Google images |
Sabtu, 26 April 2011. Rombongan yang terdiri atas 3 mobil berjalan beriringan menuju kota Tangerang. Mobil hitam di ujung depan menjadi pemandu jalan. Mobil kedua berwarna metal dan mobil ketiga berwarna abu-abu mengikuti dari belakang.
Perjalanan ini berujung di Jalan Veteran Raya, Tangerang. Di situ ada Lembaga Permasyarakatan Kelas I (LP) Tangerang. Salah satu LP di daerah Tangerang. Di sini “dibina” sekitar ribuan orang. Menurut seorang penghuni, kebanyakan adalah “tahanan” narkotika (60-an%), menyusul kriminal. Ada beberapa yang digolongkan kasus korupsi namun jumlahnya kecil.
Lima teman saya kaget ketika masuk dan harus menyerahkan KTP. Maklum mereka baru pertama kali datang. Saya dan beberapa teman dari Kemakmuran, Jakarta Barat tiap bulan datang ke sini. Perjalanan selama lebih kurang 1 jam dari Jakarta tidak menyurutkan semangat teman-teman untuk melihat dari dekat LP Provinsi Banten ini.
Begitu juga dengan sebuah keluarga dokter (istri-suami, penyebutan menurut alfabetis) yang baru pertama kali juga. Mereka kaget ketika sampai di dalam ruang masuk. “Wah kalian dicap ya, untuk memnedakan dari para tahanan di sini,” komentar seorang teman kepada teman-teman yang baru.
Sedikit tentang LP Tangerang. Menurut Kepala KPLP Lapas Kelas 1 Tangerang, Muhammad Sanni seperti diberitakan tribunnews.com 4/1/2011, Secara keseluruhan saat ini Lapas Kelas 1 Tangerang menampung 1053 penghuni yang terdiri dari tahanan dan warga binaan. Kapasitas Lapas ini sebenarnya adalah 700 orang.
Gereja Anugerah foto / V Ladjar |
Kami berjalan melalui jalan kecil menuju gedung Gereja Anugerah. Jalan yang cukup bagus dan sempit, lebarnya setengah meter. Terbuat dari konblok yang disusun rapi sepanjang 300 meter. Gereja Anugerah merupakan sarana peribadatan bagi orang Kristen dari berbagai denominasi dan bagi orang Katolik. Di sini mereka dibina secara rohani. Makanya tiap Minggu ada ibadat.
Kami yang terdiri atas rombongan campuran (pastor, calon pastor, dan awam) ingin memberi mereka makanan rohani dan jasmani. Ada ibadat, pelayanan kesehatan dengan membagikan obat gratis, dan juga memberi bingkisan berupa nasi bungkus.
Sementara kami menyapa dan bercakap-cakap dengan sekian tahanan, pastor melayani pengakuan dosa. Setelahnya, kami mempersiapkan lagu untuk misa (perayaan ekaristi). Hari ini Hari Raya Minggu Palma, mengenang perayaan Yesus disambut di kota Yerusalem. Mirip dengan Yesus, para tahanan disambut dalam perayaan Ekaristi.
Perayaan dimulai. Lagu Dikala Yesus Disambut di Yerusalem digemakan. Kami beserta para tahanan yang Katolik mengangkat daun Palma, bersorak gembira, dan menyanyikan lagu itu. teman-teman Kristen lainnya ikut bernyanyi ala kadarnya. Mereka senang mengikuti perayaan ibadat seperti ini. Cara atau ritusnya berbeda namun imannya hampir sama yakni iman kepada Yesus Kristus. Ritus inilah yang membedakan Kristen Protestan dan Katolik.
Para tahanan ternyata memiliki pengalaman unik. Setelah pastor berkhotbah, mereka diberi kesempatan untuk membagikan pengalaman. Ada yang mengalami pergulatan ketika dijebloskan di penjara. Kadang-kadang, akar permasalahan kasus tidak jelas namun mereka tetap dijerat begitu saja. Mau bilang apa. Mungkin memang mereka belum bisa memahami proses hukum negeri ini. Atau bisa juga mereka memang jadi korban. Tak jarang pelaku utama tidak dijebloskan.
Ada pula yang baru sadar setelah mengalami pembinaan dalam penjara. Dari sini, mereka berniat mengubah kebiasaan setelah keluar. Ini cita-cita yang mencerahkan masa depan mereka. Di sini akan kelihatan kerja keras dan perjuangan mereka. Keinginan baik ini kadang dikubur begitu saja ketika berhadapan dengan situasi di luar penjara. Godaan untuk jatuh pada masalah yang sama tetap diwaspadai.
Ada juga kisah menarik lain. Perbincangan setelah perayaan ekaristi mengungkap kisah ini. Ada yang mengeluhkan susahnya hidup di Jakarta sekarang. Beban ekonomi tinggi. Belum lagi kondisi sosial yang tidak bersahabat. Ancaman akan nyawa terjadi di mana-mana. “Lebih baik tinggal di dalam saja,” kata seorang tahanan sambil tertawa.
Di dalam penjara semua kebutuhan hidup terpenuhi. Makanan tersedia, fasilitas olahraga, fasilitas hidup lain terjamin. Lantas mereka ingin dipenjara selamanya. Bahkan ada beberapa yang secara terang-terangan mengatakan, kalau keluar akan membuat kasus lagi. Ditangkap lalu dimasukkan penjara lagi. Kalau yang masih bujang tentu gampang. Menjadi masalah bagi mereka yang sudah berkeluarga. Keluarga, istri, dan anak menderita. Keluarga menanggung beban ekonomi. Anak-anak tidak merasakan kasih sayang dari sang ayah.
Perbincangan ini menyiratkan kesan persahabatan yang mendalam. Persahabatan ini menghilangkan prasangka buruk terhadap tahanan di penjara. Mereka juga manusia. Manusia yang baik seperti kami, dan kita manusia pada umumnya. Hanya saja mereka di dalam dan kita di luar penjara. Lewat perbincangan itulah kami bisa bersahabat.
Ketika kami membagi makanan, mereka mengucapkan terima kasih. Ini kegiatan terakhir sebelum kami meninggalkan rumah tahan ini. Ucapan terima kasih mereka keluar dari hati terdalam. Mereka merindukan makanan enak, dan sebagai manusia-sosial, mereka merindukan kunjungan dari orang dari luar.
Mereka menyadari arti pentingnya hidup sehat. Sehat itu mahal apalagi bagi mereka. Kalau sakit merekalah yang membiayai pengobatan. Mereka sangat senang ketika keluarga dokter membagikan obat sesuai keluhan masing-masing. Ada pula yang hanya meminta vitamin. Asupan gizi kadang tidak memadai. Sementara tubuh mereka membutuhkan gizi. Pembagian obat ini semata-mata untuk menghormati mereka sebagai manusia terutama juga tubuh mereka yang membutuhkan perawatan. Rawatlah diri kalian dan semoga lekas menikmati hidup di luar penjara. Semoga kelak akan menjadi orang yang berguna ketika kembali ke masyarakat. Terima kasih sahabat atas pengalaman kalian.
Cempaka Putih, 14 Mei 2011
Gordi Afri
segala perkara dapat kutanggung di dalam dia yang memberikan kekuatan kepadaku...semoga ayat ini menghibur setiap warga binaan..
BalasHapusPak Yanto, terima kasih sudah mampir
Hapussalam hangat