Halloween party ideas 2015

 


Pagi hari keempat ini, rasanya lega. Meski kebersamaan kami belum berakhir, satu bagian sudah kami lewati. Butuh waktu tiga hari, untuk membahas topik penting, sebelum maju ke topik yang tak kalah penting berikutnya. Dan kebersamaan ini masih akan berlanjut, meski bagian pertama selesai pagi ini, di tempat ini.

 

Ini adalah rangkaian panjang yang tak terpisahkan. Seperti dalam gerbong kereta api, tak ada yang dipisahkan. Semuanya serangkai dan dikomandoi oleh kereta penarik atau lokomotif. Lokomotif kami adalah pertemuan atau asemblea tahunan. Gerbang-gerbang yanG ditariknya meliputi pertemuan tiga hari di kota ini, kemudian rekreasi bersama mengunjungi Museum dan bekas Gereja Katolik di kota Lop Buri. Inilah program untuk hari ini, sebelum kami akan berangkat ke komunitas asing-masing.

 

Sebelum rencana ini dimulai, tentu kami ingin mengucap syukur pada Tuhan terlebih dahulu. Misa hari terakhir ini tetap dilaksanakan pada tempat yang sama. Ruang pertemuan nan asyik. Setelahnya, kami ber-sarapan ria. Suasananya masih rekreatif seperti sarapan 3 hari sebelumnya. Bedanya hari ini, tidak dikejar waktu. Maka, suasana santai ditekankan. Dan dalam nada santai tapi serius, kami juga mengucap syukur kepada pemilik tempat ini. Selama 3 hampir 4 hari ini, mereka melayani kami. Dari menyiapkan kamar-kamar yang mulanya berdua, kemudian sendiri-sendiri, kemudian menyediakan sarapan, makan siang, dan malam. Juga tak kalah penting, ruang pertemuan yang nyaman. 

 

Semua fasilitas ini dimiliki oleh pemilik yang baik hati ini. Kebaikannya akan kami kenang. Sebab, dari kami menghubunginya, kami datang, kami gunakan fasilitas ini, kami meminta yang kurang, dan sebagainya, dia selalu melayani dengan sebaik mungkin. Ini adalah kebaikan yang standar. Tapi menjadi lebih dari standar ketika itu dijiwai dengan semangat persaudaraan dan cinta kasih. Inilah dasar dari kebaikan plus berikutnya.

 

Setelah foto bersama dengannya, kami siap-siap pulang. Membereskan perlengkapan masing-masing, kamar, dan sebagainya. Terima kasih untuk kamar yang menjadi ‘home’ saya selama 4 hari ini. Dari meja dan kursi tempat saya mengetik dan membaca atau berdoa pribadi, kemudian dari tempat tidurnya tempat saya beristirahat, kemudian dari kamar mandinya tempat saya membuang kelelahan seharian, dan sebagainya. Semuanya ini selesai dan kami berangkat. 

 

Saya dan Romo Alessio berangkat bersama. Sebab, kami akan pulang bersama. Romo Rey dengan mobilnya sendiri, sebab ia akan ke Bangkok. Dan rombongan Bangkok satu mobil sendiri. Tiga mobil menuju ke tempat yang sama yakni kota Lop Buri. Dari kota Sing Buri ke Lop Buri tidak terlalu jauh. Kotanya bertetanggaan. Di sana, kami akan mengunjungi Museum Nasional Raja Narai (King Narai National Museum). Ini akan menjadi kesempatan emas untuk mengenal sejarah Thailand. Mumpung ini adalah bagian akhir dari pertemuan. Kunjungan seperti ini justru menambah pengetahuan tentang daerah misi. Selain tentu saja mempererat kebersamaan kami.

 

Meski dibilang dekat, dengan mobil tentu membutuhkan sekitar 1 jam-an. Dihitung dengan kepadatan yang ada di beberapa titik. Entah karena banyak pengguna jalan, atau juga karena ada perbaikan besar. Perbaikan jalan kadang membuat pengguna jalan harus menambah jarak tempuh. Sebab, jalurnya diputar untuk menghindari titik perbaikan. Dan, kami melewati jalur putaran seperti ini. Setelah sejam berjalan sambil bercerita, kami tiba di depan Museum. 

