Teatro Farnese, Persembahan
dari Raja untuk Rakyat Kota Parma
Kebaikan seorang pemimpin akan dikenang oleh rakyatnya jika ia berhasil
meninggalkan sesuatu yang berharga bagi rakyatnya.
Kredo ini kiranya berlaku
dalam relasi antara raja dan rakyat di kota Parma, Italia. Di Parma dan di
Italia pada umumnya, Raja dikenal dengan sebutan Duca (jamak) atau Duchi (plural).
Raja di Parma pada saat itu membawahi kota Parma dan Piacenza (sekitar 68 km ke
arah Utara dari Parma).
Salah satu dari sekian
raja yang terkenal itu adalah Raja Farnese (28/3/1569-5/3/1622). Farnese
terkenal karena berhasil meninggalkan banyak kenangan berharga bagi rakyat
Parma yang patuh padanya. Tentu saja ini berlaku juga di kota Piacenza yang
saat itu menjadi wilayah kekuasaannya. Saat ini, Parma dan Piacenza adalah dua
kota yang berbeda dan terpisah satu sama lain.
Di Parma—kota
kelahirannya—Farnese meninggalkan banyak hal berguna. Salah satunya adalah Teatro
Farnese. Nama Farnese diambil untuk mengenang jasanya. Raja yang bernama
lengkap Ranuccio I Farnese ini
menaruh perhatian besar pada bidang budaya. Pada zamannya, konon, Parma menjadi ibu kota bidang budaya
untuk level dunia. Dalam hal ini, Parma pada zaman Farnese selevel dengan kota London dan Paris saat ini.
Farnese kiranya tahu benar
keinginan rakyat kota Parma saat itu. Itulah sebabnya, Teatro ini didirikan
untuk menampung sekitar 3000 penonton. Bentuknya pun sangat unik. Teatro
Farnese dikenal juga dengan sebutan Teatro U karena bentuknya mirip huruf U.
Bagian penontonnya disusun
berbentuk tangga dengan 14 anak tangga. Dari anak tangga berketinggian 22 meter
inilah penonton bisa menyaksikan aksi teater di hadapan mereka. Jumlah 3000
kiranya tepat untuk ukuran bidang U sepanjang 87 meter dan dengan lebar 32
meter.
Pada bagian akhir dari
anak tangga atau pada bagian atas, masih ada 2 tingkatan berukuran besar. Tingkatan
itu berupa panggung besar (palcoscenico)
dengan tinggi 12 meter dan total panjangnya 40 meter. Bagian belakang ini
biasanya digunakan pada acara tertentu saja. Untuk teater biasa cukup di
panggung bawah saja.
Teatro Farnese ini berada
di kompleks Piazza della Pace atau tepatnya menjadi bagian dari Palazzo
della Pilotta. Teatro ini berada di lantai 1 dari gedung palazzo ini. Tidak
sulit untuk menemukannya. Begitu naik tangga, ada tulisan petunjuk yang berada
di dekat tangga. Pintu masuknya tepat di dekat tangga. Dari pintu masuk masih
ada lorong panjang sebelum sampai di bagian Teatro.
Dua kali penulis
berkunjung ke sini saat ada pertunjukkan Teater
Malin Kundang pada 2014 yang lalu dan pada hari kunjungan gratis untuk
seluruh museum di kota Parma. Dua kali ke sana membuat rasa ingin tahu makin
tinggi. Dari sinilah lahir pencarian untuk mengetahui sejarah teatro ini.
Teatro ini memang
mempunyai sejarah panjang. Dibangun pada abad 17 yakni tahun 1617 sampai 1618
oleh arsitek Giovan Battista Aleotti
(1546-1636). Ide untuk membangun teatro ini muncul dari Raja Farnese. Ia ingin
menyambut kehadiran seorang raja dari kota Toscana—Raja Cosimo II—yang sedang berkunjung
ke kota Milano. Cosimo II dalam
rencananya akan berhenti di kota Parma. Penyambutannya pun direncanakan dalam
bentuk acara teater.
Cosimo berkunjung ke
Milano dalam rangka menghormati tokoh terkenal di kota itu yakni Carlo Borromeo (1538-1584). Dia adalah
seorang Kardinal dan menjadi Pelindung kota Milano. Diangkat menjadi Santo
dalam Gereja Katolik oleh Paus Celemente
VIII pada 1 November 1610.
