada keperluan silakan hubungi reseptionis. Lalu pembimbing lain—Beppe—menjelaskan hal detail lain seperti di mana letak mesin cuci pakaian, menjelaskan fungsi ketiga kunci yang ada di kamar kami masing-masing, di mana tempat jemur pakaian, tempat seterika. Kunci yang tiga itu rupanya untuk pintu kamar, pintu keluar jalan raya, dan pintu utama rumah retret.

Peraturan lain akan disampaikan pada pertemuan di hari-hari berikutnya. Misalnya pembagian petugas membaca di kapel saat misa dan doa pagi, petugas pengiring lagu, petugas cuci piring dan kamar makan, dan sebagainya. Lalu, pada bagian akhir, kami juga membuat presentasi singkat, nama-umur-asal. Mulai dari para pembimbing lalu kami para peserta.

Lalu, kami diberi satu bacaan singkat dari Kitab Suci yakni dari Kitab Mazmur, sebagai ungkapan terima kasih pada Tuhan untuk kehidupan hari ini.

Pengalaman seru lainnya bisa dilihat pada tulisan berikut yakni tentang perayaan ekaristi pertama. Ada hal yang menarik sekali untuk dibagikan kepada pembaca. Maka, ikuti terus ceritanya.

Bologna, 25/7/2015

Gordi

Makan Malam Pertama di Rumah Retret Ini (6)
 
salah satu sisi Ruang Makan di Rumah Retret ini


Makan malam pertama amat ramai. Belum saling kenal tapi sudah saling ribut. Yang lainnya masih enggan bergabung. Yang sudah kenal mengambil posisi duduk di meja yang sama. Apakah ini suasana retret yang sebenarnya?

Tentu saja tidak. Ini malam pertama. Makan malam pembuka. Kami boleh ribut atau kami ribut seperti makan malam biasanya. Kami belum diinstruksikan untuk makan dalam suasana hening. Istilahnya retret belum dimulai secara resmi. Kami baru saja tiba dari tempat masing-masing dan baru berkumpul di sini.

Kami tentu saja mulai berkenalan ala kadarnya sambil makan. Tapi tentu saja mustahil bisa mengingat semua nama yang diperkenalkan. Itulah sebabnya hanya perkenalan sepintas saja di kamar makan ini.

Ada juga yang memilih duduk dengan teman seasalnya, sekomunitasnya, sekotanya. Tentu untuk mereka yang datang berombongan. Yang datang sendiri biasanya nyelip di kelompok yang mungkin sendiri juga. Ini yang bagus tentu saja.

Tidak seperti kami yang datang berombongan dari Parma. Kami duduk dengan satu rombongan dari Roma. Kami tentu saja sudah saling kenal sebelum makan tadi. Mudah dihafal karena grup kami semuanya orang asing. Jadi aneh karena kami tidak duduk dengan teman-teman Italia yang mayoritas itu. Nanti saja. Nanti juga sudah saling kenal.

Makan malam pertama yang terkesan indah karena rupanya akan berbeda dengan makan malam berikutnya yang penuh dengan suasana hening. Malam ini memang tidak ada musik yang mengiringi. Cerita-cerita kamilah yang jadi musik pengiringnya. Retret ini akan dibuka secara resmi pada pertemuan pertama yang berlangsung setelah makan malam ini. Baca cerita berikutnya.

Bologna, 25/7/2015
Gordi


Untuk Apa Retret Ini? (5)
 
Peserta retret bisa menemukan tujuan kedatangannya
setelah berhari-hari hening sambil berdoa di rumah retret ini


Pertanyaan ini kiranya penting. Tidak boleh disepelekan. Sebab, jika tidak tahu tujuannya, retret ini sia-sia saja. Tidak ada namanya hanya coba-coba. Tidak! Mesti jelas tujuannya.

Tiap orang tentu bisa menafsirkan tujuannya. Atau tepatnya mengambil manfaat dari retret yang berlangung 31 hari atau sebulan ini. Sebab, semua memilih dan memutuskan untuk datang dan ikut ambil bagian dalam retret ini.

Saya sendiri menjawabnya begini. Untuk melihat kembali perjalanan hidup saya. Maka, untuk melihatnya lebih dalam dibutuhkan pertanyaan penuntun. Untuk apa saya hidup? Mana pilihan hidup saya? Mengapa saya memilih itu? Apakah pilihan itu sudah tepat? Apakah pilihan itu tidak bisa diubah? Apakah saya yakin dengan pilihan saya itu? Apakah untung-ruginya pilihan saya itu? Apakah tidak ada pilihan lain yang lebih menarik?

