Acara nonton bareng rupanya baru dimulai jam 7. Kami
mendapat berita itu dari teman mbak Ina, Simone, yang juga menjadi salah satu
panitia acara ini. Kami berdiskusi sebentar mengenai kesempatan kosong ini.
Kami harus memanfaatkannya dengan baik. Saya—dalam hati—sudah mempunyai satu
agenda yang mau diusulkan untuk teman-teman. Tapi, entahlah terealisai atau
tidak. Katakanlah agenda saya itu sebagai bensin cadangan yang siap dipakai
jika bensin tinggal sedikit. Bensin tetap aman dijaga entah dipakai atau tidak,
tidak masalah. Demikian agenda saya itu. Kalau mau direalisasikan, bagus, jika
tidak juga bagus, tetap menjadi agenda yang relevan di kota Milan ini.
Untuk tidak membuang waktu saya coba menelusuri semua
informasi tentang kota Milan. Tetapi, sebelumnya saya lihat-lihat gedung tempat
kami berada sekarang. Mulai dari pajangan foto di dua bagian luar gedung. Ada
banyak foto yang dipajang. Hanya bagian kepala dan wajah saja. Rupanya di
antara tokoh ini ada yang berjasa bagi sesama. Katakanlah pejuang HAM. Yang
lainnya saya tidak tahu. Yang jelas foto-foto itu dipajang untuk publik.
Biarkan publik mengambil sesuatu dari situ. Saya sendiri melihat sisi seni
sebagai pertama. Kemudian, ada sisi kemanusian, perjuangan, hak asasi manusia,
juga lingkungan. Rupanya sebagian dari mereka hidup di daerah terpencil di
Afrika.
Dari bagian luar ini, saya naik ke lantai dua gedung ini.
sebenarnya saya mau ke toilet. Kebetulan toiletnya ada di atas. Sekalian saya
perhatikan apa yang ada di sana. Sambil menunggu teman yang lebih dulu, saya
menengok ke ruang sebelah. Ada kelompok pelukis anak-anak. Sedang belajar
melukis. Di ruang satu lagi, ada kelompok penari. Wah rupanya sedang latihan
semua ini. Hanya saya yang datang untuk menyaksikan sesuatu. Kedatangan saya, anggap saja sebagai partisipasi saya. Kalau mereka ini berpartisipasi dalam
seni lukis, dan seni tari, saya di seni menonton film saja.
Sepulang dari toilet, saya mengambil satu pamflet yang
ada di tangga. Rupanya hari-hari ini di gedung ini sedang diadakan acara
budaya. Acara 25 tahun festival film Africa, Asia, dan Amerika Latin yang berlangsung
dari 4 sampai 10 Mei 2015. Nah, Indonesia mengusung film TABULA RASA yang
disutradarai Adriyanto Dewo. Film-film lain dari Korea, Mianmar, dan
sebagainya. Dan, rupanya bukan saja acara festival film. Ada juga acara makan
bersamanya.
Di tempat masuk gedung ini, ada ruang tempat duduk-duduk.
Seperti duduk di warung pinggir jalan di Indonesia. Di situ, dijual juga
beberapa jenis makanan dari Asia, Afrika, atau Amerika Latin. Kami sempat
menikmati beberapa kue di sini sambil bercerita dengan teman-teman Indonesia
lainnya dari kota Milan dan sekitarnya. Makan sambil ngobrol banyak hal. Juga,
sambil menunggu teman-teman lainnya.
Setelahnya, kami makan bersama. Mbak Ina adalah salah
satu yang menyiapkan menu makanan ini. Beberapa jenis makanan lainnya disipakan
oleh teman-teman dari Milan. Rupanya panitia juga ikut menikmati makanan ini.
Entah dari situ, mereka akan menilai juga atau tidak. Kami teman-teman
Indonesia senang karena bukan saja kami yang menikmati. Ada bule Italia,
Amerika Latin, dan juga beberapa dari Afrika. Makan makanan Indonesia. Uenakkk.
Setelah makan baru kami mendiskusikan lagi ke mana kami
akan pergi. Kami memutuskan untuk melihat Gereja Katedral (Duomo) di kota
Milan. Gereja katedral dan piazza wali kota adalah jantung setiap kota di
Italia, sedangkan paru-parunya adalah taman kota, dan bulu-bulu kuduknya adalah
tembok kota. Il duomo di Milan adalah salah satu gedung terkenal di seluruh
dunia. Punya ciri khas artistik yang bagus. Untuk lebih jelasnya kita jumpa
lagi di cerita berikutnya. (bersambung)
Salam dari Parma,
18/6/2015
Gordi
Posting Komentar