Kala Turis Asing Mengusir Penduduk Venezia
Kanal besar alias grande canale di Venezia, FOTO: getyourguide.it |
Kota Venezia yang
terkenal itu rupanya kini ditinggal pergi oleh warganya. Anehnya, makin banyak
turis asing yang datang menghampiri kota turis top dunia ini. Mengapa keanehan ini
terjadi?
Warga
Venezia tentunya bangga dengan kota mereka. Ibarat anak kecil dan mainan
kesukaannya, warga Venezia makin lekat dengan kota mereka. Mereka tentu tidak
akan meninggalkan kota mereka. Sebaliknya, mereka tentu mencintai kota mereka.
Mereka menghalau perusak yang datang dari luar. Melindungi keindahan arsitek,
spiritualitas, alam, budaya serta kehidupan sosial kota mereka.
Inilah
yang membuat Venezia menjadi kota terpadat penduduknya di seluruh Regione Veneto. Kota Venezia yang bernaung di bawah Provincia Venezia dan Comune
Venezia ini berpenduduk sekitar 262.246 orang. Kalau dijumlahkan semua
dengan mereka yang tinggal di seluruh kota sekitar menjadi 363.468 orang. Untuk
ukuran jumlah penduduk setingkat comune,
kota Venezia menempati urutan ke-11 untuk seluruh kota di Italia.
Kota
Venezia memang bukan kota baru. Kota ini dalam sejarahnya berumur ribuan tahun.
Kota ini pernah menjadi ibu kota negara Republik
Venezia atau Repubblica di Venezia
sepanjang lebih dari 1000 tahun (697-1797 Masehi). Selama periode ini muncul dua
tokoh penting dalam sejarah Republik
Venezia yakni Paoluccio Anafesto
(697-717) dan Lodovico Manin
(09/03/1789-12/05/1797).
Paoluccio
Anafesto dikenal sebagai il primo doge atau Pemegang Tahta
Tertinggi yang pertama dalam sistem pemerintahan Republik Venezia. Kata ‘doge’ berasal dari kata dalam dialek
Venezia ‘doxe’ yang artinya kurang lebih seperti Raja. Sedangkan, Lodovico
Manin adalah l’ultimo doge atau Pemegang Tahta Tertinggi yang terakhir. Dari
Anafesto sampai Manin terdapat 120 orang raja yang memerintah Republik Venezia.
Canale grande berlatar belakang Gereja, FOTO: venicewatertaxi.it |
Melihat banyaknya jumlah Raja yang memerintah ini, Republik Venezia pun mempunyai beberapa
nama. Raja di Venezia ibaratnya seperti para Menteri Pendidikan di Indonesia
yang mengubah-ubah sistem pendidikan di Indonesia. Seperti para Menteri,
raja-raja ini mempunyai hak untuk mengubah nama kerajaan mereka. Nama Republik Venezia pun ditulis dalam
beragam nama misalnya Venetiarum Respublica
dalam bahasa Latin, kemudian Repubblica Veneta yang diambil dalam dialek orang
Venetto Republica Veneta. Ada juga
nama lain yang jauh dari nama aslinya yakni Repubblica di San Marco dan
Serenissima. Nama Marco boleh jadi
terkait dengan nama satu dari Gereja antik di kota Venezia yang sudah ada sejak
zaman itu.
Republik
Venezia yang eksis sampai abad
ke-18 ini meliputi daerah Timur Laut Italia dan beberapa bagian Utara lainnya
seperti bagian negara Slowakia saat ini, daerah Ciprus, dan Kereta di Yunani.
Itulah sebabnya di kerajaan ini muncul beberapa bahasa seperti Italia, Latin,
Slovania, Veneto, dan Yunani.
Republik
Venezia berhenti berjaya sejak
abad ke-18 tetapi peninggalannya masih bertahan dan makin menarik saat ini.
Venezia seolah-olah mekar bunga yang tiada henti. Hari ini tumbuh dan besok
tumbuh lagi. Hari ini mekar dan besok mekar lagi. Mekar terus dan
tanpa henti. Entah suatu saat akan berhenti jika Venezia meninggalkan budaya,
arsitek, alam, dan spiritualitasnya.
Venezia
memang unik. Venezia bukan berdiri di atas satu tanah saja. Venezia terkenal
karena banyak komponen di dalamnya. Bayangkan, Venezia nama besarnya. Di dalam
nama besar ini terdapat banyak nama pulau kecil di sekitarnya yang berjumlah
118. Di peta, komponen ini amat nyata. Jangan heran jika Venezia terkenal
karena jembatan antiknya. Jembatan inilah yang menjadi
sarana penghubung dari satu pulau ke pulau lainnya. Bahkan, dari daratan
Italia ke Stasiun Santa Lucia yang berada di pulau—terpisah dari daratan
Italia—tersedia jalur kereta api. Dari Stasiun Maestre (daratan Italia) sampai
Stasiun Santa Lucia (Pulau Venezia) hanya 12 menit dengan kereta api regionale.