Semua pertanyaan ini menjadi pergualatan saya selama retret agung ini. Tentu saya sudah menyiapkan jauh sebelumnya. Saat retret tinggal diolah dan ditemukan jawabannya. Maka, harapan saya adalah semoga retret ini membantu saya menemukan jawaban yang tepat bagi saya. Lalu, maju terus dan memantapkan pilihan yang ada.

Bagi yang lain mungkin bermacam-macam. Bagi yang sudah menikah, tinggal memantapkan pilihan hidup berkeluarga-nya. Bagi yang masih lajang tinggal menentukan pilihan hidup yang cocok baginya. Bagi yang sudah jadi pastor atau suster mungkin tinggal mencari input baru untuk terus berkarya.

Semua tujuan ini kiranya bisa ditemukan dalam retret agung ini. Itulah sebabnya retret ini diisi dengan kegiatan hening di mana setiap orang bisa berdialog dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dalam suasana hening. Tuhan bisa didengarkan dalam suasana hening. Maka, keheningan menjadi satu tugas utama dalam retret ini. Dari awal sampai akhir.

Saya menyesal karena satu peserta retret mundur sebelum berakhirnya masa retret. Dia pulang setelah mengikuti tema di minggu pertama yakni manusia pendosa. Entah apa yang membuatnya pulang. Satunya mungkin karena tidak bisa mengikuti ritme hidup selama retret. Dia hanya bertahan sampai tanggal 11. Pagi hari tanggal 12, dia kembali ke rumahnya di kota Napoli.

Salah satu pembimbing retret memberitahukan pada kami bahwa dia pulang karena capek. Bisa capek juga rupanya retret ini. Atau mungkin juga karena dia datang ke sini karena disuruh oleh orang lain. Tidak punya tujuan yang jelas. Memang, kedatangan seperti ini biasanya tidak bertahan lama. Cepat pulang. Putus di tengah jalan. Beruntunglah yang 34 lainnya—termasuk saya—bisa bertahan sampai akhir. Terima kasih untuk doa teman-teman dan kesetiaan teman-teman, terima kasih kepada pembimbing, dan semua orang yang membantu kami, hingga retret ini bisa berlangsung sampai selesai.

Cerita kulitnya sampai di sini. Masih ada cerita ringan lainnya yang menarik seputar retret yang lamanya sebulan ini. Ikuti tulisan berikut misalnya tentang suasana makan malam pertama. Apakah hening juga???? Temukan jawabannya berikut ini.

Bologna, 25/7/2015

Gordi

Siapa Panitia atau Penyelenggaranya? (4)
 
Panitia menyediakan kipas angin di ruang pertemuan
sebab sesekali terasa panas, maklum sedang musim panas
Panitia atau penyelenggara retret agung ini mesti segera diberitahu. Tentu banyak yang bertanya sebab dalam tulisan 1 dan 2 belum jelas siapa penyelenggaranya.

Panitia atau penyelenggaranya adalah para pastor Jesuit di kota Bologna. Tentu bukan Jesuit saja. Ada 2 suster dari 2 kongregasi yang berbeda. Ada juga 2 awam, sepasang suami istri. Mereka inilah yang membentuk 1 tim yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan retret ini. Ketuanya 1 orang pastor Jesuit yang tinggal di rumah retret yang bernama Villa San Giuseppe ini. Ada 1 lagi pastor Jesuit asal Haiti yang baru saja selesai S2-nya di Universitas Gregoriana, Roma. Jadi, total anggota tim ini adalah 7 orang. Dua suster, dua Jesuit yang tinggal di rumah retret, 1 Jesuit dari Roma, dan pasangan suami-istri yang juga tinggal di rumah retret ini.

Tugas mereka membimbing kami dalam setiap pertemuan. Misalnya dalam minggu pertama, ada 3 kali pertemuan sehari. Pukul 11.45, 15.00, dan 20.45. Setiap pertemuan dipimpin oleh paling kurang 1 pembimbing, 1 di antara ketujuh orang tadi. Kadang juga dua. Selain itu, mereka juga bertugas sebagai pembimbing (guide) untuk masing-masing peserta. Jadi, 1 pembimbing misalnya membimbing 5 atau 6 peserta, kecuali 1 yang hanya 3 peserta.

Ada juga tugas lainnya. Ketiga pastor misalnya bertugas memimpin misa dan ibadat pagi secara bergilir. Memimpin adorasi atau doa malam. Satu suster menjadi penanggung jawab untuk bidang liturgi, mencarikan petugas pengiring lagu, dan membuat jadwal petugas liturgi. Dia juga bertanggung jawab di sektor kamar makan. Membantu petugas yang bekerja di sana dan mengecek kelengkapan alat-alat yang dibutuhkan.

