FOTO, lacenarestaurant.com |
Pintu
gerbang sudah terbuka. Teman saya mengarahkan mobil ke situ. Tibalah kami di
rumahnya. Saya belum tahu bagaimana posisi rumah ini. Ada beberapa pintu yang
bisa saya lihat. Saya juga tidak bergegas bertanya. Kami turun dari mobil. Ibu dari
teman saya memeluk kami. Pelukan adalah tanda cinta. Ibu teman saya ini mencintai
kami. Kalau dia memeluk anaknya itu sudah pasti. Rupanya dia juga memeluk saya
meskipun kami baru bertemu. Bagi dia, saya juga adalah anaknya. Saya dan
anaknya memang tinggal bersama di kota Parma. Dan karena itu, dia anggap saya
juga adalah bagian dari keluarganya. Saya senang karena saya diterima dengan
cinta yang tulus. Seperti cinta seorang ibu pada anaknya.
Di hadapan
kami satu pintu terbuka lagi. Rupanya itu adalah pintu pabrik mebel ayah teman
saya. Di depan pintu, ayahnya sudah menunggu. Selain dia, ada satu orang
karyawannya. Mereka rupanya baru selesai bekerja. Mereka mengakhiri pekerjaan
hari ini. Ayahnya senang melihat kami. Dia juga memeluk kami berdua. Wah…saya
rupanya dicintai dan diterima oleh keluarga ini.
Teman
saya memperkenalkan saya kepada orang tuanya. Mereka mengerti saya orang asing
yang baru saja selesai belajar bahasa Italia. Tetapi, bahasa tidak menjadi
kendala. Toh, di antara kami ada bahasa cinta. Cinta inilah yang menggerakkan
bapak dan ibu teman saya mendidik anaknya. Dan, hari ini cinta itu pula yang
mewarnai keseharian mereka. Bapak rupanya sedang menyelesaikan pesanan ribuan
unit perlengkapan kamar mandi dari sebuah hotel di London. Perlengkapan yang
dimaksud adalah lemari kecil, tempat menyimpan perlengkapan mandi seperti
sabun, sisir rambut, cermin, sabun dan sampo, pencukur, lampu kamar mandi,
keran, dan sebagainya. Di Eropa ini rupanya perlengkapan mandi ini tidak
sederhana. Hari-hari ini bapaknya bekerja ekstra. Kadang-kadang sampai jam 9
malam. Apalagi siang panjang. Tetapi untuk hari ini, dia berhenti jam 6 sore. Karena
pekerjaan ini, dia minta anaknya tinggal sebentar di rumah untuk bantu bapak. Mumpung
kuliah selesai. Tapi, setelah dia mendengar rencana anaknya untuk pergi belajar
ke London, dia pun merelakannya pergi.
Dari
ruang kerja ini, kami masuk rumah. Saya melihat keindahan rumah ini. Memang,
rumah ini adalah rumah sang arsitek atau pekerja mebel. Tidak jarang kalau
keindahan diperhatikan betul-betul. Sang bapak sendiri yang merancang model
rumah dan kamar di dalamnya. Dua lantai dan beberapa kamar.
“Ini
kamar Alessio dan Francesca waktu mereka kecil,”katanya menjelaskan pada saya
sambil kami memasuki kamar itu. Di kamar itu rupanya teman saya menghabiskan
masa kecilnya bersama sang kakak. Kamar itu sekarang ditempati adik teman saya
yang sedang menempuh SMA. Kamarnya bagus, rapi, asyik, lengkap dengan kamar
mandi, komputer, meja belajar, dan sebagainya.
Lalu
kami melihat ke beberapa ruangan lainnya yang dia rancang. Indah sekali. Rumah ini
memang indah bagian luar dan dalamnya. Di ruang tamu, ada beberapa gambar foto
keluarga dan foto petualangan keluarga ini. Juga beberapa foto teman saya waktu
kecil. Foto-foto ini mau menceritakan sejarah kehidupan mereka. Saat kami
memerhatikan foto itu, kakak teman saya datang dengan suami dan anaknya. Wah tambah
ramai. Anaknya senang sekali melihat teman saya. Keluarga ini rupanya bahagia. Suami
dan istri berprofesi sebagai pengacara. Kami mulai berkenalan di situ dan
bercerita. Anaknya bermain dengan teman saya.
Malam
makin larut. Kami pun segera makan. Menu makan malam ini enak sekali. Ada ikan
bakar kesukaan saya. Tentu saya tidak memesan untuk makan ikan bakar. Kebetulan
itu yang disediakan. Saya makan itu dan rasanya enak sekali. Kebetulan saya
juga hobi makan ikan bakar. Selain ikan, ada juga menu lainnya yang tak kalah
enaknya. Dari ikan bakar, lalu diakhiri dengan buah-buahan. Ini menu normal. Plus
kopi hangat setelah makan. Saya biasanya tidak minum kopi. Tapi, kali ini saya
terima karena sudah ditawari. Toh, tidak banyak. Hanya segelas kecil saja. Untuk
menyeimbangi pahitnya, saya tambah sesendok gula. Jadilah, rasanya enak sekali.
Setelah makan, kami
lanjut bercerita. Kakak teman saya pamit duluan karena besok pagi berangkat
kerja. Mereka berpamitan dengan kami. Tinggalah kami berlima, bapak-ibu, adik
teman saya, ditambah kami berdua. Kami bercerita banyak hal. Supaya saling dengar,
saya memilih untuk mendengar saja. Artinya, saya tidak melanjutkan bercerita
sendiri dengan bapak teman saya. Saya memintanya untuk mendengar cerita teman
saya saja. Dia setuju. Saat itulah teman saya menyampaikan unek-uneknya di
hadapan orang tua dan adiknya. Unek-unek tentang masa depannya. Sebab, sebentar
lagi dia ke London. Asyik juga rupanya mendengar satu orang bercerita. (bersambung)
Parma,
14/5/15
Gordi
Posting Komentar