Perjuangan
Mendapatkan Pasport Indonesia
Dari Indonesia
ke Italia. Dua negara yang berbeda. Selain beda, juga berjauhan. Oleh karena
itu, tentu saja tidak gampang menjangkauinya. Perjalanan antara keduanya amat
panjang. Lebih dari dua negara, keduanya berada di benua yang berbeda.
Kali ini, saya
ingin menulis tentang perjalanan dari Indonesia ke Italia. Perjalanan yang
membutuhkan persiapan panjang dan banyak. Panjang karena waktu persiapannya
tidak singkat. Beberapa bulan, katakanlah demikian. Apakah tidak bisa
disingkat? Tentu saja bisa, kalau mau lancar. Tetapi, perlu diingat, tidak
gampang untuk mewujudkan keinginan. Ingin cepat tetapi nyatanya lambat.
Persiapannya juga
banyak. Mulai dari siap fisik dan pikiran. Fisiknya lemah ya, gak jadi
berangkat. Pikiran juga. Sebab, tidak bisa berangkat kalau orangnya tidak bisa
mengikuti petunjuk yang ada. Apalagi kalau pikiran terganggu alias kayak orang
gila itu (!).
Makanya,
jangan kaget jika saya mulai menulis sejak persiapan dokumen sampai tiba di
Italia. Kali ini saya mulai dengan periapan dokumen. Dokumen pertama adalah
pasport. Tentu dokumen lain diandaikan sudah ada. Misalnya, saya pergi untuk
belajar, maka dokumen pendidikan terakhir saya harus ada.
Tetapi, dari
bincang-bincang di sana, saya mendengar bahwa, untuk mengurus pasport baru,
pelayanannya di kantor ini. Di Kemayoran hanya untuk perpanjangan saja. Tetapi,
ini pun belum jelas. Karena, ada juga yang bilang, tidak ada istilah
perpanjangan pasport. Yang ada hanya mengurus baru. Beberapa teman kami yang
sama-sama mengurus di sini juga, pernah mengurus sebelumnya.
Kami berangkat
pagi-pagi, sekitar jam 5 pagi. Di sana ada beberapa orang yang duduk di beranda
kantor. Sejam kemudian, datang petugas pengamanan dan memberikan satu kertas. Kami
harus menulis nama di situ berurutan. Saya dapat jatah nomor 12. Setiap ada orang baru disuruh menulis di situ. Kemudian
kami berbaris ala kadarnya. Bukan baris-berbaris seperti militer atau anggota
pramuka, atau anggota upacara bendera.
Kami berbaris untuk dapat jatah nomor antri. Dan,
saya dapat nomor 12 lagi. Di daftar dapat nomor ini. Kemudian, di nomor antri
sama juga. Setelahnya, saya dan teman saya kembali ke Cempaka Putih untuk sarapan.
Perjalanan pagi lancar. Belum banyak kendaraan di jalan. Setelah sarapan, saya
siapkan dokumen yang dibutuhkan (surat permandian, akte kelahiran, KTP, kartu
keluarga, ijazah SMP dan SMA). Sebab, kantor Imigrasi dibuka pada jam 8 pagi. Diperkirakan
jam 8.30 mulai melayani pengurusan passport.
Jam 8.30, kami berangkat. Rupanya saya
terlambat. Di sana sudah banyak
orang. Dan, saya tanya beberapa di antara mereka yang tadi pagi saya jumpa. Mereka mengarahkan saya
untuk meminta nomor antrian yang baru. Saya minta itu di bagian loket 1. Diberikan tetapi diinterogasi dulu. Ditanya,
dari tadi dipanggil, ke mana saja? Saya kembali ke rumah untuk
sarapan, jawab saya. Dia berikan nomor antrian yang baru tetapi nomornya 16.
Saya keluar untuk mengurus satu kertas-dokumen
lagi sebagai pelengkap. Kertas ini mudah didapat. Tinggal dibayar 3 ribu rupiah
saja di tempat fotokopi. Setelahnya saya ke dalam untuk ikut antrian. Di loket
berikutnya—entah loket 2 atau loket 3—ada panggilan nomor antrian. Di situ
diserahkan dokumen yang diperlukan.
Di situ akan
dicek dokumennya. Dan, dokumen saya lengkap. Kemudian, saya menunggu panggilan
di loket berikutnya untuk pembayaran. Di sini juga lancar karena saya sudah
menyiapkan sejumlah uang yang cukup. Kebetulan teman saya sudah tahu sebelumnya. Hanya
saja, lama antriannya.
Dan, antrian
paling lama di loket berikutnya. Di situ akan diadakan foto dan wawancara serta
diberitahukan tanggal pengambilan pasportnya. Saya hitung kira-kira 2-3 jam
menunggu di sini. Dan, rupanya, kami lama antri karena alasan “teknis”. Sambil menunggu, saya
memerhatikan banyak mobil yang masuk, membawa banyak penumpang. Rupanya, mereka
inilah yang mengambil jatah kami.
Mereka ini masuk dengan “jalan tol”. Mereka datang
hanya untuk foto saja. Dokumen lain sudah diurus dengan lancar. Bayarannya mungkin
jauh lebih mahal dari kami yang lewat jalan biasa, bukan jalan tol. Tetapi,
saya juga tak tahu jumlahnya.
Setelah mereka semua hengkang, antrian kami
makin cepat. Satu per satu kami
masuk dan tidak lama kemudian dipanggil bersamaan per 4 orang. Rupanya kami
hanya foto saja. Foto tentu saja cepat. Wawancaranya tidak lama. Ya, hanya
tanya-tanya tujuan pembuatan pasport saja. Itu saja. Dan, setelah foto dan
wawancara, diberitahukan kapan pasportnya bisa diambil. Lima hari lagi pasport-nya
jadi.
Wah….cepat yahhh, 2 loket terakhir disatukan. Lalu, bisa diambil 5 hari kemudian. Saya menunggu
di Jakarta selama beberapa hari sebelum pasport keluar. Begitu keluar, saya
langsung kembali ke Yogyakarta sore harinya. Lagi-lagi saya beruntung,
dibelikan tiket pesawat untuk pulang. Datang dengan pesawat, pulang juga dengan
pesawat. Tetapi bukan karena saya punya uang. Kebetulan saya “ada keperluan”
sehingga dipercepat pulangnya.
Demikianlah perjuangan mendapatkan passport. Tulisan selanjutnya tentang proses pengurusan visa.
Da-da-da- sampai jumpa. (bersambung)
Parma, 24 September 2013
Gordi
Posting Komentar