Cerita Sampai Larut Malam
gambar, wallpaperswide.com |
Saya hanya
mendengar paparannya. Saya memang pernah mendengar tentang keluarga kami ini.
Tetapi amat terbatas. Kami tahu ada keluarga yang sudah lama merantau ke
Makasar. Kami hanya bisa membayangkan. Belum pernah melihat orangnya. Bahkan
fotonya pun tidak. Itulah sebabnya saat dia bertemu saya dia menyuruh saya
menebak siapa dia. Saya betul-betul tidak mau menebak. Dia ngotot tetapi saya
tidak mau. Bukan karena sekadar tidak mau. Saya mau supaya dia sendiri yang
memberitahukan pada saya sebagai anaknya.
Dia pun
akhirnya menjawab. Dia adalah saudari dari mama saya. Bukan saja memberitahu
sebagai saudari tetapi cerita lain mengalir juga. Dulu dia merantau ketika mama
saya masih sekolah menengah. Tetapi mereka sudah saling berkenalan. Mama saya
kiranya tahu bahwa saudarinya ini suatu saat akan bertemu saya. Dan, memang
saya bertemu dengannya dalam kunjungan ke Makasar ini.
Cerita lain
tentang seputar keluarga kami dan keluarga dia juga ikut terkuak. Sejarah,
asal-usul, kisah hidup, situasi keluarga, situasi di kampung, tentang kehidupan
keluarganya sekarang, dan beberapa topik lainnya menjadi bahan pembicaraan.
Saya mendengar saja. Memang tugas saya hanya mendengar. Saya sama sekali tidak
punya bahan cerita. Saya hanya ambil bagian ketika sesekali meminta penjelasan
ulang. Atau juga membuat perbandingan dengan keadaan dan situasi sekarang.
Saya
betul-betul merasa puas mendengar cerita saudari sepupu dari mama ini. Saya
dapat pengetahuan baru dari cerita ini. Saya tidak berada pada posisi untuk
menilai. Bukan itu tujuan saya mendengar cerita ini. Saya mencoba mengambil
hikmah dari pengalaman yang dituturkan. Terutama kisah petualangan hidupnya.
Salah satu yang berkesan adalah bagaimana dia menumbuh-kembangkan iman
anak-anak.
Dia dikenal
sebagai guru bina iman. Sehari-hari memang, saudari dari mama saya ini,
mengajar di sekolah. Sebagai guru tentu dia punya jiwa mendidik. Dan dia tidak
saja mendidik di sekolah. Dia juga menjadi pendidik iman anak-anak di Gereja.
Maka dia menjadi guru di dua tempat, di sekolah dan di institusi keagamaan. Di
sekolah sebagai pengajar ilmu empiris. Di institusi keagamaan dia dikenal
sebagai pengajar iman Katolik. Dia disukai anak-anak kecil justru karena dia
berpengalaman menjadi pengajar iman anak. Anak yang nakal, menurutnya, mesti
dibina sejak kecil. Dan ada hasilnya. Anak-anak didikannya patuth padanya
ketika melihat dia ikut bersama mereka dalam pesta besar keagamaan.
Selain sebagai
pendidik, dia juga ikut dalam organisasi sebuah koperasi yang cukup berkembang
saat ini yakni, Credit Union. Di sini dia dipandang sebagai orang senior untuk
cabang wilayahnya. Dengan ikut sertanya di beberapa lembaga ini, dia hanya
punya sebagian waktu untuk keluarga. Itulah sebabnya dia menggunakan waktu yang
ada untuk kembali ke keluarga. Bertemu suami dan anak-anaknya. Memang mereka
sudah besar (anak-anak) dan hampir
semuanya berkeluarga. Tinggal satu orang yang tinggal bersama dia dan suaminya
di rumah.
Setiap hari
dia mengajar. Maka, cerita malam ini pun harus berakhir sebelum tengah malam.
Kami berhenti bercerita pada jam 11.50 malam waktu Makasar. Dia senang bertemu
saya. Dia kini tidak saja kenal mama saya tetapi juga saya sebagai anaknya.
Saya juga senang bukan main karena bisa bertemu dan berkenalan dengannya.
Terima kasih Ibu Maria, kita sudah berkenalan dan berbagi cerita. Salam dan doaku
untukmu.
PA, 2/5/13
Gordi
Posting Komentar