Keindahan ada di mana-mana. Bukan saja di tengah kota
modern. Bukan juga di tengah lukisan kuno. Bukan juga di tengah lukisan
jalanan. Keindahan ada di alam bebas. Keindahan ada di tengah hamparan gandum.
Betul sekali, keindahan alam itu ada di mana-mana. Tentu di
alam bebas. Kata teman saya, Padre Toff, “Kita pergi ke daerah saya sebentar,
mau foto-foto pemandangan indah.”
Suara itu muncul di balik gagang telepon. Sore ini, 8
Juni 2015, saya baru saja bangun tidur. Saya langsung bangun mendengar bunyi
telepon itu. Muncul nomor 223, nomor asing bagi saya. Tidak kenal. Lalu, saya
sapa, hallo. Dijawab dengan suara
yang mudah saya kenal. Dialah teman saya, Toff, yang biasa mengajak saya
berjalan-jalan di sekitar kota Parma. Dia suka jalan-jalan. Dia ingin mengajak
orang lain berjalan-jalan bersamanya. Selain suka jalan-jalan, dia juga
membantu orang yang kesusahan. Itulah sebabnya, kami berangkat agak lambat sore
ini.
Toff bersama teman masa kecilnya |
Rencana semula pukul 16.20. Kami baru bisa berangkat
pukul 16.50. Toff masih diskusi dengan seorang bapak tua yang datang meminta
uang padanya. Toff berdiskusi karena dia tidak kenal orang itu. Dia mau tahu,
siapa yang menyuruhnya datang meminta uang padanya. Bapak itu menjawab tidak
ada. Lalu, daripada tambah panjang, Toff memberinya 5 euro. Lalu, satu anak
muda marah karena dia tidak diberi uang. Marahnya seolah-olah dia juga berhak
mendapatkan uang itu. Padahal, kata Toff, dia sering membantunya. Membiayai perjalanannya
dua kali ke Jerman. Katanya mau cari kerja. Rupanya tidak. Toff kesal.
Kekesalan rupanya muncul juga kala membantu orang. Bantuan
memang bisa dilihat dari berbagai sisi. Ada yang melihatnya dari segi positif. Ada
pula dari segi sebaliknya. Jadinya, membantu menjadi sikap relatif. Dan, memang
sebaiknya dengan sikap relatif ini, kita bisa jeli membantu orang. Kadang-kadang—dalam
kasus ini—mereka datang meminta uang untuk beli makanan. Padahal, mereka mau
beli rokok. Jadinya, kita ditipu. Toff kesal juga dengan hal ini. Boleh jadi
dia mau jalan-jalan untuk menghindari kekesalan ini. Saya menangkapnya seperti
itu. Maka, saya pun mendesaknya untuk meninggalkan diskusi itu dan segera
berangkat.
Untunglah Toff mau setelah beberapa kali dibujuk. Toff sebenarnya
mau bukan karena menghilangkan kekesalan itu. Toff mau karena dia mau
mengabadikan beberapa pemandagan indah di tengah ladang gandum. Itulah sebabnya,
begitu kami tiba di sebuah rumah dia langsung mengajak saya ke belakang rumah. Dia
rupanya kenal pemilik rumah itu. Teman kelasnya waktu SD. Kami tidak berniat
untuk singgah di situ. Tapi, Toff salah mengambil jalur sehingga kami
menyasarkan diri di situ.
Di hamparan gandum belakang rumah itulah, kami mengabadikan
beberapa foto. Betapa ladang gandum itu indah. Indah karena ada warna kuning. Kuning--selain
putih—adalah simbol kebersihan. Lihat saja benda berwarna kuning. Tampak kebersihan
dari permukaannya. Bersih juga adalah sifat yang dekat dengan jujur. Orang
jujur pasti bersih. Demikian sebaliknya. Kalau ada orang bersih tapi tidak
jujur, itu artinya dia bertindak palsu. Semoga tidak seperti pembuat ijazah
palsu di Indonesia.
Orang jujur dihormati di mana-mana. Dia tidak segan masuk
di mana saja. Dengan modal jujur, dia tidak merasa terancam meski masuk di
daerah terasing pun. Itulah sebabnya, dalam perjalanan ini, kami singgah di
tiga tempat berbeda. Pertama, di rumah temannya Toff. Kedua di paroki. Ketiga di
rumah Toff sendiri.
Di paroki kami bertemu banyak anak kecil dan orang tua
mereka. Juga bertemu pastor paroki. Toff merasa dihormati di sini. Kami membawa
mobil masuk sampai di tengah halaman parkir paroki. Padahal, mobil lain tidak
boleh masuk. Rupanya Toff kenal baik pastor paroki dan orang-orang di sini. Tak
lupa kami mengabadikan beberapa foto di sini.
Demikian juga di tempat ketiga, ketika kami membuat foto
di hamparan ladang gandum. Tidak ada yang mencegat kami di sini. Memang kami
tidak melanggar peraturan. Pemandangan indah ini terletak tak jauh dari rumah
Toff. Maka, kami singgah sebentar di rumahnya. Bertemu keponakannya dan membuat
beberapa foto. Foto berlatar bunga-bunga indah. Lalu, kami pamit pulang.
Dalam perjalanan pulang, kami singgah di gelateria, makan eskrim. Ini sudah jadi
kebiasaan kami ketika bepergian. Toff sudah menyiapkan semua biaya. Beruntung saya
hanya jadi tukang foto saja haha. Eskrim sore ini membuat saya kenyang sekali. Padahal
harganya hanya 2 euro. Rupanya di sini porsinya jauh lebih besar dari gelateria lainnya. Agak lama juga saya
mengahbiskannya. Tidak apa-apa. Semua indah pada waktunya.
Terima kasih Toff untuk perjalanan sore ini.
PRM, 9/6/15
Gordi
Posting Komentar