*Bagian pertama dari tiga tulisan
Pengalaman bertemu tempat baru selalu menyimpan kenangan indah. Hampir pasti itulah yang menjadi abadi dari setiap petualangan. Oleh sebab itu, berpetualang menjadi kegiatan yang selalu dicari dan dirindukan oleh sebagian besar manusia. Berpetualang seperti apakah yang ditampilkan dalam kisah petualang ini?
Pengalaman bertemu tempat baru selalu menyimpan kenangan indah. Hampir pasti itulah yang menjadi abadi dari setiap petualangan. Oleh sebab itu, berpetualang menjadi kegiatan yang selalu dicari dan dirindukan oleh sebagian besar manusia. Berpetualang seperti apakah yang ditampilkan dalam kisah petualang ini?
Tanggal 10 dan 11 Januari yang lalu, saya dan konfrater sekomunitas berpetualang ke salah satu pantai di Tangerang. Kami mau merasakan suasana baru di saat liburan. Dari Jakarta ke Tangerang. Ada banyak hal yang berbeda. Kualitas udara, pemandangan, kondisi geografis, dan sebagainya. Tentu perbandingan ini tidak dibuat untuk mengukur kota mana yang terbaik. Ini hanya penggambaran bagaimana kondisi Jakarta, tempat kami tinggal, dan pantai Tanjung Kait, Mauk, tempat kami berpetualang.
Jarak yang ditempuh cukup dekat ketimbang ke daerah puncak. Namun, perbedaan jarak sama sekali tidak menentukan lamanya perjalanan. Kondisi jalan yang dilalui merupakan salah satu penentu. Kalau ke puncak, kami biasanya melalui jalan tol sehingga waktu tempuh lebih singkat. Kami melalui jalan raya biasa alias bukan tol ke Tanjung Kait. Jalan ke puncak sebagian besarnya bebas hambatan. Sementara, jalan ke Tanjung Kait banyak hambatannya. Ini yang menyebabkan serunya berpetualang ke daerah puncak dan Tanjung Kait berbeda. Kami menghabiskan waktu 3 jam dengan panjang jalan sekitar 57 km (Jakarta-Tangerang 30 km dan Tangerang-Mauk 20 km).
Liku-liku perjalanan
Kami berangkat pagi-pagi dari Jakarta, Cempaka Putih. Sebelum, kendaraan yang mengantar anak sekolah melaju di jalan, kendaraan kami sudah berada di jalan. Boleh dibilang, kami-lah yang termasuk kelompok awal yang menggunakan jalan raya Jakarta pada hari pertama minggu ini. Kami bergerak dari wilayah Jakarta Pusat menuju Jakarta Barat, dan selanjutnya masuk provinsi Banten khususnya daerah Tangerang. Laju kendaraan yang idealnya cepat kini menjadi lambat akibat hujan gerimis. Ya..gerimis mengguyur Jakarta dan sekitarnya sejak semalam.
Keluar dari daerah Jakarta, laju kendaraan tetap saja tidak menentu. Selain gerimis, ada juga kendaraan angkutan dari beberapa pabrik di daerah Tangerang. Kendaraan besar ini kadang-kadang menaikkan penumpang yang adalah pekerja (buruh) pabrik di sembarang tempat. Bayangkan ribuan lebih pekerja yang beroperasi di daerah yang kami lalu seperti daerah Balaraja, Cikupa, Pasar Kemis, dan Rajeg. Secara keseluruhan jumlah tenaga kerja di kabupaten Tangerang adalah 187.767 orang. Di sini, kami melaju dengan lambat. Selain itu, pekerja yang menggunakan sepeda motor sangat banyak. Pemandangan di jalan sama dengan jejeran lalat yang mengerumuni kecapung yang mati.
Warna-warni pemandangan di sekitar
Setelah melewati daerah basis pabrik, kami boleh menikmati indahnya alam. Ada ratusan pohon kelapa, pisang, dan tumbuhan hijau lain yang berjejer di antara rumah penduduk. Pemandangan hijau berbelang berbagai macam warna. Rumah penduduk desa di kiri-kanan jalan sebagian besar rumah sederhana. Beratapkan genteng natural atau genteng konvensional dan seng, berdindingkan papan, tembok, dan anyaman gedeg. Di beberapa derah terdapat kantor pemerintahan camat, perumahan TNI AU, gedung sekolah (SD dan SMP), Klenteng (tempat ibadat untuk penganut kepercayaan tradisional orang Tionghoa) pasar, dan mini market. Namun, pemandangan berbagai warna ini hanyalah sebagian kecil dari pemandangan utama yakni hijau.
Akhirnya, perjalanan ini merupakan sebuah perjuangan. Perjuangan seperti juga pekerjaan kita lainnya yang mengandung nilai perjuangan. Kami berjuang melintasi liku-liku perjalanan, jalanan macet dan becek, para buruh berjuang di pabrik, para penjual di pasar, para guru dan pegawai di kantor, para petani garam di sekitar pantai, dan berbagai profesi lain. Melalui pemandangan alam yang hijau, kita merasakan indahnya ciptaan Tuhan dan melalui perjuangan dalam profesi, kita mewujudkan aktualisasi diri kita seperti kata Karl Marx. Dalam semuanya itu (alam dan tempat kerja) Tuhan hadir menemani kita manusia.(Bersambung....)
Cempaka Putih, 31 Januari 2011
Gordy Afri
Posting Komentar