Perjalanan ke perumahan megamendung cukup mengasyikkan. Jaraknya kira-kira 4-5 km dari gereja. Hujan mengguyur selama dalam perjalanan. Rutenya cukup menantang. Ada tanjakan curang dan tikungan tajam. Di beberapa tikungan, kami berpapasan dengan mobil plat hitam lainnya yang bersama-sama mengitari daerah yang cukup dingin ini. Kami berhenti sejenak di pintu gerbang perumahan. Seorang petugas keamanan keluar dari posnya sambil mengeluarkan sebuah kartu. Sopir kami mebuka kaca, lalu sahabat kami ini berbicara kepada petugas itu. Dia tidak jadi memberi kami kartu itu. Kata sahabat kami, kalau pengunjung dikenakan kartu. Kalau kami, hanya mengantar saja, jadi tak menggunakan kartu. Sebenarnya antara mengantar dan berkunjung amat tipis. Kami berkunjung karena diajak. Jadilah kami mengantar sekaligus berkunjung.
Setelah mengarungi hujan dan tanjakan, mata kami terbuka lebar, melihat indahnya daerah ini. Pohon-pohon tumbuh di mana-mana. Daunnya lebat dan tumbuh teratur. Memang pohon ini ditanam secara rapi. Sesekali mata kami melihat rumah-vila di sela-sela pepohonan itu. Konon, kompleks ini milik keluarga Soeharto. Tidak tahu secara pasti, apakah sekarang masih milik keluarga itu juga. Yang jelas, sekarang perumahan ini dikelola oleh pengembang perumahan. Sahabat kami, tidak tahu pasti, nama perusahaan pengembang. Dia hanya tahu kalau mau jual-beli rumah di sini, harus melalui perusahaan pemasaran.
Sampailah kami di Pondok Naomi. Saya agak lupa alamatnya, berada di gang berapa atau blok berapa. Agak susah menghafalnya. Untuk nama blok saja, ada bermacam-macam, di situ terdaftar sampai blok M. Belum lagi penomoran tiap blok. Kami disambut dengan gembira oleh keluarga sahabat kami ini. Ada rasa rindu yang terobati. Saya dan teman saya—yang kebetulan tidak hadir—pernah datang ke sini sebelumnya. Kami sama-sama saling merindukan pertemuan ini. Memang tanpa persiapan. Tak diduga-duga sebelumnya. Namun, ketakterdugaan itulah yang membuat kami bertemu dan melepas rindu.
Kami disuguhkan jagung rebus, biskuit, dan teh hangat. Sebelum semuanya tersedia, saya dan seorang teman, menengok ke luar rumah. Ada pemandangan indah. Suhu dingin dipadukan dengan hijaunya alam. Dedaunan mekar nan indah. O betapa indahnya ciptaan Tuhan, keindahannya tiada tara, andai manusia tahu betapa Tuhan memberikan ini untuk kehidupan manusia, tidak ada luka di hutan ini,tidak ada pohon yang ditebang begitu saja. Teman saya kagum dengan pemandangan ini. Kota Bogor terlihat agak rendah. Dari sini, kami bisa melihat keramaian di Bogor. Sayangnya tidak terlihat jelas di beberapa bagian. Awan hitam menutupnya. Kami berada di puncak sekarang. Semua daerah sekitar terlihat agak rendah.
Kami menikmati makanan dan minuman yang tersedia. Sambil mengunyah jagung rebus-manis, kami bernostalgia. Dua tahun lalu, kami berada di tempat ini. Ada cerita yang dilihat kembali. Kami memang sungguh menikmati pekerjaan saya dan seorang teman selama sebulan di hotel. Sekarang, kami hanya bisa bercerita. Sahabat kami ini masih bekerja di tempat yang sama. Saya hanya mendengar cerita terbaru sambil membayangkan keadaan tempat kerja itu. Niat kami berempat mengunjungi tempat itu batal gara-gara hujan ini. Tetapi tak apa-apalah, semoga ada kesempatan tak terduga lagi nanti. Seperti pertemuan hari ini, kesempatan untuk mengunjungi tempat itu tetap terbuka.
Selain berkisah tentang tempat kerja, kami juga berkisah tentang hidup harian. Kami baru tahu kalau pemilik vila itu adalah orang ketiga. Jadi, ada dua pemilik sebelumnya. Pemilik yang sekarang tak mampu menjual vila itu. Biaya perawatan memang amat besar untuk rumah di daerah ini. Di sekitar pondok ini ada rumah beberapa ‘orang berada’ di negeri ini. Mereka rupanya berminat beristirahat di sini tiap akhir pekan. Sahabat kami ini hanya penjaga vila. Kalau pemiliknya menjual, tak tahu mereka akan tinggal di mana. Namun, tentunya mereka sudah siap mengantisipasinya. Anak sulung mereka sudah SMA, dan kedua adiknya juga sudah sekolah. Ada satu yang masih kecil, sekitar 5-6 tahunan.
