Rute Paling Menggoncangkan Dari Labuan Bajo ke Denpasar
foto, Gordi |
Kalau dipikir-pikir, saya hanya tinggal 2 hari di atas laut.
Bayangkan mereka yang menumpang kapal pesiar, berbulan-bulan di atas laut. Atau
mereka yang berlayar dengan perahu kecil, berminggu-minggu di atas laut. Mereka
yang mencari suaka ke Australia dan harus melewati perairan Indonesia secara
ilegal. Mereka yang berbulan-bulan di atas laut mencari dan mencuri ikan di
wilayah perairan Indonesia.
Pukul 7 pagi, kami berangkat dari Labuan Bajo dengan kapal
Tilongkabila. Kapal ini adalah salah satu kapal penumpang yang melayani rute
Makasar sampai Bali. Kapal ini berangkat dari Pulau Sulawesi ke Labuan Bajo-Flores,
ke Bima-Sumbawa, ke Lombok, dan sampai
di Benoa-Denpasar-Bali.
Kapal yang mampu mengangkut 970 orang penumpang ini
menghabiskan 3 hari perjalanan dari Makasar ke Benoa-Denpasar. Dari Labuan Bajo
ke Benoa hanya 1 malam 2 hari.
Kamis itu, kami berangkat pukul 7 pagi. Penumpang yang naik
di Labuan Bajo diperkirakan ratusan orang. Pagi ini suasana dermaga Komodo yang
baru saja diresmikan tahun 2005 itu amat ramai. Jumlah pengantar penumpang
lebih banyak ketimbang jumlah penumpang yang berangkat.
Siang harinya, pukul 2 siang, kami tiba di Pelabuhan Bima-Sumbawa.
Di sini ada penumpang yang turun dan naik. Dari Labuan Bajo saya dan teman saya
mendapat tempat di lorong dek kapal. Kami duduk di luar kapal. Kami belum
mendapat kasur untuk tidur. Di Bima kami memperoleh kasur dari penumpang yang
turun. Teman saya jago melobi sehingga mendapat tempat dan kasur yang ada dalam
kapal.
Dari Bima kami bertolak lagi ke arah Barat setelah
beristirahat selama 30 menit. Kapal boleh sandar di Bima maksimal 30 menit. Mengingat
banyaknya penumpang yang akan naik dan turun. Kami berangkat menuju Pulau
Lombok. Dalam perjalanan inilah saya merasakan bermalam di kapal. Sore hari
pemandangan di laut sangat indah. Matahari yang terbenam menjadi pemandangan
tercantik dalam perjalanan ini. Malam ini juga kami tidur di atas kapal. Sang kapten
dan kru kapal tetap bersiaga.
Tak ada perasaan takut sama sekali karena ramainya suasana
di kapal. Teman saya sering membuat kami tertawa. Dalam kelompok kecil itu kami
merasa seperti saudara. Suasana persaudaraan itulah yang mengikat tali
persahabatan kami. Merasa sama-sama sebagai penumpang dalam kapal.
Esok paginya, pukul 6, kami bersandar di Pelabuhan Lombok. Di
sini ada banyak penumpang yang turun. Sedangkan yang naik sedikit. Pemandangan unik
mulai terlihat di sini. Buruh pelabuhan berdesakan di mulut dermaga menunggu
kapal bersandar. Mereka mengais rezeki dari penumpang kapal yang turun.
Merekalah yang berjasa mengantar barang bawaan penumpang ke
luar dermaga. Sayangnya aksi mereka kadang-kadang terlampau membahayakan. Baik bagi
penumpang juga bagi sesama buruh. Pemandangan yang sama terjadi di pelabuhan
Bima-Sumbawa kemarin siang. Mereka suka berebutan dalam melayani penumpang. Kapal
belum sandar dengan baik, mereka sudah berebutan di dermaga. Waktu penumpang
turun dari kapal, mereka juga kadang-kadang berebutan membawakan barang bawaan
penumpang.
Setelah 30 menit bersandar, kami melanjutkan perjalanan ke
Benoa-Denpasar. Bagian ini menjadi perjalanan penuh perjuangan. Menurut teman
saya dan cerita dari mereka yang sudah beberapa kali melewati rute ini, di sini
ombaknya lebih kencang dan tinggi. Kapal-kapal kecil biasanya tak luput dari
pengaruh ombak. Kapal bergoyang. Kapal Tilongkabila yang dibuat di Jerman pada
tahun 1994 sedikit bergoyang. Saya merasakan goyangnya karena saya sedang
berada di kamar mandi. Air di bak mandi mengalir keluar. Saya juga merasa
terlempar dan sempat pusing.
Setelah melewati rute paling menggoncangkan ini, kami tiba
di pelabuhan Benoa-Denpasar pada pukul 1 siang. Dermaga di sini ukurannya
besar. Banyak kapal bersandar. Ini kota besar, kota pariwisata. Keluarga yang
menjemput kami sudah menunggu di ruang tunggu dermagaa saat kami mau sandar. Kebetulan
ada teman sekampung saya. Dia sudah lebih dulu—2 minggu—di Bali. Dia juga
datang menjemput saya. Mereka ini berjasa bagi saya.
Selesailah petualangan di atas laut, di dalam kapal dari
Flores ke Bali. Perjalanan pertama di atas laut. Perjalanan penuh goncangan,
kecemasan, ketakutan. Perjalanan yang mengesankan. Saya menjadi tahu suasana di
atas kapal ketika berlayar. Dulu saya berpikir dan membayangkan, bagaimana
yah..rasanya berada di atas kapal. Kalau kapal itu tenggelam, nyawa saya dan
penumpang lainnya bagaimana? Di makan ikan? Diselamatkan? Mengapung di atas
laut?
Ini bayangan aneh dan terlampau negatif. Kini saya tahu,
suasananya tak seperti yang dibayangkan. Berada di atas kapal sungguh menjadi suasana
yang menyenangkan. Ada pemandangan indah, ada suasana persaudaraan. Semua penumpang
merasa seperti satu keluarga besar. Ada persahabatan yang dibangun dalam 2 hari
perjalanan. Ada pula kesedihan ketika harus berpisah di tempat tujuan akhir
yakni Bali. Terima kasih Tuhan untuk perlindunganmu dalam perjalanan ini.
Saya masih melanjutkan petualangan ke kota Yogyakarta. Sekarang
baru setengah dari perjalanan itu yang dicapai. Seperti apakah petualangan saya
selanjutnya menuju Yogyakarta?
thanks infox boss..
BalasHapussami2...bosss...
BalasHapustrims dah mampir d blog sederhana ini...
salam...