Cosimo dalam rencana ini
rupanya tidak bisa menikmati acara penyambutan dari Raja Farnese di Parma. Dia
membatalkan kunjungannya karena alasan kesehatan. Teatro yang selesai
dikerjakan pada musim gugur tahun 1618 ini pun menjadi panggung kosong tanpa
pertunjukan selama 10 tahun.
Mimpi Cosimo untuk
menikmati teatro ini pun ikut tertunda selama 10 tahun sampai pada kesempatan
pembukaan awalnya yakni 21 Desember 1628. Inilah waktu pertunjukkan pertama di
Teatro ini. Pada saat itu ada pertunjukkan untuk memeriahkan Pesta Pernikahan
dari Odoardo (putra dari Ranuccio)
dan Margherita de’ Medici (putri
dari Cosimo). Cosimo kiranya senang melihat pertunjukkan dan melihat panggung
Teatro Farnese ini.
Sejak saat itu, Teatro
Farnese mulai banyak digunakan untuk pertunjukkan. Mulai dari pertunjukkan Mercurio e Marte yang perankan oleh Claudio Achillini sebagai pengaklamasi
teks dan iringan musik oleh Claudio
Monteverdi. Meski banyak pertunjukkan, biaya perawatan teatro ini ikut
mengurangi jumlah permintaan. Dengan alasan ini pun, jumlah pertunjukkan
akhirnya dibatasi sampai pada pertunjukkan akhir pada tahun 1732. Nasib
pertunjukkan yang tidak jadi dipentaskan memang tidak berhenti di sini. Teatro
Farnese akan menjawabnya dalam beberapa abad kemudian.
Sejak tahun 1732 memang
Teatro ini praktisnya mati suri. Menjadi tambah hancur lebur dengan pengeboman
yang terjadi pada 13 Mei 1944 pada Perang Dunia II. Sekitar 22 tahun kemudian,
Teatro ini dibangun kembali yakni antara 1956 dan 1960. Desain asli pun tetap
dipertahankan dengan bahan material yang sebagiannya hasil modifikasi.
Praktisnya butuh waktu 3
abad bagi Teatro Farnese untuk menjawab permintaan pertunjukkan yang jumlahnya
banyak itu. Teatro ini—sejak direkonstruksi kembali—menerima banyak permintaan
pertunjukkan. Bahkan, sejak 2001, Teatro ini mempunyai proyek Farnese Shakespeare untuk mengelola
pertunjukkan yang ada.
Tahun 2001 misalnya ada
pertunjukkan La Tempesta (Badai) dan Come vi piace (Bagaimana kalian
menginginkannya). Setahun kemudian ada pertunjukkan Kisah Tragis dari Amleto,
Pangeran dari Denmark. Pada 2003, ada Peccato
fosse puttana (Malangnya Pelacur Itu). Masih banyak daftar pertunjukkan
lainnya yang diputar sekitar dua minggu atau satu bulan untuk setiap
pertunjukkan.
Dari daftar ini bisa
diduga bahwa orang Parma memang suka bermain teater. Raja Farnese kiranya sudah
menduga hal ini di masa pemerintahannya. Memang orang Parma suka teater. Teatro
Farnese hanya satu dari sekian Teatro di kota Parma. Munculnya teater ini tak
lepas dari kecintaan rakyat Parma pada dunia teater. Banyak seniman dalam dunia
teater lahir, dididik, dan menjadi pemeran di berbagai Teatro ini.
Kiranya, tidak berlebihan
jika ada pendapat bahwa kebaikan Raja Farnese tidak saja dikenang untuk
beberapa waktu tetapi sepanjang hayat. Selagi rakyat Parma masih cinta pada
dunia Teater, selama itu juga kenangan akan Raja Farnese dihidupkan.
Ide untuk membangun Teatro
Farnese memang baik dan berguna tetapi lebih baik dan berguna lagi jika Teatro
itu dihidupkan terus dengan mementaskan pertunjukkan bermutu. Dan, rakyat Parma
menjawab dan terus menjawab kerinduan ini. Dengan kata lain, rakyat Parma ingin
tetap menghidupkan keinginan Raja Farnese sejak dulu. Kenangan akan Farnese pun
tetap hidup sampai hari ini.
Betapa kebaikan seorang pemimpin terus dihidupkan karena ia berhasil
meninggalkan sesuatu yang berguna bagi rakyatnya.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami,
dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 14/11/2016
Gordi
Dipublikasikan pertama kali di blog kompasiana
Posting Komentar