Selamat
Karena Baju Batik
pemandangan di jalan, foto, dok pribadi |
Kami keluar dari pesawat. Masuk jalur
keluar, melewati pintu pemeriksaan. Menunjukkan dokumen pasport. Petugas memeriksanya dengan teliti sambil
melihat wajah kami. Lolos. Kami tidak mendapat hambatan seperti yang kami
dengar sebelumnya. Tidak juga diinterogasi. Memang kami datang dengan maksud
yang jelas, bukan membawa sial. Tas jinjing tidak dibuka.
Lalu kami menuju pos lainnya untuk mengambil koper. Kami
menunggu dengan sabar di sini. Banyak penumpang yang menunggu. Banyak koper
yang lalu lalang. Dan setelah sekian menit, kami mendapatkan koper kami. Lalu kami
keluar menuju ruang tunggu di bagian luar bandara. Di pintu, kami sempat
dicegat oleh orang yang tak kami kenal. Dia tanya pakai bahasa Italia tetapi
kami tidak meresponsya. Lalu, dalam bahasa Inggris, dan kami merespons. Rupanya
dia mencari tenaga kerja. Maaf, kami datang untuk belajar dan bukan untuk
bekerja.
pemandangan di jalan, foto, dok pribadi |
Karena tidak menemukan, kami mencari
cara lain. Kami meminta bantuan seorang suster Italia yang bisa berbahasa
Inggris untuk menelepon ke rumah kami di Roma. Kebetulan suster ini sedang
menjemput temannya. Dia tahu rumah yang kami cari. Kami berhasil berbicara
dengan pastor ini. Kata pastori itu, dia akan datang beberapa saat lagi. Terima
kasih suster atas bantuannya.
Tiga puluh menit kemudian, pastor
datang dengan seorang pastor lainnya, Pastor Marco, SX. Fonsi yang lebih dulu
menemukan mereka kala saya sedang mencari ke sana kemari. Fonsi langsung tahu
karena pastor yang pernah bekerja di Padang ini mengenakan batik Indonesia. Wahhh
untunglah ada baju batik.
masuk kota Roma, foto dok pribadi |
Setelah bertemu, kami menuju mobil,
lalu berangkat ke rumah. Kami menikmati perjalanan ini. Rasanya lega. Pastor Stradiotto
berbincang-bincang dengan kami dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, Pastor Marco
bertanya dalam bahasa Inggris. Sekitar 1 jam kemudian, kami tiba di rumah kami
di luar tembok Vatikan, negara terkecil di dunia itu.
Roma sedang musim panas. Kami merasakan
panasnya ini. Saat tiba, kami disambut dengan hangat oleh para pastor dan
suster Xaverian di rumah jenderalat ini. Kami senang sudah tiba di Roma. Pastor
Marco sebagai kepala rumah mengantar kami ke kamar masing-masing. Kamar di
lantai paling atas di rumah ini. Lantai ke-5 kalau dihitung dari dasar rumah
ini. Setelah masuk kamar, kami istirahat sejenak, kemudian turun untuk makan
siang. Makan siang jam 12. Di sinilah untuk pertama kalinya saya makan makanan
Italia, langsung dari sumbernya hahaha. Pastor Stradiotto makan satu meja
dengan kami biar bisa komunikasi dalam bahasa Indonesia. Para pastor lainnya di
meja yang lain.
Sore hari, Pastor Stradiotto
memanggil kami ke ruang kerjanya untuk berbicang-bincang dengan keluarga di
Indonesia melalui skype. Senang rasanya bicara dengan mereka. Setelahnya kami
istirahat sebentar sebelum mulai kunjungan ke sana ke mari di kota Roma dan
Vatikan. Akan saya ceritakan kemudian. (bersambung)
Parma, 30/1/2014
Gordi
Posting Komentar