Halloween party ideas 2015

Naik Mobil ke Mariso

foto ilustrasi jalan di Gowa
oleh Die Welt, wie ich sie vorfand
Diistimewakan. Kata itulah yang menggambarkan perjalanan saya di Makasar. Saya diistimewakan ketika berangkat dari rumah keluarga saya di Gowa ke Mariso-Makasar. Gowa adalah kabupaten terdekat dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, Makasar. Jaraknya hanya 11 kilometer. Itulah sebabnya antara Gowa dan Makasar biasanya ditempuh dengan sepeda motor saja. Warga yang bekerja di Makasar tinggal di Gowa. Atau warga yang bekerja di Gowa tinggal di Makasar.

Saya diantar dari Gowa ke Makasar menggunakan mobil. Kebetulan ada keluarga yang punya mobil. Dia termasuk orang sukses di antara keluarga di sana. Tinggalnya di Gowa. Dan dia menawarkan untuk naik mobilnya ke Mariso. Tak sia-sia dia beli mobil. Mungkin juga karena saya adalah tamu di sana. Memang dia baik—dalam hal ini—menurut saya. Bapak saya dulu mengajar dia ketika masih SD. Entah itu juga masuk pertimbangannya untuk mengantar saya atau tidak. Yang jelas dia rela mengajak bapa kecil saya dan adik saya untuk sama-sama mengantar saya ke Mariso.

Saya begitu merasa istimewa. Saya ini orang kecil. Pelayan rakyat kecil. Saya sebenarnya hanya bisa diantar pakai sepeda motor saja seperti yang dilakukan saudara sepupu saya tadi pagi. Sepupu saya mengantar saya dari bandara Sultan Hassanudin, Maros ke Gowa dengan sepeda motor kecilnya. Saya memang butuh perjuangan keras menahan sakitnya pantat dan menepis debu yang beterbangan di jalanan. Tetapi, saya senang karena dengan itu, saya tahu, betapa berat perjuangan saudara saya di kota Makasar ini. Sebagai saudara, saya juga pantas mengalami perjuangan berat seperti ini. Memang tidak seberapa. Saya hanya mengalami selama sejam sedangkan mereka mengalami berhari-hari selama mereka mencari nafkah di Makasar.

Keistimewaan saya ini membuat saya senang juga. Betapa asyiknya naik mobil di kota Makasar. Bisa lebih leluasa melihat pemandangan di sekitar jalan. Lagi-lagi ini terjadi atas jasa keluarga yang baik hati ini. Saya tidak menyangka saya akan diantar pakai mobil. Semula saya duga akan naik motor saja. Toh saya sudah naik motor dari bandara yang jaraknya sekitar 25 kilometer ke kota Makasar. Kalau dihitung jaraknya menjadi 36 kilometer. Jarak Makasar-Gowa 11 km, bandara-Makasar 25 km. Jarak dari Maros—daerah tempat bandara berada—ke Makasar adalah 30 km. Dugaan saya meleset. Dan kepelesetan ini betul-betul di luar dugaan. Faktanya memang kami naik mobil.

Saya diterima oleh romo kenalan saya di Seminari Petrus Klaver-Makasar. Kami bercerita sebentar lalu dia menunjukkan kamar untuk saya. Saya menuju kamar kemudian keluar lagi untuk mengurus keperluan mandi. Saya tidak emngira juga kalau di kamar tidak ada persediaan perlengkapan mandi. Saya memang terbiasa membawa perlengkapan mandi ketika bepergian. Hanya saja beberapa waktu belakangan saya jarang bawa karena di tempat tujuan saya selalu disediakan perlengkapan mandi. Rupanya ini tidak berlaku di sini.

Tetapi ini tidak menjadi persoalan bagi saya. Yang penting bagi saya, ada kamar untuk tidur, mandi, dan merenung. Dan ini semua sudah saya dapat di sini. Malam ini saya bisa tidur tenang di kamar ini. Di sekitar tempat tidur saya memang ada banyak tempat tidur lengkap dengan kasurnya. Kamar ini memang menjadi tempat isolasi bagi orang sakit dan butuh perawatan. Jadi, kalau ada siswa seminari yang mengalami gejala seperti ini diperilakan untuk menggunakan ruang ini. Tentu saya tidak mengalami ini. Saya menginap sebagai tamu. Dan saya menginap selama 2 malam di sini. Tes dengan siswa yang saya temui mulai malam ini. Satu untuk malam ini, besok tiga dan lusa sisa satu. Itulah sebabnya sore hari pada hari ketiga saya bisa kembali ke Gowa. Siang harinya saya bertemu teman saya di rumahnya.

Dia kaget karena saya bisa melihat rumahnya. Inilah istimewa yang lain yang saya alami dalam kunjungan ke Makasar ini. Dari yang mustahil menjadi kenyataan. Kami kenal melalui dunia maya. Dan kami berelasi akrab meski tidak pernah bertemu dan tidak akan bertemu. Ternyata dunia nyata berbcara lain. Saya bisa mendatanginya. Mungkin ini penyelenggaraan Dia di atas. Kami bercerita selama 2 jam lebih di tengah panasnya hawa Makasar. Tetapi kami tidak bisa jalan-jalan sore hari di Pantai Laotsari, salah satu tempat ramai di sana. tetapi cukuplah pertemuan ini. Cerita berikutnya bersambung yah... (bersambung)

PA, 2/5/13
Gordi

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.