Di
kawasan pusat sejarah (centro storico)
terdapat beberapa tempat yang berhubungan. Hubungan ini kadang melalui kanal
besar yang dikenal dengan sebutan canale
grande. Di kanal-kanal ini berlabuh perahu-perahu untuk para pengunjung.
Perahu ini juga yang berlabuh di bawah jembatan terkenal yakni Ponte di Rialto atau Jembatan Rialto.
Jembatan ini bersama keempat jembatan lainnya (ponte dell'Accademia, ponte degli Scalzi dan ponte della Costituzione) di pusat sejarah kota Venezia menjadi
jembatan antik dan terkenal. Keempat jembatan ini menjadi penghubung di Canale Grande tadi.
Ponte atau jembatan Rialto, FOTO: venicewatertaxi.it |
Sampai di
sini kiranya jelas bahwa kota Venezia itu menarik banyak orang. Keindahannya
bukan saja membuat warganya mencintai kota mereka tetapi juga membuat turis
jatuh cinta dengan kota ini. Jatuh cinta ini rupanya membuat warga Venezia
harus meninggalkan kota mereka.
Penduduk
Venezia saat ini rupanya pelan-pelan berkurang. Mereka kebanyakan tinggal di
luar kota mereka. Meski demikian, kota Venezia tetap ramai. Turis asing rupanya
mengambil alih kota Venezia ini.
Dari
sensus penduduk bulan November yang lalu muncul data bahwa hanya 54.994
penduduk Venezia yang tinggal di kota Venezia. Sekitar 10 tahun lalu (2006),
penduduk kota ini berjumlah 60.000. Bahkan, kota ini pernah dihuni oleh 120.000
orang pada tahun 1960-an. Kalau dirata-ratakan, saat ini terdapat sekitar 2,6
orang penduduk Venezia yang meninggalkan kota mereka setiap hari.
Pengurangan
ini tidak membuat Venezia sepi. Venezia tetap ramai misalnya di sekitar
jembatan-jembatan, di pusat sejarah kota, di perahu-perahu. Keramaian ini
rupanya diisi oleh para turis asing yang saat ini jumlahnya hampir sama dengan
jumlah penduduk kota Venezia yakni 50.000-an orang.
Penduduk
Venezia pun merasa asing dengan kota mereka. Mereka kini merasa sulit untuk
tinggal di kota asal mereka. Mereka juga merasa sulit hidup di kota yang kini
dipadati oleh kelompok droga alias
mabuk-mabukkan, dan kelompok penghuni stasiun. Warga Venezia tidak biasa dengan
kehidupan aneh nan asing seperti ini.
Kesulitan
lain yang mereka hadapi adalah soal tata kelola kota Venezia. Pemerintah kota
saat ini memberikan ruang seluas-luasnya kepada pengelola mode. Jadilah Venezia
sebagai kota mode yang menjajah penduduknya. Warga terpaksa melepaskan tempat
tinggal mereka untuk dijadikan pusat mode. Alhasil, Venezia terkenal dengan
mode-nya sekaligus menjadi mode yang kebablasan, yang tidak ramah dengan
penduduknya.
Kesulitan
besar ini menjadi bagian utama dari kesulitan kecil lainnya seperi macetnya
moda transportasi publik. Orang Venezia bahkan merasa sesak karena sulit
bergerak. Mereka mengatakan spostarsi è
impossibile, tidak mungkin lagi bergerak sekadar berpindah-pindah tempat di
kota ini.
Orang
Venezia yang mencintai kota mereka ini pun bergerak untuk aksi protes. Mereka
sudah mulai berjuang dengan membuat protes kecil dan aman di beberapa tempat
umum di kota sampai di depan kantor wali kota. Aksi protes ini pun diteruskan
ke Pemerintah Pusat. Bahkan, juga sampai ke UNESCO, sebagai badan internasional
yang memberi perhatian pada warisan budaya dunia.
Dari
UNESCO (United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) pun sudah muncul tanggapan. Tidak
main-main, dalam waktu dekat pemerintah Italia dan pemerintah setempat di
Venezia mesti memenuhi tuntutan UNESCO. UNESCO rupanya sudah melihat situasi
kurang bagus di kota Venezia. Organisasi PBB ini merasa perlu ada tindakan
khusus agar warisan dunia di kota Venezia tidak rusak. Itulah sebabnya, UNESCO memberi
waktu pada Italia dari saat ini sampai bulan Februari 2017 yang akan datang
untuk mengatasi situasi kurang bagus terkait keadaan warisan dunia di kota
Venezia.
Semoga
Venezia tidak akan seperti Bali dan kawasan Puncak, Jawa Barat. Di Bali, banyak
tempat dan bangunan yang dimiliki oleh turis asing. Warga Bali menjadi tamu di
rumahnya. Demikian juga di kota Labuan Bajo yang digadang sebagai Bali ke-2
atau ke-3. Di kawasan Puncak juga hampir sama karena pemilik hotel dan resort
sebagian besarnya penduduk Jakarta dan juga para bule Arab yang menghabiskan
masa kawin kontraknya di kawasan sejuk ini.
Sekadar berbagi yang dilihat,
ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 19/12/2016
Gordi
Dipublikasikan pertama kali di blog kompasiana
Posting Komentar