 

Mobil kami diparkir di bahu jalan. Mungkin karena kami akan mengunjungi tempat berikutnya. Sebab, sebenarnya bisa juga memarkir di dalam Museum. Tetapi memang tidak ada yang merisaukan. Semuanya akan baik-baik saja. Kecuali mungkin oleh hewan Kera yang berkeliaran. Biasanya Kera akan menghampiri mobil yang bermuatan buah-buahan atau makanan lainnya. Tapi, mobil-mobil kami tertutup dan tidak membawa buah-buahan. Amat kecil kemungkinannya ia datang.

 

Museum Kerajaan dan Gereja St Paulus

Selang beberapa menit kemudian, kami masuk Museum. Seorang dari kami membeli tiket untuk semua, sementara yang lainnya menuju Toilet. Memang tidak semuanya, tapi saya hitung sekitar 4 dari kami ber-7 ke Toilet. Maklum, setelah sejam berjalan, tentu tubuh ini perlu membuang zat yang tidak dibutuhkan lagi. Seperti Thailand pada umumnya, Museum ini juga amat bersih, mulai dari toiletnya. Wangi dan bersih.

 

Masuk ke bagian dalamnya, sudah terlihat pemandangan hijau. Oleh pohon-pohon yang rindang. Cocok untuk berteduh. Tampak beberapa petugas kebersihan sedang membersihkan dan merapikan beberapa bagian di salah satu sudut. Di sisi kiri dari pintu masuk, ada halaman besar, yang ditandai dengan puing-puing bangunan kuno. Ini adalah bagian dari bangunan istana Kerajaan Narai. Bagian ini masih terkait dengan bagian dalam yang bangunannya masih eksis sampai sekarang.

 

Bangunan eksis itulah yang disulap menjadi ruang Museum. Dengan berbagai koleksi yang menarik. Sisi sejarah Thailand memang ditampilkan dengan baik di sini. Memerhatikan benda-benda antik yang ada, saya teringat akan Italia, negara dengan koleksi barang antik yang amat bagus. Kehebatan Thailand dalam merawat sejarah patut dipuji. Cerita ini menjadi panjang sehingga baik kalau akan diulas dalam edisi tersendiri. 

 

Dari bagian Museum bagian bawah ini, saya berpindah ke Museum sebelahnya. Saya naik ke lantai 2. Di sana ada pajangan benda kuno yang dipakai oleh Raja Narai, atau juga yang terkait dengan Kerajaannya pada zaman itu. Rupanya diplomasi Raja Narai bersama beberapa negara amat hebat. Raja yang terbuka seperti ini kiranya akan membangun masa depan Kerajaan yang lebih baik. Misalnya ada peninggalan Raja yang menandakan relasinya dengan Kerajaan di Prancis. Sungguh, berjalan di antara pemajangan barang-barang kuno ini tidak membawa kebosanan. Setidaknya bagi saya yang suka Sejarah. Beda dengan Museum bawah yang full AC, museum atas ini hanya bermodalkan kipas angin besar. 

 

Setelah semuanya dikelilingi, saya turun ke taman. Sambil menunggu teman-teman yang lain, saya ingin menikmati pemandangan taman. Dari arah toilet, saya menuju ke dua bangku taman. Di sana teman saya Romo Rey sudah duduk lebih dulu. Bosan di taman, kami berpindah ke Caffe yang ada di sebelah pintu masuk Museum. Kami memesan Teh dan Kopi, lalu menikmatinya sambil berbagi cerita dalam ruang ber-AC itu. Minuman hangat itu sangat cocok untuk suhu AC yang dingin. Seperti orang-orang Phillippines pada umumnya, orang-orang Thailand juga mengatur AC dengan suhu yang rendah sekali. AC memang menciptakan suhu ruangan yang dingin tapi tidak bisa sampai sedingin-dingin sekali. AC hanyalah mesin pendingin yang bekerja berdasarkan suhu normal di luar ruangan. Maka, jika rerata suhu tropis 27-28, jangan memaksa AC untuk bekerja sampai menciptakan suhu 18-21. Ini bisa saja dibuat, tapi bayangkan betapa kerasnya kerja AC itu nanti.

