JADI BURONAN DI BALI
Buronan selalu akan dicari-cari. Itulah sebabnya status sebagai buronan
itu melelahkan. Dalam kelelahan, ada tingkat keterkenalan. Buron dengan
demikian akan menjadi terkenal.
Di Bali, saya hampir menjadi
buronan. Saya memang mesti transit selama 5 jam. Tiba dari Labuan Bajo pukul
12.45 WITA dan baru akan berangkat ke Yogyakarta pukul 17.45. Totalnya 5 jam.
Saya pun merencanakan dan memutuskan untuk singgah di rumah teman saya.
Sebelum keluar dari Bandara
Internasional Ngurah Rai, saya cek di pusat informasi. Dari sana, saya tahu
bahwa, asal sudah check-in, keluar bandara tidak apa-apa. Petugas di bandara
mengatakan bahwa untuk NAM Air tidak ada masalah. Asal tepat waktu saat masuk
pesawat nanti.
Saya memang sudah check-in di
Labuan Bajo. Menurut petugas di sini, sebelum keluar bandara di Bali nanti,
mesti lapor petugas, “Siapa tahu ada perubahan jadwal,” sambungnya.
Saya kira ada benarnya juga.
Hanya saja, di Bali tidak ada petugas yang menginformasikan perubahan ini alias
ikut jadwal yang tertera saja. Inilah yang membuat saya tanpa ragu keluar
bandara daripada menunggu 5 jam di bandara.
Setelah menunggu beberapa
waktu, teman saya datang menjemput. Kami sama-sama ke rumahnya. Lalu lintas
masih lancar. Belum lama sampai di rumah, hujan turun. Hujan biasanya membuat
tubuh menjadi lapar.
Dalam cuaca yang dingin,
tubuh membutuhkan banyak makanan. Dan, kami memang melakukannya. Setelah menu
makan siang, ada jeda sebentar, lalu berlanjut dengan makan makanan ringan sore
hari.
Pukul 5 sore, kami berangkat
ke bandara. Menurut kami, waktu 45 menit cukup untuk sampai bandara. Rupanya
tidak pas. Dengan lalu lintas yang padat pada sore itu, laju kendaraan pun
makin lambat. Dan, saya tiba di bandara hampir terlambat.
Dari pintu pertama, saya
lihat di monitor jadwal NAM Air ke Jogyakarta. Tertulis Panggilan Terakhir dengan berkedip berwarna merah. Saya pun segera
masuk dan melewati beberapa pintu berikutnya. Alhamdulilah, sesampainya di
pintu gerbang NAM Air, petugas memanggil-manggil nama saya. Melihat saya
berlari, mereka langsung menjemput dan memotong kertas check-in lalu mengantar
ke pesawat.
Dalam kekalutan itu, saya
tidak menggubris beberapa panggilan yang ada di hp saya. Saya benar-benar
menjadi penumpang terakhir di pesawat ini. Saya cek sebentar hp saya. Ada
beberapa panggilan masuk via whatsapp dan panggilan telepon biasa. Ada nomor hp
dan ada nomor lokal Bali. Saya pikir sejenak, janga-jangan ada yang salah dengan saya.
Tanpa mau memikirkannya lebih
lanjut, saya mematikan hp. Sabuk pengaman dikencangkan dan mulai beristirahat
sembari pramugari memeragakan cara-cara penyelamatan dalam pesawat. Dalam
keadaan capek, saya mendengar suaranya. Lalu, saya tidur dan sampai jumpa di
Jogja nanti.
Maligaya, 8/12/17
Gordi SX
Posting Komentar