Rabu, 28 Juli 2010. Pukul 16.00 waktu Bali, saya dan seorang teman meluncur ke Pantai Kuta. Perjalanan selama lebih kurang 45 menit dari daerah Sanur itu mencerahkan. Jalan Ngurah Rai By Pass tampak seperti jalan tol di jakarta. Kendaraan bergerak dengan rapi.Pemandangan yang jarang terjadi dengan jalanan di Jakarta.
Sore itu, Bali tampak cerah. Mirip dengan hari kemarin ketika baru saja tiba dari Labuan Bajo, Flores, NTT. Menurut teman saya, dalam beberapa hari belakangan Bali tidak diguyur hujan. Suasana ini menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Musim yang pas untuk menikmati keindahan Pula Dewata. *Foto dari google images

Menurut beberapa orang di sana, banyak wisatawan datang ke Kuta hanya untuk melihat indahnya panorama sunset, matahari kembali ke peraduannya. Sore ini, kami sempat melihat pemandangan langit merah nan indah. Pemandangan yang bukan hal baru bagi kami. Sewaktu SMA, saya sering melihat pemandangan seperti ini di pantai di Labuan Bajo, Flores. Atau juga di daerah saya yang terletak di ketinggian.
Pantai Kuta memang merupakan salah satu tempat yang banyak dikunjungi. Konon, tempat ini mulai ramai ketika para pedagang Denmark membuka kantor perwakilan dagang di si Kuta, (info lanjut lihat di baliwebby.com). Para pedagang Denmark masuk Bali diperkirakan pada tahun 1800-an. Seorang pedagang dan juru damai berkebangsaan Denmark meninggal di Kuta pada 13 Mei 1856. Dia berjasa menjadikan Kuta sebagai kawasan perdagangan internasional di abad XIX, (http://www.mysteryofbatavia.com/?r=site/history/detail/160). *Foto dari google images
Selanjutnya, tahun 1930, sepasang suami-istri dari California, Amerika Serikat tertarik dengan keindahan pantai yang belum terjamah tangan manusia ini. Tahun 1960, Kuta ramai dikunjungi terutama oleh turis Australia yang hendak pergi ke Eropa. Bali menjadi tempat persinggahan mereka. Sekarang, Kuta lebih ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan lokal. Di sekitar pantai, telah berdiri banyak bangunan hotel, dan tempat penginapan. Selain indah, pantai Kuta juga ternyata menjadi tempat penyu bertelur.



Bersama kami, ada banyak pengunjung lain baik lokal maupun mancanegara. Ini menjadi sumber pemasukan dari sektor wisata. Monumen dengan bentuk yang unik yaitu ukiran khas Bali atau yang disebut "Kayonan" ini menjadi tempat favorit bagi pengunjung untuk sekadar berfoto. Tak mau ketinggalan untuk mengabadikan tempat bersejarah ini dalam jejak-jejak perjalanan. Saya yang hanya seorang mahasiswa dan belum mempunyai keahlian dasar jurnalistik tidak berpikiran ke sana. Kami hanya melihat pengunjung lain berfoto ria. Meski demikian, kunjungan ini memberi satu masukan berarti buat saya. Belajar sejarah bangsa sendiri, menambah wawasan. Monumen ini menjadi modal sejarah besar bagi anak cucu bangsa Indonesia ke depan. Terima kasih Indonesia….
Cempaka Putih, Medio Mei 2011
Gordy Afri
Posting Komentar