asyik mendengarkan seorang pembiacara |
Mendengar
dan berbiacara adalah dua kata yang muncul dalam pertemuan kami dari 22-25 Juni
ini.
Dalam
setiap sesi, kedua kata ini muncul. Kami memang memilih untuk MENDENGAR dulu
baru BICARA. Kami memulai evaluasi akhir tahun kami dengan mendengar.
Mendengar
perjalanan pengalaman kehidupan kami selama setahun. Suka-duka dibagikan semua.
Setiap orang diberi kesempatan untuk berbagi. Dari yang paling baru tiba di
Italia sampai yang sudah lama sekali. Maklum, kami sebagian besar adalah orang
asing. Kami asing makanya pasti pengalaman kami menarik.
Dalam
sesi berbagi ini, kami hanya mendengar saja. Hanya satu yang berbiacara, yang
lainnya mendengar. Kata MENDENGAR ini penting maknanya bagi kami. Saya kira
aspek ini bukan saja penting dalam kegiatan ini tetapi dalam setiap kehidupan
bermasyarakat. Maka, kalau ada keributan dalam sidang DPR—misalnya—boleh jadi
itu terjadi karena tidak ada aspek ini.
Kami
memang tidak diibaratkan dengan anggota DPR. Tetapi, kami membuat pertemuan
seperti anggota DPR yang membuat rapati tu. Kalau mereka ribut, kami tidak. Kami
saling dengar.
Kami
merasa, kami harus mendegar dulu baru kami biacara. Dan memang, sejak hari
kedua, kami mulai bicara. Mengevaluasi perjalan kami. Mencari jalan terbaik
untuk program kehidupan kami. Mencari cara terbaik agar studi kami berjalan
lancar. Di sini ada debat, diskusi kelompok, dan laporan hasil diskusi.
Terima
kasih untuk teman-teman semua. Saya mendengar, kalian berbiacara. Saya berbiacara
kalian mendengar. Indahnya mendengarkan orang yang berbiacara. Mendengar menghalangi
orang biacara ceroboh. Bahkan menghilangkan rasa ngantuk dalam sidang, apalagi
sidang paripurna.
Desio-Milan
23//6/15
Gordi
Posting Komentar