FOTO, 7tara.com |
Teman
saya sudah memberitahukan pada bapak dan ibunya bahwa kami akan makan malam di
rumah. Ibunya menelepon kami sewaktu kami masih di jalan. Teman saya
meresponnya. Kami tidak langsung ke rumahnya. Kami singgah sebentar di rumah
kakek dan neneknya.
Kakeknya
masih sehat. Begitu juga nenek. Setelah memarkir mobil di dekat rumah, kami pun
menemui mereka. Rumah itu termasuk rumah tua di kompleks itu. Untuk mengubahnya
pun perlu izin dari pemerintah. Katakan saja seperti bangunan bercagar budaya
kalau di Indonesia.
Kakek
dan neneknya senang sekali ketika kami tiba. Kami bersalaman. Kakeknya adalah
pelukis. Dia pun membawa saya ke beberapa ruang koleksi lukisannya. Ada yang
dia lukis sendiri. Ada pula lukisan hadiah temannya. Lukisan itu dia abdikan
untuk teman-temannya. Dia tidak keliling dunia tetapi lukisannya tentang
berbagai relalitas dunia. Teman-temannyalah yang menceritakan relalitas itu
padanya.
Teman
saya bercerita dengan sang nenek. Neneknya tentu kangen sekali bertemu cucu
ini. Nenek ini seolah-olah tidak mau jauh dari cucunya. Padahal, sebentar lagi cucunya
ini akan berangkat ke London untuk tugas belajar selama lebih kurang 5-6 bulan.
Tetapi, tugas itu dilupakan sejenak. Mereka asyik bercerita.
Saya
dan sang kakek berkeliling ke ruangan lukisan tadi. Dia menjelaskan semua
lukisan yang ada. Saya hanya punya beberapa kesempatan untuk bertanya. Rupanya melukis
adalah pekerjaan sampingannya. Atau lebih tepatnya, pekerjaan pensiunan. Dia menekuni
bidang ini saat remaja dan saat tua. Pekerjaaan tetapnya adalah tukang kayu. Jangan
sangka seperti tukang kayu seperti di Indonesia. Dia adalah bos mebel. Selain itu,
kakek ini juga hobi memelihara bunga. Setelah bosan di dalam ruangan, kami
berdua pun keluar. Kami bercerita di beranda rumah. Beranda yang penuh dengan
kaleng bunga. Berwarna warni. Rupanya kakek ini banyak hobinya.
Ada yang
menarik dari cerita sang kakek ini. Bukan isi ceritanya tetapi caranya
bercerita. Saya baru saja selesai belajar bahasa Italia. Tentu, saya belum bisa
dikatakan sudah selesai. Saya pun akan tetap melanjutkan. Istilahnya kelas
formalnya selesai, tetapi kelas informalnya tetap berlanjut. Kakek ini rupanya
bercerita dalam dialek Briansolo. Dialek yang saya pun tidak paham. Dia berbahasa
Italia tetapi dengan dialek sana. Jadinya, saya hanya menerka-nerka saja
beberapa kata yang sulit saya pahami.
Teman
saya bertanya pada saya ketika kami berkumpul kembali di ruang cerita bersama
nenek. “Apakah kamu mengerti saat dia (kakek) bercerita?” kata teman saya.
Saya
menjawab, “Beberapa kata saya tidak paham.”
Teman
saya tertawa. Lalu, dia melanjutkan, “Dia (kakek) bercerita dalam dialek
Briansolo. Wajar kalau kamu tidak paham.”
Hemmm
pantasan, gumamku dalam hati. Tetapi tak apa-apalah. Saya tidak paham tetapi
saya senang bisa berbagi cerita, berbagi senyum, berbagi ekspresi dengannya.
Kami
pun pamit dan melanjutkan perjalanan ke rumah teman saya. Masih ada satu rumah
lagi yang kami singgahi. Rumah kerabat teman saya. Di situ, kami bertemu keluarganya. Kami hanya sebentar saja. Minum jus dan makan kue tar. Lalu cerita
sebentar, kemudian lanjutkan perjalanan lagi. Kerabat ini rupanya sahabat dekat
teman saya. Semoga tetap dekat meski kami tinggal jauh darinya. Dalam doa saja
kita saling dekat. Salam saling mendoakan. Kami akhirnya menuju rumah teman
saya. (bersambung)
Parma,
14/5/15
Gordi
Posting Komentar