 

Setelah menikmati Museum itu, kami berpindah ke reruntuhan Gereja Katolik St Paulus. Jaraknya hanya 3 km dari Museum. Kami pun memutuskan untuk berjalan kaki. Romo Rey menjadi pelopor dari perjalanan yang ngos-ngosan ini. Memang dekat, tapi untuk pejalan kaki, itu amat jauh. Memang di sana, kami hanya melihat bekas reruntuhan gereja. Tapi dari reruntuhan itu, bisa digali sejarah Kekatolikan di Thailand. 

 

Setelah lelah, kami berhenti di sebuah restoran, untuk makan siang. Menu lokal nasi dan beberapa lauk yang enak dinikmati. Apalagi lapar seperti ini. Setelah duduk menikmati menu ini, kami berangkat lagi. Berjalan kaki di tengah teriknya mentari Lop Buri. Kaki ini terus melangkah, mencapai tujuan akhir di parkiran mobil. Mata juga bekerja, menemukan celah di antara pedangang yang memakai bahu jalan. Sesekali melirik ke kiri kanan, sambil menangkap peluang untuk nyebrang jalan. Semua ini berakhir dalam suhu yang panas, dan masuk mobil.

 

Perjalanan Pulang

Romo Alessio memulai menyetir mobil dari Lop Buri sampai kota Kampheng Pet. Mula-mula kami bercerita sambil menikmati jalanan datar nan lurus itu. Saking lurusnya sampai membosankan. Perut yang kenyang pun seolah-olah mempercepat rasa kantuk datang. Saya pamit pada Romo Alessio, lalu tidur pulas. Terbangun ketika beberapa kota dilewati. Rupanya jarak 250-an km telah dilewati. Sudah saatnya mengisi kembali BBM. Sekalian berhenti dan membuang air. Saat berhenti ini, kami bertemu dengan banyak turis Italia. Mendengar bahasanya, saya langsung tahu, mereka dari Italia. Romo Alessio pun saya beritahu. Dan jadilah mereka berbincang. Betapa senangnya kala kita bertemu orang se-negara di negara orang.

 

Setelah menikmati kebahagiaan dalam percakapan singkat itu, saya dan Romo Alessio pamit. Kendali mobil diserahkan ke saya. Saya pun dengan senang hati menyetir. Jalanan ini masih datar dan lurus sekitar 80-an km sampai di kota Tak. Dari kota ini, jalanan mulai berkelok-kelok, naik turun, menuju kota Maesot. Tentu akan lebih asyik jika di jalanan seperti ini, tidak perlu banyak berhenti, selain melaju kencang, menaklukan tanjakan, dan menuruni turunan dengan lancar. Sayangnya kami harus berkelok-kelok melewati pos pemeriksaan juga. Terhitung ada 3 pos penjagaan, sebab ini masuk daerah perbatasan. Hanya satu pos yang cukup ketat. Polisi meminta kami menunjukkan kartu identitas. Dua pos lainnya lancar. Apalagi saya dilihat seperti orang Thailand, polisi dan tentara penjaga pun langsung melewatkan kami.

 

Setelah melewati jalan berkelok, kami tiba di kota Maesot. Dari sini, jalanan tidak berkelok-kelok lagi. Kembali ke jalan lurus, menuju Paroki kami. hanya di beberapa titik terdapat tanjakan kecil. waktu sudah agak malam, kala kami tiba di kota Maesot. Maka, kami memutuskan untuk berhenti di tempat pengisian BBM terakhir sambil menikmati makan malam. Di 7-11, kami membeli makanan malam, sebelum melanjutkan perjalanan. Ini kesempatan yang baik untuk beristirahat. Saya menikmati Hamburger dan Romo Alessio menikmati nasi goreng. Semuanya tersedia di 7-11. Hangatnya amat cocok dengan suhu dingin di sore jelang malam ini. Setelah 30 menit berhenti, kami melanjutkan perjalanan. Rute yang panjang ini pun kami tempuh sampai jam 8.20 malam. Kami tiba dan langsung menuju kamar masing-masing. Romo Alessio menginap di sini malam ini. Besok masih ada urusan di kota Maesot, sebelum ia melanjutkan ke komunitasnya pada siang atau sore harinya. Terima kasih untuk perjalanan 4 hari ini. Terima kasih Tuhan, atas perlindungan-Mu.

 

Km 48, 15/9/22

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.