Untuk Apa Retret Ini? (5)
Peserta retret bisa menemukan tujuan kedatangannya setelah berhari-hari hening sambil berdoa di rumah retret ini |
Pertanyaan ini kiranya penting. Tidak boleh disepelekan.
Sebab, jika tidak tahu tujuannya, retret ini sia-sia saja. Tidak ada namanya hanya coba-coba. Tidak! Mesti jelas
tujuannya.
Tiap orang tentu bisa
menafsirkan tujuannya. Atau tepatnya mengambil manfaat dari retret yang
berlangung 31 hari atau sebulan ini. Sebab, semua memilih dan memutuskan untuk
datang dan ikut ambil bagian dalam retret ini.
Saya sendiri
menjawabnya begini. Untuk melihat kembali perjalanan hidup saya. Maka, untuk
melihatnya lebih dalam dibutuhkan pertanyaan penuntun. Untuk apa saya hidup?
Mana pilihan hidup saya? Mengapa saya memilih itu? Apakah pilihan itu sudah
tepat? Apakah pilihan itu tidak bisa diubah? Apakah saya yakin dengan pilihan
saya itu? Apakah untung-ruginya pilihan saya itu? Apakah tidak ada pilihan lain
yang lebih menarik?
Semua pertanyaan ini
menjadi pergualatan saya selama retret agung ini. Tentu saya sudah menyiapkan
jauh sebelumnya. Saat retret tinggal diolah dan ditemukan jawabannya. Maka,
harapan saya adalah semoga retret ini membantu saya menemukan jawaban yang
tepat bagi saya. Lalu, maju terus dan memantapkan pilihan yang ada.
Bagi yang lain mungkin
bermacam-macam. Bagi yang sudah menikah, tinggal memantapkan pilihan hidup
berkeluarga-nya. Bagi yang masih lajang tinggal menentukan pilihan hidup yang
cocok baginya. Bagi yang sudah jadi pastor atau suster mungkin tinggal mencari input baru untuk terus berkarya.
Semua tujuan ini
kiranya bisa ditemukan dalam retret agung ini. Itulah sebabnya retret ini diisi
dengan kegiatan hening di mana setiap orang bisa berdialog dengan Tuhan, dengan
dirinya sendiri, dalam suasana hening. Tuhan bisa didengarkan dalam suasana
hening. Maka, keheningan menjadi satu tugas utama dalam retret ini. Dari awal
sampai akhir.
Saya menyesal karena
satu peserta retret mundur sebelum berakhirnya masa retret. Dia pulang setelah mengikuti tema di minggu pertama yakni
manusia pendosa. Entah apa yang membuatnya pulang. Satunya mungkin karena tidak
bisa mengikuti ritme hidup selama retret. Dia hanya bertahan sampai tanggal 11.
Pagi hari tanggal 12, dia kembali ke rumahnya di kota Napoli.
Salah satu pembimbing retret memberitahukan pada kami
bahwa dia pulang karena capek. Bisa capek juga rupanya retret ini. Atau mungkin
juga karena dia datang ke sini karena disuruh oleh orang lain. Tidak punya tujuan yang jelas. Memang, kedatangan seperti
ini biasanya tidak bertahan lama. Cepat pulang. Putus di tengah jalan.
Beruntunglah yang 34 lainnya—termasuk saya—bisa bertahan sampai akhir. Terima
kasih untuk doa teman-teman dan kesetiaan teman-teman, terima kasih kepada
pembimbing, dan semua orang yang membantu kami, hingga retret ini bisa
berlangsung sampai selesai.
Cerita kulitnya sampai di sini. Masih ada cerita ringan
lainnya yang menarik seputar retret yang lamanya sebulan ini. Ikuti tulisan
berikut misalnya tentang suasana makan malam pertama. Apakah hening juga????
Temukan jawabannya berikut ini.
Bologna, 25/7/2015
Gordi
Posting Komentar