Berhubung kami hanya berkunjung, kami tak mau berlama-lama di daerah ini. Hati ini ingin sekali menikmati lebih lama lagi. Namun, kami juga punya rencana yang lainnya. Belum lagi kalau terjebak macet. Sebelum pukul 13.00 kami turun. Kami berpamitan dengan sahabat yang amat baik ini. Saya mengemudikan mobil dari pondok hingga keluar dari gerbang perumahan ini. Woao….asyik betul mengitari liku-liku jalan di kompleks ini. Andai kesabaran manusia Indonesia seperti jalanan ini, segala persoalan terselesaikan dengan kepala dingin.
@@@@@@
Keluar dari perumahan, jalanan cukup lancar. Sempat macet ketika mau masuk jalan raya. Namun, tak lama. Tujuan kami berikutnya adalah Puri Avia. Di puri inilah kedua teman kami tinggal selama sebulan pada 2 tahun lalu. Kami bertemu reseptionis lalu bertemu dengan sahabat kami lagi. Sahabat teman saya adalah sahabat saya, maka mereka yang kami jumpai hari ini adalah sahabat kami berempat. Kami berbagi cerita. Kebetulan sahabat yang kami jumpai ini sama-sama Katolik, kami mengisahkan kisah perayaan Natal dan tahun baru. Dua peristiwa bersambung. Saya tertegun dengan sahabat yang satu ini. Dia datang dari Depok setiap hari untuk bekerja di daerah Cipayung ini.
Menegndarai motor sejauh ratusan kilometer selama 6 hari setiap pekan. Woao….kalau dijumlahkan sudah ribuan bahkan jutaan kilometer yang ia tempuh dengan sepeda motornya. Katanya, dia bekerja di sini sudah 5 tahunan (?). Tingga dijumlahkan saja jarak yang ia tempuh. Kadang-kadang ia terjebak macet di tengah jalan. Datang pagi-pagi dari rumah, dan pulang larut malam. Kalau hujan, keadaan jalanan agak lain lagi. Sama menderitanya dengan terjebak macet. Pokoknya dia mengalami suka-duka perjuangan dari Depok ke Puncak. Inilah perjuangan sahabat kami ini. Macam-macam model perjuangan demi sesuap nasi.
Jangan tanya, tidakkah lebih baik mencari pekerjaan di sekitar Depok saja? Zaman sekarang agak susah mendapatkan pekerjaan yang nyaman, kondusif, sesuai dengan minat, penuh daya juang, dan sesuai selera kita. Bisa saja sahabat ini mengabaikan jarak yang ada karena merasa nyaman bekerja di tempat ini. Dia menceritakan kalau ada juga rekan kerja yang keluar beberapa bulan sebelumnya. Dia bisa bertahan dengan kinerjanya yang dinilai oleh pimpinan hotel. Dia merasa cocok dengan suasana lingkungan kerja yang ada. Buktinya dia menduduki posisi yang lumayan bagus.
Setelah bercerita panjang lebar, kami berfoto di sekitar puri. Tidak banyak gambar yang diambil. Kami baru menyesal kalau kami tidak berfoto bersama sahabat kami sebelumnya tadi. Di sini pun, kami tidak berfoto dengan kenalan kami. Dia sudah kembali ke kantornya lagi sehingga kami berempat saja yang mengambil gambar. Tak apa-apalah. Kamera saku kami memang mungkin rusak kalau kena air hujan. Situasi tidak mendukung untuk mengambil gambar di alam bebas. Kami hanya berfoto beberapa kali saja.
@@@@@@
Setelahnya, kami berjalan lagi. Kali ini suasana jalan cukup lancar. Baru saja diberlakukan jalan satu arah, dari Puncak ke Ciawi. Mobil kami melaju kencang sampai di Jakarta. Kami tiba kembali di rumah pukul 15.30. Inilah perjalanan wisata tahun 2012. Kami memulai tahun ini dengan perjalanan. Seperti perjalanan menciptakan beragam pemandangan, semoga tahun 2012 ini menawarkan beragam keberhasilan dalam perjuangan kami. Terima kasih Tuhan, kami boleh mengalami semua keindahan yang kau berikan. Terima kasih atas lindungan-Mu dalam perjalanan hari ini. Tak gampang mengemudikan mobil dalam keadaan kurang tidur. Namun, kami yakin Engkaulah yang menguatkan kami dalam perjalanan hari ini. Saya menemani teman yang mengendarai mobil, dua teman saya lainnya terlelap di kursi belakang. Kami selamat tiba di tempat tujuan. Terima kasih Tuhan Yesus……
CPR, 21/1/2012
Gordi Afri
Posting Komentar