Untuk urusan makanan, saya kurang tahu persis. Yang jelas, ada beberapa tukang masak yang membantu. Entah mereka dari rumah ini juga atau hanya datang membantu selama bulan ini saja. Ada juga orang lain yang bertugas mengecek kelengkapan rumah tangga lainnya di rumah ini seperti kalau ada kemacetan lampu listrik, kipas angin atau sound sistem.

Untuk sarapan biasanya—saya lihat—pasangan suami istri yang bertanggung jawab. Paling tidak saya lihat beberapa kali mereka menyediakan yogurt dan beberapa jenis roti dan biskuit untuk sarapan. Mereka juga membeli kalau ada yang hampir habis.

Jadi, penyelenggaranya bukan saja yang berkaitan langsung dengan retret tapi juga bidang terkait. Masih ada cerita lainnya yang menarik. Pengalaman ini terlalu indah untuk dikenangkan. Maka, ikuti terus cerita selanjutnya.

Bologna, 24/7/2015

Gordi

Boleh Menyapa Asal tidak Bersuara 
 
Salah satu bagian dari taman di rumah ini, tempat bersemi


Meski kami tinggal bersama selama sebulan, kami sesungguhnya tidak saling kenal dekat. Ini karena kami tidak punya kesempatan untuk berkenalan. Dari pagi sampai malam kami tidak diperkenankan saling bicara. Hanya diam saja.

Kalau pun bicara hanya saat-saat tertentu saja. Tapi bukan bicara untuk saling kenal. Misalnya saat pertemuan, kami bisa mendengar suara pembicara. Tapi hanya dia yang bicara. Kalau kami mau bertanya dipersilakan. Tapi jarang ada yang bertanya. Semuanya sudah jelas. Kecuali pertanyaan praktis seperti menanyakan kalimat yang kurang jelas.

Atau juga saat doa, kami mendengar suara pemimpin doa. Demikian saat misa, kami mendengar suara sang pastor yang memimpin misa. Kami juga menyanyi atau membaca. Tapi ini bukan bicara. Bicara tentu lain dengan ini. Makanya, kami sebenarnya tidak saling kenal.

Kalau duduk berhadapan di meja makan, paling-paling hanya tersenyum sebagai sapaan. Ini pun sebenarnya dilarang keras. Tidak boleh misalnya membuat bahasa tubuh dengan mata atau kepala. Tapi ya ada saja orang yang memberi isyarat demikian. Saya misalnya tidak tahan untuk tidak tersenyum. Mata juga biasanya bisa menandakan banyak hal.

Tentu kami boleh bertanya misalnya saat bekerja di kamar makan. Di mana bisa diambi alat pembersih meja, di mana bisa simpan botol air dan botol anggur, di mana bisa diambil sendok untuk disiapkan pada makan berikutnya, dan sebagainya. Ini saja. Demikian juga di ruang cuci piring.


Ini tentu tidak bicara tapi hanya bertanya beberapa informasi saja. Itulah sebabnya saya bilang, kami boleh menyapa asal tidak berusara. Kok bisa seperti ini? Ya, beginilah aturannya. Lalu, siapa penyelenggara retret agung ini? Sampai ketemu di tulisan berikutnya. 

Bersemedi 30 hari di Bukit Kota Bologna

Kota Bologna tampak sebagian, di lihat dari atas bukit


Pernah dengar nama retret agung? Kalau belum jangan khawatir. Anda tidak sendiri. Sekarang Anda mendengarnya. Saya juga dulu 2 tahun setelah SMA baru mendengar nama ini.

Retret agung, nama yang aneh bagi yang pertama mendengarnya. Retret kok agung. Seperti imam agung, mahkamah agung saja. Nama agung-nya ini membuat retret ini berbeda dengan yang lainnya.

Retret memang biasanya hanya 1 minggu. Retret yang bisa dipahami sebagai re-treat atau menarik diri dari rutinitas harian. Istilah ini mungkin tidak populer di Indonesia khususnya bagi yang non-Kristiani. Bagi yang Kristiani atau yang Katolik istilah ini sudah populer. Jadi, dalam retret kita hanya membangun hubungan dengan Tuhan yang kita yakini. Kita lepaskan semua pikiran dan pekerjaan kita. Ini yang kita usahakan dalam retret. Maka, retret ini tidak terlepas dari kegiatan rohani atau doa.

Dalam retret biasanya ada banyak kegiatan rohani seperti misa, doa pagi, siang atau malam, pertemuan, sharing, membaca Kitab Suci dan merefleksikannya dalam meditasi, rosario, dan sebagainya. Tergantung jenis retret dan pemandunya.

