KUNJUNGAN KE GUA MARIA JATININGSIH
Tulisan ini merupakan lanjutan dari
tulisan tentang Kunjungan ke Gua Jatiningsih nan Unik yang diposting pada 30
April yang lalu. Tidak direncanakan untuk menulis lanjutan. Tetapi, karena
merasa masih ada kaitan sehingga perlu ada tulisan baru. Kaitan inilah yang
akan menjadi inti dari dua tulisan ini.
Ada kaitan antara peran kaum muda
dalam kegiatan rohani dalam Gereja Katolik. Bukan hal baru kalau muncul
sindiran dan penilaian negatif terhadap kaum muda Katolik. Kaum muda cuek dengan
hal-hal yang berbau rohani. Kaum muda tidak mau terlibat dalam acara rohani. Kalau
pun terlibat, hanya saat-sata dibutuhkan saja. Kalau mau nikah baru ikut
nimbrung di gereja. Tidak beda jauh dengan label orang Katolik KTP doank atau orang Katolik Napas (Natal Paskah).
Benarkah demikian kenyataannya?
Bukankah ada orang muda katolik (OMK)
yang membentuk kelompok doa, kelompok nyanyi, kelompok olahraga di paroki, dan
kelompok kaum muda lainnya? Bukankah mereka juga terlibat dalam acara ulang
tahun paroki? Untaian pembelaan dan bantahan bisa dibeberkan. Tentu yang
penting adalah kesadaran semua kaum muda katolik. Kesadaran membawa seseorang
pada inti hidupnya. Orang yang bertindak tidak sadar akan menemukan jalan
buntu. Pembelaan atau bantahan yang tidak sesuai kenyataan akan memalukan diri
sendiri dan kelompok. Demikian juga tuduhan negatif tanpa fakta yang kuat akan
memalukan. Orang akan mencap penuduh main hakim sendiri, asal tuduh tanpa
menyentuh kenyataan. Ini bagian dari perjalanan (dinamika) kaum muda dalam
gereja Katolik.
Perjalanan kaum muda selalu menarik
untuk diteliti. Perjalanan ini juga yang mewarnai perjalanan kami ke Yogyakarta
tepatnya di sekitar Gua Maria Jatiningsih beberapa waktu lalu. Saya mengapreasi
panitia acara ini. Diapreasi karena mereka yang merencanakan agar perjalanan
ini bermanfaat bagi semua peserta. Salah satu manfaatnya adalah meningkatkan
hidup rohani.
Kehidupan rohani itu menjadi nyata
dalam acara jalan salib yang dilakukan pada siang hari. Saya tidak menyangka
kalau teman-teman mahasiswa masih semangat dan mau melakukan acara rohani ini. Di
bawah terik mentari yang menyengat pada jam 2 siang, kami mengadakan jalan
salib. Berjalan menyusuri rute jalan salib di kawasan gua. Tampak wajah mereka
memerah setelah disorot sinar matahari namun mereka tetap semangat dan setia
berhenti di tiap stasi/perhentian.
Ini tanda-tanda ada harapan bahwa kaum
muda sebenarnya tidak anti kegiatan rohani. Mereka juga mau dan ikut terlibat. Untuk
memulainya perlu bantuan media yang pas. Salah satunya adalah melalui kegiatan
bersama kaum muda seperti ini. Dalam kelompok yang sama (tempat kuliah dan umur)
solidaritas akan tercipta. Karena solidaritas ini juga lah kelompok KMK
Mercubuana bersatu mengikuti acara rohani di gua ini.
Saya tidak melihat kaum muda anti
acara rohani. Boleh jadi penilaian negatif terhadap kaum muda muncul ketika
melihat peran mereka di paroki. Yang berperan biasanya didominasi oleh kaum
tua. Ini menjadi rambu bahwa kaum muda memang mungkin kurang terlibat. Tetapi bisa
juga ini menjadi tanda bahwa kaum tua tidak melibatkan kaum muda dalam kegiatan
di paroki. Acara seperti misa kaum muda tentu diminati oleh kaum muda. Acara bersama
antara kelompok muda menumbuhkan semangat muda. Memang di atas semua ini tentu
membutuhkan proses. Proses yang mesti diikuti terus menerus sehingga menjadi
perjalanan panjang kaum muda menemukan semangat rohani. (habis)
CPR, 17/6/2012
Gordi Afri
Posting Komentar