11 Jam dalam Pesawat
model kursi dalam pesawat. Foto, Gordi |
Sebelas jam? Woao lama sekali. Di atas
bis saja bisa capek duduk selama itu. Tetapi memang beda, duduk di atas bis dan
pesawat. Getarannya beda banget.
Kalau dalam bis terasa getarannya. Sedangkan di pesawat, hampir tidak terasa.
Inilah yang kami rasakan dalam perjalanan dari Singapura ke Turki, Istanbul.
Sebelas jam. Hampir tidak terasa. Fonsi
berujar, “Wah gelap terus. Kapan paginya?” Penerbangan ini memang penerbangan malam
hari. Dari Singapura saja, kami berangkat malam, sekitar jam 9 atau 10 WIB. Dan
sepanjang sebelas jam itu, terasa malam terus sampai di Turki. Beda waktu
Singapura dan Turki 5 jam. Jadi, wajar jika rasanya seperti malam terus. Dari
malam ke malam.
Fonsi tersenyum melihat film, foto Gordi |
Kami makan 2 kali dalam perjalanan antara
Jakarta-Istanbul. Makanannya enak
sekali. Tetapi yang lebih diingat adalah kami tidak makan nasi lagi. Saya mulai
mencicipi daging, roti, dan kue yang enak tentunya. Saya juga memilih jus lemon
sebagai minumannya. Saya minum sedikit air. Biar tidak sering ke toilet. Dan
memang saya tidak pernah ke toilet. Air yang saya minum rupanya cukup untuk
pembakaran dalam tubuh. Tidak ada sisanya. Di Istanbul baru buang
air kecil.
Di Istanbul juga kami mulai berbahasa
Inggris. Dalam pesawat tadi sudah mulai. Hanya saja belum selancar waktu di
Turki. Di pesawat hanya ngomong satu dua kalimat saja. Yang lainnya pakai
tangan saja. Tunjuk. Di Turki juga hanya Fonsi yang sering tanya ke sana kemari
pakai bahasa Inggris. Saya sendiri tidak banyak bicara. Saya mengikuti petunjuk
dalam tiket. Dan tidak perlu banyak tanya ke sana kemari. Saya tahu malu
bertanya sesat di jalan. Tetapi, saya sudah tahu jalannya, rutenya, sehingga
tidak perlu bertanya.
Penulis serius melihat rute pesawat, foto Gordi |
Tetapi saya salut dengan Fonsi. Dia memang
orangnya dikuasai rasa khawatir. Dia tidak yakin dengan penjelasan saya
sehingga harus ke sana kemari. Saat itulah dia rupanya bisa mempraktikkan
bahasa Inggris dengan leluasa. Dalam hal ini saya rugi.
Ngomong-ngomong
dalam pesawat selama 11 jam ini, saya banyak tidurnya. Bangun, makan, lalu
tidur lagi. Tidak suka tonton film. Fonsi kadang-kadang menonton. Saya buka
layar hanya untuk cek berapa jam lagi tiba, suhu, dan waktu saja. Juga rute
pesawat. Itu saja.
Enak
juga yah duduk dalam kursi pesawat ini. Dua kali dibagikan kain yang direndam air hangat. Rasanya pas banget. Sebab,
suhu dalam pesawat dingin sekali. Dan kain itu bisa ditempelkan di tangan atau
hidung atau muka biar hangat. Setelahnya petugas yang membagi kain itu datang
lagi dan mengumpulkan kain itu. Tetapi ngomong-ngomong, bagaimana suasana di
bandara Turki? Apa nama bandaranya ? (bersambung)
Parma, 26 Oktober 2013
Gordi
Gordi
Sebelumnya Dari Indonesia ke Italia 7
Posting Komentar