Halloween party ideas 2015



FOTO: menuju air tern Tee Loo Suu di Umphang, Thailand

 

Pemandangan Kabut Putih terpancar di depan mata. Saat saya menuju sebuah biara untuk memimpin Misa pagi di akhir pekan ini. Kabut itu adalah secercah harapan.

 

Setalah 3-4 hari belakangan, daerah kami mengalami hujan berkepanjangan, hari ini ada kabut sebelum mentari bersinar. Hari masih pagi untuk memprediksi apakah sang raja siang akan muncul. Tapi, melihat kabut di sepanjang kali di kaki bukit itu, harapan kami itu kiranya tidak sia-sia.

 

Kesia-siaan erat terkait dengan orang tak berpengharapan. Sedangkan orang berpengharapan selalu mempunyai masa depan untuk dipikirkan. Kabut Putih yang terpancar itu adalah sebuah harapan.

 

Di kampung saya, kabut itu menjadi tanda. Akan datang Matahari. Tanah yang basah oleh hujan pun akan menguap setelah menyerap sinar mentari pagi. Kabut dengan demikian menjadi tanda harapan dari para petani yang akan pergi ke ladang. Pemandagan itulah yang akrab di mata saya waktu kecil. Sungguh kabut itu merekam keindahan alam.

 

Alam yang indah itu memang agak jarang terlihat di kota. Tapi, di pedesaan seperti tempat tinggal kami, keindahan itu amat dekat di depan mata. Matahari pagi pun menjadi sebuah keindahan. Saat ia menampakkan kemerahannya di ufuk timur.

 

Pagi menjelang siang, harapan kami pun makin terlihat. Kupu-kupu berwarna-warni mulai beterbangan di tempat yang disinari mentari. Kupu-kupu biasanya muncul saat ada sinar seperti ini. Di tempat ini, amat jarang kupu-kupu terlihat di musim hujan. Entah kupu-kupu malam yang tak mengenal musim.

 

Sambil kupu-kupu menari, burung-burung pun berkicau dengan penuh harapan. Bagi kupu-kupu maupun burung-burung, sinar mentari ini adalah pembawa harapan juga. Rupanya harapan itu bukan milik manusia saja. Kupu-kupu dan burung-burung akan mengincar bunga yang harum, yang muncul persis setelah hujan mengguyur seperti ini.

 

Bunga-bunga itu memang tidak muncul sembarangan. Di musim hujan seperti ini belum tentu mereka muncul. Tapi begitu ada mentari satu atau dua hari saja, kecantikan di ujung berbagai jenis bunga itu segera muncul. Selain sebagai makhluk berharap, kupu-kupu dan burung rupanya adalah makhluk pecinta keindahan.

 

Keindahan kuncup bunga dengan mudah diincar dari jauh. Seketika saat situasi aman, burung yang menjauh akan mendekat. Tidak secepat terbangan burung, kupu-kupu biasanya mengincar dengan pelan. Ia akan terbang menuju bunga yang indah dan harum itu.

 

Hidup ini akan terasa indah kala melihat kupu-kupu dan burung-burung berharap pada alam. Mereka seolah-olah tidak peduli dengan perang, ekonomi, budaya, dan segi kehidupan lainnya. Kicauan burung memang kadang membuat suara bising. Tapi percayalah, kebisingannya tidak seperti suara ledakan bom di Ukraina yang menewaskan banyak orang itu. 

 

Incaran kupu-kupu pelan tapi pasti. Beda dengan tentara yang sedang mengincar musuh, langkah kupu-kupu ini penuh dengan kedamaian. Kupu-kupu tidak bersuara seperti burung saat mencari bunga manis. Rupanya tidak semua yang tidak bersuara itu tidak cantik. Kupu-kupu adalah pemilik kecantikan yang penuh kedamaian dan tidak bersuara.

 

Kedamaian seperti ini kiranya patut kita miliki. Di tengah derasnya bisingan suara tipu muslihat. Mereka yang menciptakan keriuhan informasi hidupnya tidak tenang. Mungkin kita belajar dari kupu-kupu. Yang meski bising di sekitarnya, ia tetap terbang dalam damai. 

 

Beberapa waktu lalu, beberapa media sempat heboh. Ada berita bahwa Paus Emeritus Benediktus XVI meninggal dunia. Meski belum diklarifikasi, beberapa sahabat sudah ikut mengucapkan belasungkawa. Sungguh, ini berita bohong. Sebab, Bapa Suci masih tenang mendaraskan doa di balik tembok monasteri di Vatikan. Seperti kupu-kupu, Sri Paus asal Jerman ini sungguh menikmati kedamaian di tengah bisingnya informasi buruk tentang keadaan kesehatannya. Damai di tengah keriuhan memang amat mahal.

 

Uskup Leo Soekoto pernah mempertanyakan soal seperti ini kepada Pastor Silvano Laurenzi SX. Boleh jadi belum ada dalam benak Uskup Keuskupan Agung Jakarta itu bahwa sebuah Novisiat yang membutuhkan ketenangan didirikan di kota Metropolitan Jakarta yang super riuh dan bising. Saat itu, medio 1984-85, belum ada kongregasi religius dalam Gereja Katolik yang mendirikan sebuah rumah formasi Novisiat di sekitar Jakarta. Alasannya tentu saja karena tidak adanya ketenangan.

 

Ketenangan itu menurut Pastro Laurensi SX harus ditemukan di tengah keramaian. Jakarta adalah kota muara dari segala suku di Indonesia. Maka, jika ingin bertemu penduduk Indonesia yang besar dan banyak itu, tidak perlu lah berkeliling Indonesia. Cukup berada di Jakarta. Dan keragaman budaya dan suku serta agama itu akan terasa. Semua orang dari keanekaragaman itu kiranya sama-sama mempunyai cita-cita, yakni mencari ketenagan dan kedamaian di kota Jakarta. Apakah itu bisa ditemukan?

 

Seperti itulah yang dibayangkan Pastor Xaverian asal Ascoli, Italia Tengah itu. Rupanya pikiran Pastor yang sudah berkeliling ke seminari menengah di seluruh Indonesia ini seperti gerak langkah sang kupu-kupu. Terbang dengan penuh kedamaian, di tengah bisingnya situasi sekitar. Kupu-kupu hanya punya satu sarat, ada sinar mentari. Mungkin matahari itu menjadi petunjuk baginya. Tapi yang jelas, bagi kupu-kupu, selain terang sinarnya, matahari itu adalah pembawa harapan.

 

Kabut pagi itu perlahan-lahan naik menuju awan. Keputihannya pelan-pelan sirna, setelah ditembusi hangatnya mentari pagi. Meski kabut itu hilang, ia sudah menorehkan jejak keindahan di pagi hari. Sebelum manusia sadar dari tidur kelelahannya, kabut sudah menawarkan harapan baru di awal hari baru. Terima kasih sang kabut. 

 

Km 48, 16/07/22

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.