Bandara Komodo, Labuan Bajo, Flores, NTT, foto, Gordi, |
Pagi di Jakarta,
malam di rumah. Ini benar-benar terjadi pada Rabu, 10 Juli 2013. Saya dan Fonsi
berangkat ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng pada pukul 5
pagi. Setengah jam sebelumnya kami bangun untuk masak mie dan sarapan ala
kadarnya. Mie campur nasi dingin. Diramu jadi hangat. Ada juga kopi susu yang
khusus kami siapkan malam harinya. Lumayan buat menangkal dinginnya ibu kota
pagi ini.
Sarapan ini yang
menguatkan kami dalam perjalanan dari Jakarta ke Pulau Dewata. Konfrater
kami kembali ke Jakarta dan kami berdua masuk ke ruang check in maskapi Lion
Air. Di sini antri sebentar sebelum masuk dan menunjukkan tiket. Lalu, kami
membayar masing-masing Rp. 40.000.
Dari sini, kami
menuju lantai dua di ruang tunggu. Di sini kami diperiksa kembali dengan metal
detector, pendeteksi besi. Barang bawaan juga dimasukan dalam kotak
pemeriksaan. Ini tentu saja dimaksudkan agar tidak ada yang membawa barang
berbahaya. Karena kami membawa barang yang tidak berbahaya, pemeriksaan
berjalan lancar dalam dua tempat, sebelum check-in dan menuju ruang tunggu.
Penerbangan ke
Bali aman-aman saja. Tidak ada gangguan berarti. Hanya pesawat sedikit ojeng
menjelang Bali. Ini dijelaskan juga oleh kru pesawat mengenai kejadian ini. Pesawat
oleng karena melewati kabut tebal. Setelah oleng kami mendarat dengan aman.
Hanya benturan keras ketika ban pesawat menyentuh landasan pendaratan.
Di Bali kami turun
dari pesawat dan langsung naik mobil yang membawa kami ke ruang tunggu. Kami
yang berstatus penumpang transist (masih melanjutkan perjalanan) diarahkan
untuk menghubungi petugas di bandara. Kami turun dari bis dan menuju tempat
yang ditunjuk. Kami menunjukkan tiket kepada petugas dan mereka mengecek.
Kemudian, kami
diarahkan menuju ruang tunggu. Seperti biasa, kami melewati metal detector
lagi. Pemeriksaan lancar juga. Setelahnya kami duduk di ruang tunggu. Di sini
sudah banyak penumpang yang duduk. Mereka tersebar di beberapa kursi panjang.
Ada juga ruang tunggu cadangan yang lebih besar di bagian luar. Di sini juga hampir penuh. Lowong sebentar lalu terisi
lagi. Semua yang berada di ruang ini adalah penumpang transist.
Ada yang datang
dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya menuju kota kecil di
NTT dan NTB. Seperti sepasang suami-istri yang duduk berhadapan dengan kami.
Mereka datang dari Semarang menuju Tumbaloka, kota kecil di Pulau Sumba. Ada juga seorang suster yang datang dari Dili-Timor
Leste dan menuju Sumba juga. Pokoknya semuanya sedang menunggu keberangkatan ke
kota kecil di daerah yang disebut.
Saya dan Fonsi akan terbang menuju Labuan Bajo-Flores. Penerbangan
ini menggunakan pesawat Wings Air. Maskapi yang tergabung dalam Lion Air.
Pesawat kecil ini berbaling-baling. Kami menunggu selama lebih kurang 2 jam.
Sesuai jadwal yang tertera di tiket. Beruntung penerbangan kami tidak ditunda.
Beberapa penerbangan lainnya ke beberapa kota yang menggunakan Wings Air
ditunda.
Penerbangan ke Labuan Bajo juga lancar. Tidak ada hambatan. Cuaca dalam
kondisi bersahabat. Kami tiba di Labuan Bajo pukul 12.30. Di sini bandaranya
kecil dan sederhana. Tidak perlu mobil untuk mengantar penumpang ke ruang
tunggu. Sebab, jarak pesawat dengan ruang tunggu dekat. Bagasi juga tidak perlu
diantar pakai mobil pengantar. Cukup pakai gerobak yang didorong tenaga
manusia. Yah…sederhana dan praktis. Mungkin karena bandaranya masih kecil
sehingga perlengkapan di bandara juga sederhana.
Setelah membereskan tas dari bagasi saya melanjutkan perjalanan ke
rumah. Fonsi menginap di Labuan Bajo. Kami berpisah. Tetapi nanti akan bertemu
kembali. Saya naik travel ke Cancar. Kami berputar-putar sambil menunggu teman
penumpang lainnya. Dan, pukul 15.00 baru berangkat. Ini menunggu paling lama
dalam perjalanan hari ini.
Setelahnya travel berangkat. Di Cancar, bapak dan adik saya menunggu.
Dari sini kami bernagkat pukul 6 sore. Kami naik ojek. Pakai 3 motor. Dingin,
terasa sekali dalam perjalanan ini. Laju motor kencang meski jalanan berlubang,
berbatu, dan berkerikil sebagiannya. Apa boleh buat inilah jalan daerah. Kami
turun di Balo, kampung sebelum kampung saya.
Dari sini kami berjalan kaki selama 45 menit. Jalanan berbatu dan
berlumpur sebagian. Maklum siang dan sore harinya hujan. Tanah basah. Beruntung
kami membawa hp yang berlampu. Di kampung, hp tidak saja alat komunikasi tetapi
juga alat penerangan. Kami menerangi perjalanan kami dengan 3 hp dan 1 lampu
senter.
Kami tiba di rumah pukul 8.30 malam. Sudah malam tetapi anggota keluarga
saya dengan setia menunggu. Saya senang sekaligus terharu bertemu keluarga.
Saya sempat meneteskan air mata ketika mama memeluk saya. mereka menghargai
saya sehingga harus menunggu saya untuk makan malam bersama. Demikian juga
bapak dan adik saya yang menunggu sejak tengah hari di Cancar.
Akhirnya pagi di
Jakarta, malam di rumah. Setelah sarapan saya istirahat. Capek terasa di badan.
Saatnya beristirahat.
Jakarta, 21 Agustus
2013
Gordi
Posting Komentar