Halloween party ideas 2015

FOTO, lacenarestaurant.com
Pintu gerbang sudah terbuka. Teman saya mengarahkan mobil ke situ. Tibalah kami di rumahnya. Saya belum tahu bagaimana posisi rumah ini. Ada beberapa pintu yang bisa saya lihat. Saya juga tidak bergegas bertanya. Kami turun dari mobil. Ibu dari teman saya memeluk kami. Pelukan adalah tanda cinta. Ibu teman saya ini mencintai kami. Kalau dia memeluk anaknya itu sudah pasti. Rupanya dia juga memeluk saya meskipun kami baru bertemu. Bagi dia, saya juga adalah anaknya. Saya dan anaknya memang tinggal bersama di kota Parma. Dan karena itu, dia anggap saya juga adalah bagian dari keluarganya. Saya senang karena saya diterima dengan cinta yang tulus. Seperti cinta seorang ibu pada anaknya. 

Di hadapan kami satu pintu terbuka lagi. Rupanya itu adalah pintu pabrik mebel ayah teman saya. Di depan pintu, ayahnya sudah menunggu. Selain dia, ada satu orang karyawannya. Mereka rupanya baru selesai bekerja. Mereka mengakhiri pekerjaan hari ini. Ayahnya senang melihat kami. Dia juga memeluk kami berdua. Wah…saya rupanya dicintai dan diterima oleh keluarga ini.

Teman saya memperkenalkan saya kepada orang tuanya. Mereka mengerti saya orang asing yang baru saja selesai belajar bahasa Italia. Tetapi, bahasa tidak menjadi kendala. Toh, di antara kami ada bahasa cinta. Cinta inilah yang menggerakkan bapak dan ibu teman saya mendidik anaknya. Dan, hari ini cinta itu pula yang mewarnai keseharian mereka. Bapak rupanya sedang menyelesaikan pesanan ribuan unit perlengkapan kamar mandi dari sebuah hotel di London. Perlengkapan yang dimaksud adalah lemari kecil, tempat menyimpan perlengkapan mandi seperti sabun, sisir rambut, cermin, sabun dan sampo, pencukur, lampu kamar mandi, keran, dan sebagainya. Di Eropa ini rupanya perlengkapan mandi ini tidak sederhana. Hari-hari ini bapaknya bekerja ekstra. Kadang-kadang sampai jam 9 malam. Apalagi siang panjang. Tetapi untuk hari ini, dia berhenti jam 6 sore. Karena pekerjaan ini, dia minta anaknya tinggal sebentar di rumah untuk bantu bapak. Mumpung kuliah selesai. Tapi, setelah dia mendengar rencana anaknya untuk pergi belajar ke London, dia pun merelakannya pergi.

Dari ruang kerja ini, kami masuk rumah. Saya melihat keindahan rumah ini. Memang, rumah ini adalah rumah sang arsitek atau pekerja mebel. Tidak jarang kalau keindahan diperhatikan betul-betul. Sang bapak sendiri yang merancang model rumah dan kamar di dalamnya. Dua lantai dan beberapa kamar.

“Ini kamar Alessio dan Francesca waktu mereka kecil,”katanya menjelaskan pada saya sambil kami memasuki kamar itu. Di kamar itu rupanya teman saya menghabiskan masa kecilnya bersama sang kakak. Kamar itu sekarang ditempati adik teman saya yang sedang menempuh SMA. Kamarnya bagus, rapi, asyik, lengkap dengan kamar mandi, komputer, meja belajar, dan sebagainya.

Lalu kami melihat ke beberapa ruangan lainnya yang dia rancang. Indah sekali. Rumah ini memang indah bagian luar dan dalamnya. Di ruang tamu, ada beberapa gambar foto keluarga dan foto petualangan keluarga ini. Juga beberapa foto teman saya waktu kecil. Foto-foto ini mau menceritakan sejarah kehidupan mereka. Saat kami memerhatikan foto itu, kakak teman saya datang dengan suami dan anaknya. Wah tambah ramai. Anaknya senang sekali melihat teman saya. Keluarga ini rupanya bahagia. Suami dan istri berprofesi sebagai pengacara. Kami mulai berkenalan di situ dan bercerita. Anaknya bermain dengan teman saya.

Malam makin larut. Kami pun segera makan. Menu makan malam ini enak sekali. Ada ikan bakar kesukaan saya. Tentu saya tidak memesan untuk makan ikan bakar. Kebetulan itu yang disediakan. Saya makan itu dan rasanya enak sekali. Kebetulan saya juga hobi makan ikan bakar. Selain ikan, ada juga menu lainnya yang tak kalah enaknya. Dari ikan bakar, lalu diakhiri dengan buah-buahan. Ini menu normal. Plus kopi hangat setelah makan. Saya biasanya tidak minum kopi. Tapi, kali ini saya terima karena sudah ditawari. Toh, tidak banyak. Hanya segelas kecil saja. Untuk menyeimbangi pahitnya, saya tambah sesendok gula. Jadilah, rasanya enak sekali.

Setelah makan, kami lanjut bercerita. Kakak teman saya pamit duluan karena besok pagi berangkat kerja. Mereka berpamitan dengan kami. Tinggalah kami berlima, bapak-ibu, adik teman saya, ditambah kami berdua. Kami bercerita banyak hal. Supaya saling dengar, saya memilih untuk mendengar saja. Artinya, saya tidak melanjutkan bercerita sendiri dengan bapak teman saya. Saya memintanya untuk mendengar cerita teman saya saja. Dia setuju. Saat itulah teman saya menyampaikan unek-uneknya di hadapan orang tua dan adiknya. Unek-unek tentang masa depannya. Sebab, sebentar lagi dia ke London. Asyik juga rupanya mendengar satu orang bercerita. (bersambung)

Parma, 14/5/15

Gordi

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.