Retret agung dalam tulisan ini tidak beda dengan model retret pada umumnya. Ada kegiatan seperti tertulis di atas. Hanya saja lamanya yang beda yakni 30 hari. Seperti yang kami buat, dari tanggal 1 sampai 31 Juli. Temanya macam-macam. Dibagi dalam beberapa minggu. Tetapi jangan menghitungnya seperti seminggu 7 hari. Minggu pertama misalnya dari tanggal 1 sampai 10. Tema kedua pada minggu kedua dari tanggal 11 malam hari sampai 21 malam hari.

Jadi, retret agung hanya beda jumlah hari dengan retret pada umumnya. Mungkin karena ini dinamakan retret agung. Nama ini di Indonesia dipopulerkan oleh teman-teman dari Serikat Jesus yang biasanya menyelenggarakan retret ini. Satu hal yang selalu ada dalam retret adalah saat hening atau silentium, silent, silenzio. Kami juga seperti ini selama 30 hari di sini. Emang bisa??? Bersambung di tulisan selanjutnya.

Bologna, 24/7/2015

Gordi

Sebulan Hidup Bersama 

Di rumah ini kami tinggal bersama


Hidup bersama dalam satu rumah selama sebulan. Tanggal 1-31 Juli 2015. Masuk tanggal 1 sore, makan malam bersama, dan keluar tanggal 31 pagi, setelah sarapan. Tinggal bersama yang berkesan. Kesan kekeluargaan.

Jumlah kami 35 orang. Mayoritas orang Italia. Hanya saya dan 7 teman lainnya yang bukan Italia. 1 dari Romenia, 1 dari India, 2 dari Indonesia, 1 dari Venezuela, 1 dari Meksiko, 1 dari Togo, 1 dari Kamerun, dan 1 dari Republik Demokratik Kongo. Jadi, 26 orang Italia dan 8 orang asing. Orang Italia datang dari berbagai daerah, dari Selatan; Napoli dan sekitarnya, Taranto, Sardegna, dari Utara; Milan, Bologna, Cesena, Trevisan, Verona, Liguria, Venezia, Bolzano. Macam-macam. Dua dari mereka tinggal di luar Italia, 1-nya bekerja di Jerman, satu kota kecil dekat Frankfurt, 1-nya lagi sedang kuliah di Belgia.

Dari jenis kelamin, mayoritas laki-laki yakni 27, 8 lainnya perempuan. Dari segi usia, macam-macam, termuda 24 tahun dan tertua sekitar 60-an. Dari segi profesi, juga macam-macam, pastor,  suster, bruder, calon pastor, calon suster, mahasiswa, guru, pekerja, wiraswasta, 1 mantan tentara dan 1 lagi polisi.

Kebersamaan inilah yang berkesan. Betul-betul hidup berkeluarga. Tinggal di rumah yang sama. Rumah berlantai dua. Kamar-kamar ada di lantai 1 dan 2. Di lantai 1, di bagian kamar saya, sisi kanannya diisi perempuan semua, sisi kirinya yang lebih banyak laki-laki semua. Pintu kamar semuanya bernomor. Tidak ada yang salah masuk tentunya. Kamar mandi di dalam. Kamar hanya untuk 1 orang. Demikian juga di lantai 2.

Masing-masing lantai ada ruang doa, kapela kecil. Di lantai bawah tanah ada kamar makan, ruang cuci piring dan dapur, ruang cuci dan seterika pakaian. Di lantai yang rata dengan tanah ada ruang pertemuan besar dan kecil, ada receptionis, dan ada kapel utama.

Selama sebulan ini, kami makan bersama. Dari sarapan sampai makan malam. Setelah makan, ada giliran untuk tukang bersihkan kamar makan dan cuci piring. Kecuali masak bukan jadi urusan kami. Kami juga berdoa bersama di kapel utama, misa, adorasi, doa bersama pada malam hari. Kami juga dapat giliran untuk jadi petugas baca dan mengiringi lagu misa, serta mengiringi doa pagi bersama. Kami juga sama-sama ikut pertemuan di ruang besar setiap hari, pagi, siang, dan sore hari. Ada juga pertemuan pribadi dengan guida masing-masing. Untuk pakaian, kami cuci sendiri. Mudah saja. Ada mesin cuci, tinggal masukan saja, jemur, lalu seterika sendiri. Beres kan?

Lalu untuk apa kami di sini?? Selamat bertemu di tulisan berikutnya.

Bologna, 23/7/2015
Gordi
Diberdayakan oleh Blogger.