Halloween party ideas 2015

Selamat Karena Baju Batik

pemandangan di jalan, foto, dok pribadi
Kami keluar dari pesawat. Masuk jalur keluar, melewati pintu pemeriksaan. Menunjukkan dokumen pasport. Petugas memeriksanya dengan teliti sambil melihat wajah kami. Lolos. Kami tidak mendapat hambatan seperti yang kami dengar sebelumnya. Tidak juga diinterogasi. Memang kami datang dengan maksud yang jelas, bukan membawa sial. Tas jinjing tidak dibuka.

Lalu kami menuju pos lainnya untuk mengambil koper. Kami menunggu dengan sabar di sini. Banyak penumpang yang menunggu. Banyak koper yang lalu lalang. Dan setelah sekian menit, kami mendapatkan koper kami. Lalu kami keluar menuju ruang tunggu di bagian luar bandara. Di pintu, kami sempat dicegat oleh orang yang tak kami kenal. Dia tanya pakai bahasa Italia tetapi kami tidak meresponsya. Lalu, dalam bahasa Inggris, dan kami merespons. Rupanya dia mencari tenaga kerja. Maaf, kami datang untuk belajar dan bukan untuk bekerja.

pemandangan di jalan, foto, dok pribadi
Kami menunggu di luar. Ada banyak orang di sini. Menjemput, dan sedang menunggu. Kami mencoba mencari orang yang kami kira akan menjemput kami, Pastor Stradiotto, SX. Rupanya tidak ada. Kami mencari ke sana kemari tidak juga. Memang kami tidak pernah bertemu. Saya pun tidak tahu seperti apa mukanya. Hanya satu modal saya, saya diberitahukan bahwa dia tinggi dan besar.

Karena tidak menemukan, kami mencari cara lain. Kami meminta bantuan seorang suster Italia yang bisa berbahasa Inggris untuk menelepon ke rumah kami di Roma. Kebetulan suster ini sedang menjemput temannya. Dia tahu rumah yang kami cari. Kami berhasil berbicara dengan pastor ini. Kata pastori itu, dia akan datang beberapa saat lagi. Terima kasih suster atas bantuannya.

Tiga puluh menit kemudian, pastor datang dengan seorang pastor lainnya, Pastor Marco, SX. Fonsi yang lebih dulu menemukan mereka kala saya sedang mencari ke sana kemari. Fonsi langsung tahu karena pastor yang pernah bekerja di Padang ini mengenakan batik Indonesia. Wahhh untunglah ada baju batik.

masuk kota Roma, foto dok pribadi
Saya sudah merasakan bagaimana pusingnya mengalami kegagalan di bandara besar ini. Roma adalah kota besar berlevel internasional. Di Jakarta saja kala sedang menunggu seseorang yang tak kunjung datang, pusingnya minta ampun. Apalagi di Roma.

Setelah bertemu, kami menuju mobil, lalu berangkat ke rumah. Kami menikmati perjalanan ini. Rasanya lega. Pastor Stradiotto berbincang-bincang dengan kami dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, Pastor Marco bertanya dalam bahasa Inggris. Sekitar 1 jam kemudian, kami tiba di rumah kami di luar tembok Vatikan, negara terkecil di dunia itu.

Roma sedang musim panas. Kami merasakan panasnya ini. Saat tiba, kami disambut dengan hangat oleh para pastor dan suster Xaverian di rumah jenderalat ini. Kami senang sudah tiba di Roma. Pastor Marco sebagai kepala rumah mengantar kami ke kamar masing-masing. Kamar di lantai paling atas di rumah ini. Lantai ke-5 kalau dihitung dari dasar rumah ini. Setelah masuk kamar, kami istirahat sejenak, kemudian turun untuk makan siang. Makan siang jam 12. Di sinilah untuk pertama kalinya saya makan makanan Italia, langsung dari sumbernya hahaha. Pastor Stradiotto makan satu meja dengan kami biar bisa komunikasi dalam bahasa Indonesia. Para pastor lainnya di meja yang lain.

pemandangan dari jendela kamar,
tembok Vatikan, foto, dok pribadi

Sore hari, Pastor Stradiotto memanggil kami ke ruang kerjanya untuk berbicang-bincang dengan keluarga di Indonesia melalui skype. Senang rasanya bicara dengan mereka. Setelahnya kami istirahat sebentar sebelum mulai kunjungan ke sana ke mari di kota Roma dan Vatikan. Akan saya ceritakan kemudian. (bersambung)

Parma, 30/1/2014
Gordi


Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.