tidur nyenyak (tanpa bantal) dalam pelukan sang ibu |
Tidur
dengan bantal memang asyik tetapi lebih asyik juga tidur tanpa bantal. Dengan
bantal guling misalnya tidur terasa nyaman. Tetapi, cukup dengan bantal alas
kepala juga tetap asyik. Tetapi tidur tanpa bantal tetap tak kalah menariknya.
Saya
tidur tanpa bantal dari Parma ke Milan. Kok bisa? Ya bisa. Tidur di jalan tentu
saja. Maklum, kalau tanpa bantal. Tentu saya bisa bawa bantal di mobil tapi
saya memilih untuk tidak membawa bantal. Asyik juga lho tidur tanpa bantal.
Itulah yang saya rasakan dalam perjalanan pada Senin, 22 Juni 2015 yang lalu.
Saat
itu, kami berangkat pukul 14.30 dari Parma. Karena ada yang lupa menutup
jendela kamar, kami menunda sedikit waktu keberangkatan. Kami beri waktu 15
menit bagi teman-teman untuk membereskan jendela kamarnya.
Saya
masih segar selama perjalanan dari kota Parma ke jalan tol yang letaknya di
luar kota. Jadi, selama menyusuri kota Parma, saya segar. Dengar radio dan
musik serta menikmati pemandangan Parma saat musim panas ini.
Masuklah
kami di tol. Saat itulah mulai muncul cobaan untuk tidur. Mula-mula juga saya
masih sadar. Jendela dibuka sedikit biar masuk udara. Suhu dalam dan luar mobil
memang panas. Maklum musim panas. Lama-lama laju mobil semakin cepat. Saya
tutup jendela biar tidak ada rumor lagi.
Pelan-pelan
suara musik di mobil hilang. Mata saya mulai tertutup. Saya memakai sabuk
pengaman sekarang. Saya tahu saya akan tidur. Dan, baik jika saya kenakan sabuk
ini. Untuk menahan badan jatuh ke depan dan kepala ke samping. Biasanya tanpa
sabuk, badan mudah jatuh ke depan. Ini tentu saja mengganggu saya yang sedang
tidur. Saya tidak ingin hal ini ada. Dan memang, saya berhasil memantapkan
posisi badan saya.
Suhu
panas rupanya tidak menghalangi saya
untuk tidur. Pelan-pelan saya ngantuk dan tertidur. Tidak sadar lagi. Saya
masih sadar sedikit saat teman saya Andres di samping saya membetulkan posisi
tidur saya. Rupanya kepala saya miring ke samping kanan. Dua kali dia
membangunkan saya untuk mengubah posisi ini. Dengan sayup-sayup saya
mendengarnya. Untung badan tidak jatuh ke depan. Ini bukti, sabuk pengaman itu
ampuh untuk menahan badan jatuh ke depan.
Untuk
ketiga kalinya Andres membetulkan posisi tidur saya. Saat itu, saya makin
sadar. Saya mencoba untuk tidur lagi tetapi tidak bisa. Saya keluarkan sabuk
pengaman dan pindah ke bangku di tengah yang dari tadi kosong. Saya coba untuk
tidur sambil mengencangkan sabuk pengaman. Rupanya tidak ampuh. Saya tetap
tidak bisa tidur.
Saya
tengok ke luar. Rupanya kami sudah tiba di kota Milan. Tinggal menuju pintu
keluar dari tol. Ah, rupanya saya tidur dari Parma ke Milan. Saya memang
ngantuk. Rupanya ini jam tidur saya. Tetapi, bisa juga tidak. Sebab, saya juga
kadang-kadang tidak istirahat sore. Alasan lain mungkin karena baru selesai makan.
Alasan ini mungkin logis. Tetapi, saya makan jam 12.00 tadi. Setelahnya, saya
ke kantor polisi untuk urus surat izin tinggal di Italia yang rupanya tidak
jadi juga. Ada masalah teknis di sana.
Pulang
dari sana, saya makan buah apel. Tidak kenyang tentu saja. Tapi, saya makan
supaya ada isi perut. Sebab, kalau perut saya berisi, perjalanan jadi lebih
nyaman. Boleh jadi karena nyamannya saya pun bisa tidur nyenyak dalam
perjalanan ini. Tak ada bantal, tidur tetap jadi.
Desio-Milan,
22/6/2015
Gordi
Posting Komentar