Pak Martinus Surawan beruntung. Kesetiaannya disambut olek kesetiaan sang istri. Ibu Surawan pun tentu senang berpadu dengan suaminya yang setia.
Boleh jadi kesetiaan inilah resep mujarab di balik kiprah pasangan ini. Dugaan saya ini dibenarkan oleh seorang sahabat. Yang mengenal baik kiprah istri Pak MS. Karena setia, Bapak dan Ibu Surawan tak pernah berpisah. Misalnya saat ada keperluan di kota Yogyakarta, sang istri dengan setia menemani sang suami yang mengajar di Seminari Xaverian. Selesai mengajar, barulah mereka berjalan-jalan dan menyelesaikan urusan mereka.
Ibu Surawan kiranya bahagia mengarungi lautan kehidupan bersama Pak Surawan. Hanya mereka yang bahagia yang bisa membagikan kisah keluarganya kepada yang lain. Sang sahabat menulis, “Pada saat menunggu Bapak mengajar sampai jam 12, si Ibu ngobrol-ngobrol di dapur.”
Ini adalah ciri khas orang yang bersikap terbuka. Orang yang tertutup tidak akan berani membagikan kisahnya kepada yang lain. Ibu Surawan jauh dari kesan egois. Itulah sebabnya—menurut tuturan sahabat saya—ia bisa berbagi kisah tentang kedua anaknya yang cowok. Keluarga mereka rupanya boleh dikata keluarga cowok. Selain anak mereka cowok, cucu mereka yang dua orang itu juga rupanya cowok.
Saling tukar pengalaman inilah yang membuat mereka tambah bahagia. Kebetulan sahabat saya juga punya dua anak cowok. Bayangkan betapa bahagianya mereka. Berbagi kisah membesarkan anak-anak cowok.
Berbagi seperti ini rupanya menjadi ciri khas keluarga Surawan. Bukan hanya cerita keluarga yang dibagi. Tapi juga sampai soal makanan. Kata sahabat saya, “Kami sering dibawain oleh-oleh Tahu dan Tempe atau Intip.” Masih ada lagi yang lain seperti Kripik Pisang. Berbagi seperti ini kiranya menjadi bentuk perhatian yang dalam. Keluarga Bapak dan Ibu Surawan membagikan itu untuk para Tunas Xaverian. Inilah perhatian total Pak Surawan, yang tidak saja berbagi ilmu, tetapi juga membawa oleh-oleh seperti ini.
Saya malah tidak tahu soal ini. Kalau tidak diceritakan oleh sang sahabat. Bapak dan Ibu Surawan memang telah tiada. Tapi cerita tentang mereka akan menjadi kisah menarik. Untuk dikenang sepanjang masa. Seperti sahabat saya menulis, “Sekilas info kenangan kami dengan Bapak dan Ibu Surawan.”
Kisah yang tak terlihat ini tentu menularkan semangat berbagi kepada kami dan sahabat kami. Kebaikan Ibu Surawan tentu ingin kami tiru. Bukan saja sebagai balas budi. Tapi menjadi kisah hidup yang amat berarti. Maka, sahabat saya mengisahkan demikian, “Saat Komunitas Xaverian panen buah-buahan seperti Alpukat, Nangka, Mangga, dll. Pasti ada bagian untuk keluarga Bapak dan Ibu Surawan.”
Ini kisah luar biasa. Betapa kebaikan itu melahirkan kebaikan yang baru. Kisah ini mungkin tak terungkap jika hanya melihat Pak Surawan secara sekilas. Tetapi melihat sisi lain dari kehidupannya tentu akan menemukan harta karun. Harta karun ini rupanya dibagikan oleh sang istri.
Kesuksesan Pak Surawan tentu tak terpisahkan dari kiprah sang istri. Ibarat makanan yang enak, dapur kesuksesan Pak Surawan berada di tangan sang istri. Tulang rusuknya inilah yang mendukungnya dengan menu cinta yang tulus. Cinta mereka kiranya cinta murni. Tak lekang oleh gelombang badai kehidupan. Kemurnian ini membawa mereka tetap utuh menjadi pasangan yang saling cinta sampai maut memisahkan.
Kemurnian cinta ini tentu tak terlihat bagi mereka yang tidak mengenal secara lebih dekat. Tapi amat nyata di depan mata bagi mereka yang kenal lebih jauh. Rupanya dalam tenang, Pak Surawan menikmati kehidupan yang penuh bermakna bersama sang istri tercinta. Tak mungkin tidak, kehidupan penuh makna inilah yang menjadi atmosfir keluarga mereka. Anak-anak mereka kiranya beruntung punya figur ayah dan ibu yang penuh cinta dan setia sehidup semati.
Bapak dan Ibu Surawan sudah menjalankan amanat Janji Suci di depan altar. Di hari pernikahan suci mereka. Sakramen Pernikahan itu benar-benar mereka hidupi dalam sepanjang hayat mereka. Selamat jalan Bapak dan Ibu Surawan. Terima kasih sudah berbagi cinta dengan kami.
Posting Komentar