Kami sudah bulatkan tekad untuk mengunjungi katedral
Milan yang terkenal itu. Sebelum ke sana, kami tanya informasi ke teman kami
Simone. Lalu, dia memberikan gambaran rute pergi-pulang naik metro. Nama
stasiun yang harus dilewati dan juga pos-pos penting lainnya. Naiknya di Stasiun Venezia dan turun di Stasiun Duomo. Di antara dua stasiun
ini ada Stasiun Palestro dan San Babila.
Metro adalah jenis kendaraan dalam kota di kota Milan. Sejenis
kereta api kecil. Gerbongnya mungkin terpanjang hanya dua. Ada yang satu.
Jalannya menggunakan rel kereta api. Kalau di Jakarta, mungkin seperti proyek
mono rel yang tidak jadi-jadi itu. Di Milan dan beberapa kota lainnya di Italia
sudah jadi, di Jakarta yang jantungnya Indonesia itu belum jadi-jadi.
Kami naik metro yang namanya M1. Artinya Metro dengan
jalur 1. Warna linea atau rutenya Merah. Ada M2, M3, M5, dan linea yang
digunakan oleh metro dan kereta api. Ini yang disebut Passante Ferroviario. Pembaca bisa cek di situs ini untuk
mengetahui jalur Metro di Milan. Nama situsnya Metropolitana Milano, di sini http://www.metropolitana-milano.it/
Kami segera ke stasiun yang letaknya dekat dengan tempat
kami nongkrong yakni Festival Center,
Casello Ovest di Porta Venezia. Ini nama tempat kami nongkrong. Kami turun
dua lantai di bawah tanah lalu ketemu loket untuk beli tiket metro. Tidak mahal
harganya. Hanya 1,5 euro. Kalau dirupiahkan sekitar Rp. 20.000. Pergi pulang
untuk kami berempat hanya 12 euro.
Tempat penjualan tiketnya juga pakai mesin. Tinggal tanya
petugasnya kalau bingung. Dia akan menjelaskan caranya. Lalu, kami masuk di
tempat pemeriksaan tiket. Tidak diperiksa pakai jasa manusia. Periksa pakai
alat. Jadi tinggal lewat dan menggosokkan tiket di mesin yang sudah ada. Keluar
bunyi dan palang pintu akan dibuka. Untuk menggosoknya seperti gosok tiket di
mesin penanda tiket di bus-bus kota di Italia. Seperti gosok tiket TransJakarta
kalau di Jakarta yang entah sampai sekarang masih seperti itu atau tidak.
Di dalam metro, kami memilih untuk berdiri. Biarkan
penumpang lain terutama ibu-ibu yang duduk. Tapi, jangan pikir mereka langsung
duduk. Kalau masuk, sebagian besar memilih berdiri dulu, sambil memberi tempat
duduk kepada mereka yang membutuhkan. Kalau ada kursi yang betul-betul kosong
baru duduk. Tidak ada yang merebut kursi kosong itu. Indah juga di sini. Tertib.
Tidak rebutan seperti naik kereta zaman 2010-an di Jakarta.
Sayang tidak bisa lihat pemandangan karena metro berjalan
di bawah tanah. Hanya beberapa stasiun yang terletak di atas tanah. Sebagian
besar di bawah tanah. Itu sebabnya saat turun, kami harus naik dua lantai lagi
menuju pintu keluar ke gereja Katedral kota Milan. Di pintu keluar, tidak ada
rebutan. Semuanya tertib.
Di stasiun sudah tersedia banyak peta. Tinggal dicek
saja, mau ke arah mana. Petunjuk ke arah pintu keluar juga sudah ditempel di mana-mana.
Ah indahnya di sini. Kami pun sampai di pintu keluar tanpa hambatan. Sekarang
mulai petualangan ke katedral atau yang disebut il duomo dalam bahasa Italia. (bersambung)
Salam dari Parma,
19/6/2015
Gordi
Posting Komentar