Jalan masuk ke autostrada (jalan tol) FOTO, milanotime.net |
Saatnya
tiba dan saya harus pergi. Saat itu, bulan Juni tahun 2014, saya menginjakkan
kaki di kota impian ini. Saya menemani teman saya ke bandara internasional
Malpensa, Milan. Teman saya yang orang Desio, Milan itu jadi sopir. Kami
mengantar tiga teman kami yang berlibur. Satunya ke Meksiko, duanya ke Afrika
(Kongo dan Burundi).
Saya
ingat persis waktunya. Kami berangkat jam 2 sore. Butuh waktu dua jam untuk
sampai di Malpensa. Kami lewat jalan tol (autostrada).
Saya duduk sendiri di kursi belakang mobil. Dua teman duduk di bangku tengah.
Satu lagi di depan bersama sopir. Saya sengaja memilih di ujung belakang supaya
bisa tidur. Di belakang saya ada ruang kosong yang diisi dengan beberapa koper.
Mula-mula
saya menikmati pemandangan dalam perjalanan ini. Melihat lalu lalangnya mobil
di tol. Ada yang kecepatannya melebihi kecepatan mobil kami. Ada pula yang
kurang. Menariknya, semua sudah di atur menurut jalurnya. Jalur A hanya untuk
mendahului. Jalur B yang setengah cepat. Jalur C yang lambat sekali. Jadi,
kalau rasa-rasanya capek, masuk saja di jalur C yang paling pinggir. Tidak
buru-buru. Kalau mau lebih santai lagi masuk di jalur B. Kalau mau cepat
sampai, masuk jalur A, kemudian ke jalur B. Sebab, jalur A hanya untuk
mendahului. Dengan demikian jika ingin cepat sampai, lewati semua mobil yang
ada di jalur B.
Lebih
menarik lagi. Rupanya untuk setiap jalur ada batas kecepatannya. Jalur B
misalnya dari 90-130. Jalur C dari 60-80. Kalau saya tidak salah ingat. Anggap
saja ini hanya contoh. Saya sendiri tidak hafal persis peraturan kecepatannya.
Kalau jadi sopir nanti, baru belajar.
Setelah
bosan melihat pemandangan seperti ini, saya tertidur. Mata tertutup dan mulai
terlelap. Kaca jendela ditutup semua. Kami menyalakan AC sehingga udara masih
sejuk. Cocok untuk tidur. Saya pun tidur sampai dekat bandara. Saya sadar kala
mobil kami masuk jalur yang salah. Sopir memberhentikan mobil sebentar sambil
menanyakan petugas bandara. Dari situ, saya sadar. Saya pun bangun dan
siap-siap untuk turun. Kami menurunkan barang-barang teman kami. Saya membantu
menurunkan koper dari mobil. Lalu, mereka sendiri menunggu di situ, sambil satu
atau dua orang masuk ruang tunggu untuk melihat loket check-in.
Mereka
menunggu dan saya bersama sopir mencari tempat parkir. Tempat parkirnya luas
tetapi mobil yang masuk juga banyak. Setelah berkeliling beberapa kali, kami
menemukan tempat parkir di dekat pintu masuk tadi. Teman saya membayar sewa
parkir. Kami antri barang 3 menit di loket parkir. Tiba giliran kami. Teman
saya menekan beberapa tombol untuk memberitahukan pada mesin itu bahwa kami
akan pakai lahan parkir sekitar sampai 2 jam. Lalu, dia masukkan uang dan
keluarlah tiket parkir. Kami kembali ke mobil untuk menaruh tiket itu di dekat
kaca depan mobil.
Tiket
itu sebagai bukti bahwa kami membayar sewa parkir. Petugas parkir atau polisi
biasanya datang ke setiap mobil dan mengecek tiket itu. Itulah sebabnya tiket
itu mesti ditaruh di dekat kaca di dalam mobil dan bisa dilihat dari luar.
Semua tempat parkir di Italia menggunakan cara seperti ini. Saya kurang tahu
persis dengan parkir motor. Apakah kalau disimpan di dekat stir motor, kertas
tiket itu tidak terbawa angin, atau dicuri orang? Tidak tahu. Soal mencuri
tiket itu memang jarang terdengar. Maklum, semua orang wajib memiliki tiket
parkir ini sebelum meninggalkan mobilnya di tempat parkir. Okelah kita tunggu
aksi berikutnya. Tinggalkan masalah parkir. (bersambung)
Posting Komentar