Semalam memang rasanya capek sekali. Habis Rosario, saya langsung tidur. Dan nyenyak sekali. Mula-mula dengan menghidupkan AC, kemudian tanpa AC. Rasanya tidak ada yang perlu dimintai pendapat saat matikan AC. Begitu terasa dingin, langsung dimatikan. Semalam memang enggan seperti ini karena ada teman di sebelah. Tidur berdua memang asyik bercerita, tapi tidak nyaman soal AC atau lampu atau TV dan sebagainya. Malam ini, kami minta kamar tambahan. Agar bisa tidur sendiri-sendiri.
Tidur nyenyak memang bisa melupakan hal yang lain. Karena itulah, pagi ini, sebelum mandi, saya menuliskan artikel renungan harian, yang seyogianya harus ditulis semalam. Syukurlah, lancar dan cepat. Sebab, idenya sudah ada. Tinggal menuangkan rencana homili pagi ini. Saya dapat giliran memimpin Misa pagi. Panitia membagi petugas pemimpin Misa berdasarkan negara. Oleh teman saya yang senior, saya didapuk menjadi pemipin Misa. Saya terima dengan senang hati.
Beda dengan kemarin, hari ini kami mulai dengan Misa pagi. Di mana-mana Ekaristi menjadi sebuah perayaan syukur. Dalam rasa syukur itulah terlintas harapan. Maka, jika kita ingin bersyukur, pasti ada harapan yang mendahuluinya. Kami pun memohon rahmat pengharapan ini dalam Misa pagi. Kami berharap bahwa kami benar-benar melaksanakan misi-Nya di Thailand. Bukan misi pribadi kami masing-masing. Untuk tugas ini, kami diajak untuk mengenal di mana posisi kami sekarang. Baik di Indonesia maupun di Thailand, misi itu tetap sama. Yakni misi Tuhan sendiri. Maka, semua yang bermain-main di balik misi-Nya ini mesti disingkirkan.
Thailand memang menjadi negara Buddha yang unik di Asia. Tapi, di Thailand, semua agama diterima dengan baik. Dalam perjalanannya tentu ada pengecualian sana-sini. Yang berujung ke arah ‘diskriminatif’, tapi itu tidak menjadi perkara besar. Di atas kertas memang kadang ada persoalan soal dokumen. Tapi, itu tidak perlu menjadi kerisauan yang berkepanjangan. Harapan ke arah yang lebih baik tentu amat dibutuhkan. Itulah sebabnya diskusi membahas soal ini perlu ditingkatkan.
Setelah kenyang dengan santapan rohani, kami masuk ruang santapan jasmani. Nasi goreng ala Thaland sudah tersedia. Ini santapan yang enak, namun ada juga persediaan roti. Bagi mereka yang tidak makan nasi. Dan beberapa dari kami memang senang menikmati roti di pagi hari. Dua santapan ini dipadu dengan kopi hangat. Perpaduan rasa ini membuat pagi yang sejuk dan indah ini makin asyik. Di atas restoran terapung itu, kami juga menikmati pemandangan pagi. Melihat mentari yang bersinar dengan terang. Seterang harapan hati kami untuk akivitas selanjutnya.
Hari ini, kami berhasil menyelesaikan pembahasan soal program pastoral. Dimulai dengan sesi lanjutan dari Komunitas Bangkok. Kemudian dari Komunitas Umphang. Dari komunitas ini, ada program unik. Karena pastoralnya bervariasi: di sekolah, di keluarga Katolik, dan anak asrama. Romo Reynaldo SX asal Indonesia adalah ujung tombak dari misi di kota Umphang ini. Meski awalnya mau ditutup oleh pemimpin kami beberapa tahun lalu, Romo Rey tidak patah semangat. Tanah misi baru ini memang belum pernah disentuh oleh tangan-tangan misionaris pendahulu. Maka, bagi mereka yang masuk pertama, salah satu tantangannya adalah patah semangat. Romo Reynaldo melewati tahap sulit ini dengan baik.
Ia pun dengan gigih memulai kunjungan perdana sejak 2015 silam. Setahun kemudian, misi ini sempat dihentikan dengan alasan tidak menjanjikan masa depan. Keputusan pemimpin kami waktu itu amat keliru. Selain tidak pernah berkunjung ke sini, Pastor asal Italia itu memutuskan secara sepihak dan amat gegabah. Keputusannya yang salah waktu itu, kini justru menjadi sebaliknya. Ia yang semula meragukan misi baru ini, kini dibuat ternganga oleh perkembangan yang dibuat Romo Reynaldo. Romo Rey memulai dari nol. Ia sadar betul bahwa di sini tidak ada keluarga Katolik. Alih-alih mundur, ia mencari keluarga Katolik dan menemukan mereka. Mereka yang hidup tanpa sang gembala itu kini amat senang. Kalau didiamkan memang seperti kota ini tanpa orang Katolik. Tapi begitu dicari, ada yang datang dan mau memperbarui iman Katoliknya yang sudah lama terpendam.
Pelan-pelan keluarga-keluarga Katolik akan muncul. Perkembangan ke arah komunitas Katolik pun mulai tampak. Setelah komunitas spiritual dibentuk, kini komunitas fisiknya sedang dikerjakan. Dari tidak ada tempat berdoa, kini mereka sedang menunggu penyelesaian gedung Kapel yang pertama. Bersamaan dengan itu, Romo Rey masih berkecimpung dalam pengajaran di sekolah, dan pengembangan asrama. Kini, ia dibantu oleh seorang Romo lain yang manangani bidang asrama.
Misi Romo Rey di Umpang bermula dari misi Xaverian di Paroki St Yosef Pekerja, km 48. Sore ini, kami mendengarkan pemaparan program pastoral dari paroki ini. Paroki ini memang boleh dibilang mandiri. Umatnya banyak dan organisasinya teratur. Meski demikian, paroki ini akan berjalan di tempat jika gaya pastoralnya hanya itu-itu saja. Maka, dalam program pastoral ini, kami juga menambah inisiatif baru. Seperti mempelajari bahasa dari suku-suku yang lain, termasuk bahasa Myanmar. Juga adakan kunjungan ke keluarga-keluarga Katolik Myanmar. Ini yang saya buat bersama katekis kami yang bisa berbahasa Myanmar.
Kegiatan hari kedua ini ditutup dengan ibadat sore bersama. Lalu, makan malam. Ini makan malam unik. Sebab, di dalam kamar makan berbentuk restoran itu, ada juga kelompok umat Katolik. Tempat ini memang punya restoran yang buka tiap hari. Seperti semalam, malam ini juga ada banyak kelompok dan perorangan yang datang. Dan, pemilik restoran memperkenalkan kelompok Katolik ini kepada kami. Mereka rupanya adalah sebuah keluarga besar yang sedang merayakan ulang tahun. Kami ber-7 pun memberikan berkat khusus kepada 3 orang yang berulang tahun. Senang bisa bertemu dengan umat di tempat pertemuan seperti ini. Ini adalah momen kebahagiaan bagi kami semua di hari kedua ini.
SGBR 13/09/22
Posting Komentar