Halloween party ideas 2015




Mungkin karena pribadinya tenang, ia pun pergi dengan tenang. Jauh dari hiruk pikuk keramaian media massa. Ia memang seorang yang tenang meski sebenarnya amat terkenal.

 

Kepribadian ini adalah jejak yang membekas dari seorang Bapak Martinus Surawan. Seorang guru Bahasa Inggris yang meraih gelar doktor di akhir
masa tugasnya sebagai guru. Ia memang termasuk seorang pembelajar sejati. Tak ada kata berhenti dalam kamus belajarnya.

 

Pak Surawan adalah Guru Bahasa Inggris kami di Tunas Xaverian Yogyakarta 2005-2006. Selain mengajar kami, ia rupanya mengajar di Seminari Menengah terbesar di Pulau Jawa. Yang berada di kota Magelang. Rumah Pak Surawan rupanya berada di Kabupaten Magelang. Jika Seminari Mertoyudan berada di kotanya, tempat asal Pak Suarawan berada di pegunungan.

 

Orang gunung biasanya gigih dalam perjuangan. Sikap ini juga yang melekat dalam diri pak Surawan. Hari Senin dan Jumat, ia datang di Yogyakarta. Dengan sepeda motor dari Magelang. Rupanya saat itu juga ia sedang mengambil program magister dan kemudian doktor di kota Yogyakarta.

 

Meski sudah meraih gelar Master saat itu, Pak Surawan tetap tampak sederhana. Dalam mengajar, ia sedikit bicara di luar konteks pelajaran. Ia menekankan pembelajaran kosa kata Bahasa Inggris kepada kami. Tak heran jika setiap kali pelajaran, selalu dimulai dengan ujian kosa kata. Setelah itu baru lanjut dengan tata bahasa dan juga bacaan. 

 

Tiga hal ini ia kerjakan dengan tenang. Dan dalam ketenangan rupanya ia menyiapkan segala bahan pelajaran. Ada daftar kosa kata, ada buku tata bahasa, dan ada kumpulan bahan bacaan. Menyiapkan sendiri bahan ini tentunya membutuhkan ketekunan. Orang yang tekun akan tenang hidupnya. Maka, saat mengajar pun, Pak Surawan tampak tenang-tenang saja.

 

Kisah tenang ini juga yang saya temukan pada tahun 2013. Saat itu, saya menjadi penghuni Wisma Xaverian Yogyakarta. Tentu bertemu Pak Surawan setiap minggu. Saat ia sedang mengajar, seperti biasa, saya juga membaca koran KOMPAS. Saat mengambil koran itu di samping garasi, saya melihat sosok seorang Ibu. Ibu itu menunggu Pak Surawan dengan tenang tanpa banyak berbicara. Misalnya di telepon, atau mendengar berita. Dari tuturannya, saya tahu kalau mereka datang berdua.

 

Pak Surawan yang tenang itu rupanya juga menjadi pribadi yang setia. Kisah pagi itu kiranya juga menjadi tanda bahwa mereka berdua juga adalah pribadi yang setia. Kisah kesetiaan ini juga terungkap beberapa hari kemudian. Saat kami dapat kabar bahwa Pak Surawan dirawat di RS Panti Rapih. Maka, suatu siang, saya bersama seorang teman Romo, ditemani Ibu dan Bapak di dapur, kami mengunjungi beliau di rumah sakit. Di sana, dia ditunggu oleh istrinya yang setia.

 

Dari tempat tidur, wajah tenangnya masih terlihat saat itu. Dia pun sempat bercerita beberapa kisah kepada kami. Kisah kesetiaannya dengan sang istri kiranya akan berlanjut. Saat ia meninggal dan akan bertemu dengan sang istri yang meninggal beberapa bulan lalu. 

 

Kesetiaan pada keluarga kiranya menjadi sumber dari kesetiaan kepada pekerjaan. Dari kesetiaan pada profesi inilah Pak Surawan bisa menulis buku. Buku Kamus Bahasa Serapan. Tak mungkin tak setia baginya yang terus belajar sampai meraih gelar doktor. Gelar itu kiranya hanya buah dari pohon ketekunannya dalam mengajar.

 

Selama dua tahun berjumpa beliau, disiplin adalah sikap lain yang melekat padanya. Ia selalu hadir sebelum pelajaran dimulai. Sudut kelas dan samping garasi adalah tempat pertama yang ia singgahi di Wisma Xaverian Yogyakarta. Di sana, ia menghabiskan batangan kesukaannya. Hobi ini mungkin berpengaruh pada kesehatannya, tapi tidak pada semangatnya untuk belajar.

 

Selain hobi ini, Pak Suarawan rupanya juga menyukai teh hangat. Suatu pagi, di ruang kelas, kami bertanya tentang minuman kesukaannya. Dengan enteng ia menjawab, teh manis. Setiap beliau mengajar, kami memang menyediakan segelas teh manis dan segelas air putih. Inilah minuman kesukaannya sambil mengajar.

 

Terima kasih Pak Surawan. Sudah mendidik kami dengan tekun. Berita kepergianmu membuat saya mengingat-ingat kebersamaan denganmu. Di ruang kelas, di luar ruang kelas, dan dalam perjumpaan tidak formal lainnya. Meski jarang berkomunikasi secara intens, ketidakakraban kita justru menjadi sesuatu yang berharga. Untuk diingat-ingat dan dikenangkan. Kepergianmu mengingatkan kami bahwa Engkau sudah banyak mendidik para siswa. Jasamu amat membekas dalam diri peserta didik termasuk saya. Akhirnya, selamat jalan. Beristirahatlah dengan tenang bersama istri tercinta. Di rumah Bapa di surga.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.