Halloween party ideas 2015

Rute Paling Menggoncangkan Dari Labuan Bajo ke Denpasar

foto, Gordi
Kamis, 11 Agustus 2005. Hari bersejarah dalam hidup saya. Hari ini saya—pertama kali—menumpang kapal laut. Saya orang darat. Berasal dari daerah pedalaman. Daerah pegunungan. Jauh dari laut. Hari ini menjadi orang laut. Orang yang hidup di atas laut. Saya akan tinggal dalam kapal di atas laut selama 2 hari ke depan.

Kalau dipikir-pikir, saya hanya tinggal 2 hari di atas laut. Bayangkan mereka yang menumpang kapal pesiar, berbulan-bulan di atas laut. Atau mereka yang berlayar dengan perahu kecil, berminggu-minggu di atas laut. Mereka yang mencari suaka ke Australia dan harus melewati perairan Indonesia secara ilegal. Mereka yang berbulan-bulan di atas laut mencari dan mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.

Mereka ini hidup di atas laut. Demikianlah ritme hidup yang pernah saya dengar dari teman-teman saya yang berasal dari keluarga nelayan. Sore berangkat dengan sampan, mencari ikan di laut. Makan malam di atas kapal. Sepanjang malam di atas sampan. Esok pagi ketika mentari bersinar baru kembali ke daratan.

Pukul 7 pagi, kami berangkat dari Labuan Bajo dengan kapal Tilongkabila. Kapal ini adalah salah satu kapal penumpang yang melayani rute Makasar sampai Bali. Kapal ini berangkat dari Pulau Sulawesi ke Labuan Bajo-Flores, ke Bima-Sumbawa, ke Lombok,  dan sampai di Benoa-Denpasar-Bali.

Kapal yang mampu mengangkut 970 orang penumpang ini menghabiskan 3 hari perjalanan dari Makasar ke Benoa-Denpasar. Dari Labuan Bajo ke Benoa hanya 1 malam 2 hari.

Kamis itu, kami berangkat pukul 7 pagi. Penumpang yang naik di Labuan Bajo diperkirakan ratusan orang. Pagi ini suasana dermaga Komodo yang baru saja diresmikan tahun 2005 itu amat ramai. Jumlah pengantar penumpang lebih banyak ketimbang jumlah penumpang yang berangkat.

Siang harinya, pukul 2 siang, kami tiba di Pelabuhan Bima-Sumbawa. Di sini ada penumpang yang turun dan naik. Dari Labuan Bajo saya dan teman saya mendapat tempat di lorong dek kapal. Kami duduk di luar kapal. Kami belum mendapat kasur untuk tidur. Di Bima kami memperoleh kasur dari penumpang yang turun. Teman saya jago melobi sehingga mendapat tempat dan kasur yang ada dalam kapal.

Dari Bima kami bertolak lagi ke arah Barat setelah beristirahat selama 30 menit. Kapal boleh sandar di Bima maksimal 30 menit. Mengingat banyaknya penumpang yang akan naik dan turun. Kami berangkat menuju Pulau Lombok. Dalam perjalanan inilah saya merasakan bermalam di kapal. Sore hari pemandangan di laut sangat indah. Matahari yang terbenam menjadi pemandangan tercantik dalam perjalanan ini. Malam ini juga kami tidur di atas kapal. Sang kapten dan kru kapal tetap bersiaga.

Tak ada perasaan takut sama sekali karena ramainya suasana di kapal. Teman saya sering membuat kami tertawa. Dalam kelompok kecil itu kami merasa seperti saudara. Suasana persaudaraan itulah yang mengikat tali persahabatan kami. Merasa sama-sama sebagai penumpang dalam kapal.

Esok paginya, pukul 6, kami bersandar di Pelabuhan Lombok. Di sini ada banyak penumpang yang turun. Sedangkan yang naik sedikit. Pemandangan unik mulai terlihat di sini. Buruh pelabuhan berdesakan di mulut dermaga menunggu kapal bersandar. Mereka mengais rezeki dari penumpang kapal yang turun.

Merekalah yang berjasa mengantar barang bawaan penumpang ke luar dermaga. Sayangnya aksi mereka kadang-kadang terlampau membahayakan. Baik bagi penumpang juga bagi sesama buruh. Pemandangan yang sama terjadi di pelabuhan Bima-Sumbawa kemarin siang. Mereka suka berebutan dalam melayani penumpang. Kapal belum sandar dengan baik, mereka sudah berebutan di dermaga. Waktu penumpang turun dari kapal, mereka juga kadang-kadang berebutan membawakan barang bawaan penumpang.

Setelah 30 menit bersandar, kami melanjutkan perjalanan ke Benoa-Denpasar. Bagian ini menjadi perjalanan penuh perjuangan. Menurut teman saya dan cerita dari mereka yang sudah beberapa kali melewati rute ini, di sini ombaknya lebih kencang dan tinggi. Kapal-kapal kecil biasanya tak luput dari pengaruh ombak. Kapal bergoyang. Kapal Tilongkabila yang dibuat di Jerman pada tahun 1994 sedikit bergoyang. Saya merasakan goyangnya karena saya sedang berada di kamar mandi. Air di bak mandi mengalir keluar. Saya juga merasa terlempar dan sempat pusing.

Setelah melewati rute paling menggoncangkan ini, kami tiba di pelabuhan Benoa-Denpasar pada pukul 1 siang. Dermaga di sini ukurannya besar. Banyak kapal bersandar. Ini kota besar, kota pariwisata. Keluarga yang menjemput kami sudah menunggu di ruang tunggu dermagaa saat kami mau sandar. Kebetulan ada teman sekampung saya. Dia sudah lebih dulu—2 minggu—di Bali. Dia juga datang menjemput saya. Mereka ini berjasa bagi saya.

Selesailah petualangan di atas laut, di dalam kapal dari Flores ke Bali. Perjalanan pertama di atas laut. Perjalanan penuh goncangan, kecemasan, ketakutan. Perjalanan yang mengesankan. Saya menjadi tahu suasana di atas kapal ketika berlayar. Dulu saya berpikir dan membayangkan, bagaimana yah..rasanya berada di atas kapal. Kalau kapal itu tenggelam, nyawa saya dan penumpang lainnya bagaimana? Di makan ikan? Diselamatkan? Mengapung di atas laut?

Ini bayangan aneh dan terlampau negatif. Kini saya tahu, suasananya tak seperti yang dibayangkan. Berada di atas kapal sungguh menjadi suasana yang menyenangkan. Ada pemandangan indah, ada suasana persaudaraan. Semua penumpang merasa seperti satu keluarga besar. Ada persahabatan yang dibangun dalam 2 hari perjalanan. Ada pula kesedihan ketika harus berpisah di tempat tujuan akhir yakni Bali. Terima kasih Tuhan untuk perlindunganmu dalam perjalanan ini.

Saya masih melanjutkan petualangan ke kota Yogyakarta. Sekarang baru setengah dari perjalanan itu yang dicapai. Seperti apakah petualangan saya selanjutnya menuju Yogyakarta?
(bersambung......)

PA, 20/10/2012




Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.